Part 15

58 25 1
                                    

'Brakkkk'

Bus yang membawa rombongan remaja seusai hiking itu menabrak pohon besar, saat baru saja berjalan beberapa meter. Akibatnya ban belakang bus itu terperosok ke dalam jurang. Semua yang ada didepan mereka seolah mundur.

Semua yang ada di dalamnya terluka. Semua tak sadarkan diri, terkecuali Vena yang masih dalam kondisi setengah sadar.

"Mana hanphone gue?" Ucapnya lirih karena setengah badannya terjepit oleh jok yang berada di depannya.

***

Adel mulai membuka matanya dengan perlahan. Berat. Bagaikan ada batu di atas matanya.

Setitik cahaya mulai terlihat. Kini terlihatlah tirai putih di hadapannya, semua serba putih, dengan bau khas obat yang diciumnya.

Ya, rumah sakit. Mereka sekarang sedang berada di rumah sakit, di dalam ruangan yang sama. Hanya saja tersekat dengan tirai-tirai putih.

"Mamah.. badan Adel pegel-pegel" Keluh Adel sambil memegang bahunya.

"Yang lain gimana mah? Baik-baik aja kan? Elina, Marsya, Geeta, Vena, Daniel-"

"Sudahlah del, sekarang kamu istirahat dulu aja, yang lain gak apa-apa kok" Kekeh mamahnya Adel seraya mengasongkan segelas air putih pada Adel.

Diteguklah segelas air putih itu.

'Byur'

Air putih itu kembali Adel keluarkan saat dirinya terkejut mendengar perbincangan Marsya bersama ibunya, dengan isakan tangis yang mewarnai.

"Ibu,,, Marsya takut bu! Marsya ngerasa semuanya ga aman! Marsya mau deket ibu aja! Marsya gak mau jauh-jauh dari ibu, jangan tinggalin Marsya apapun yang terjadi! Ibu jangan pergi... sekalipun ibu mau kerja, mau cari uang buat buat Marsya,, Marsya gak akan izinin ibu buat pergi mengadu nasib! Marsya ga rela ibu pergi ke negeri orang! Marsya sayang ibu..." Ucap Marsya setengah teriak diiringi dengan isakan tangisnya.

"Mah,," ujar Adel sembari meremas lengan baju mamahnya, mamahnya kemudian mengangguk pelan, seakan memberi isyarat semuanya akan baik-baik saja.

Sementara Elina yang berada disuatu ranjang diruangan yang sama, hanya bisa diam. Ayahnya saja yang suka pulang larut malam tak datang menjenguknya.

Mendengar semua percakapan Marsya, Elina juga merasa sedih. Ibunya Marsya sudah seperti ibunya sendiri. Berhubung rumah mereka berdekatan, tak heran juga mereka bisa sedekat ini.

Pikirannya kembali melayang pada hari itu. Kecelakaan yang menimpa bus yang mereka tumpangi.

Hatinya merasa teriris. Nafasnya tiba-tiba tercekat. Bagaimana tidak, lelaki itu mencoba melindungi kepalanya dari gencetan tempat duduk bus.

Ia tak habis pikir. Mengapa ia mau melindunginya padahal jarak antara dia dan dirinya saat itu cukup jauh?

Langit.
Kenapa lo terus ngebuat gue merasa bersalah, sih? Kenapa? Gue tau ini salah gue. Kenapa lo ga biarin gue terluka aja?, beribu tanya yang ia lontarkan dalam hatinya tak mampu ia jawab.

Elina menyibakkan tirainya kasar membuat Marsya dan ibunya terkejut.
"El? Mau kemana?" Tanya Marsya setelah melihat Elina bangkit dari ranjangnya terburu-buru.

Elina tidak menjawab dan hanya berjalan dengan sebelah kakinya yang dibalut akibat terkilir.
Jalannya pun masih terseret-seret, dengan mendorong tiang infusnya sendiri.

Melihat Elina yang kesusahan, Rani-ibu Marsya hendak membantunya namun segera ditolak oleh Elina.

"Aku bisa sendiri, Tante. Tante tau ruangan lelaki yang satu bus sama kita?" Tanya Elina.
"Disebelah, El. Tante bantu ya"
"Ga usah Tante. Makasih.."

Cinta dalam PersegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang