52

11 5 0
                                    

Seperti terjebak dalam sebuah dunia permainan yang telah membangunkan sebuah ruang nyaman. Namun juga menghidangkan bom waktu. Saat ini semua terasa berputar pada lingkaran ketidakpastian dan enggan berlalu.

***

"Sudah gue duga, Alwan pasti bakal mempertanyakan itu sama lo, Del!" Satu jari telunjuk Geeta letakkan di atas bibirnya.

Adel terlihat menghiraukan sahabatnya itu, dia lebih memilih memperhatikan bubur ayam di dalam mangkuk yang sedang ia santap.

"Gue gak cuman sekali ketemu dia kan? Dia itu paling gak bisa liat lo sedih. Apalagi kalau liat lo nangis karena dia." Ucap Geeta yang kemudian duduk di hadapan Adel.

"Dan tadi kalian ketemu, sepertinya dia lagi ngegoda lo deh. Supaya lo gak sedih lagi." Tambah Geeta.

"Iya iya, tapi menurut gue dia itu masih terlalu egois. Gak dewasa ah!" Bantah Adel.

"Hey jangan salah, orang dewasa sekalipun punya ego kok. Emang lo pikir lo enggak egois, huh?" Tanya Geeta membuat mood makan Adel berantakan.

Dengan keras Adel menaruh sendok di mangkuk sampai bunyi peraduan keduanya terdengar sangat nyaring.
"Stop!" Katanya berbarengan dengan langkahnya menuju kamar.

Di kamar, Adel duduk berhadapan dengan cermin. "Adel.. tenang! Masih banyak kok cowok di luaran sana selain Alwan. Alwan tuh egois, so manis. Jangan masuk ke perangkap asmara yang sama seperti dulu." Tegas Adel dalam hati.

Perasaan Adel kali ini benar-benar tak dapat Adel mengerti sendiri. Dia merasa sedih, tetapi masih ada sepucuk harapan untuk kembali memadu kasih bersama Alwan.

Kedua mata indahnya terus memandangi pantulan dirinya di cermin. Mengamati bagaimana kacaunya wajah yang sedang patah hati. Setelah bosan hanya mengamati pantulan dirinya di cermin, pandangan Adel kini beralih pada sebuah radio kuno di atas meja rias. Dia bahkan baru tahu bahwa Geeta menyimpan radio kuno berwarna hitam di kamarnya.

Ada beberapa tombol di atas radio itu, juga terdapat volume putar di bagian depannya. Tanpa bilang pada si pemiliknya, Adel langsung saja menyalakan radio itu. Tangannya berusaha meraih antena di sebelah sisi radio itu.

Beberapa siaran radio telah terdengar jelas, namun Adel masih belum menemukan stasiun radio yang sedang memutarkan lagu-lagu kekinian. Saat dirasa tidak ada yang membuatnya tertarik, Adel memutuskan untuk mematikan radionya.

Tiba-tiba ada salah satu siaran yang mengurungkan niat Adel untuk mematikan radionya...

"Ngedengerin ceramah tuh bagus yah, buat penyejuk hati dan pikiran. Biasanya kan pas lagi bulan puasa aja nih dengerin kek beginian. Ayo para milenial merapat!!!! Sebentar lagi ust. Adi Hidayat akan hadir ditengah tengah kita nih.... " Papar penyiar radio dengan semangat.

Beberapa menit setelah pembukaan, tibalah saat ceramah dimulai ust. Adi Hidayat memaparkan isian ceramah sesuai dengan tema yang diangkat pada kesempatan kali ini.

'Pentingnya saling memaafkan'

Adel melipat kedua tangannya di atas meja rias lantas menepelkan dagu pada tangannya. Mendengarkan dengan seksama bagaimana isi dari ceramah di radio.

Pagi itu berlalu dengan manis menuju siang. Adel tertidur setelah mendengarkan ceramah. Siarannya kini berganti dengan lagu - lagu yang mendukung suasana untuk tertidur.

Drrtttt drrtttt drrttt...
Ponsel milik Alwan terus bergetar, menandakan banyak pesan masuk setelah data seluler dinyalakan. Terlihat melintas dengan jelas notifikasi pesan dari Adel, Alwan segera membukanya.

'Perasaan terbaik yang pernah gue terima, ialah dicintai seseorang dengan segala rasa tenang, jauh dari perasaan takut akan kehilangan. Perasaan yang tumbuh, perasaan yang selalu ingin melihat gue bahagia, meski mungkin gue bukan lagi cinta di dalam hati dan hidupnya. Gue terima hubungan kita sekarang, mari saling berdamai dengan keadaan. Jangan jadi canggung kalau nanti kita kumpul sama temen² lain ya Al, thanks'

Jari Alwan terasa sangat kaku untuk membalas pesan dari Adel. Hal itu yang membuatnya hanya membalas dengan kata 'iya'

"Gue bahkan gak tahu apa yang gue mau, sampai sekarang gue cuma berasumsi kalau perpisahan ini adalah hal yang baik buat gue sama dia. Entah, apa asumsi gue bakal tetap sama sampai nanti?" hati Alwan menjadi tempat terbaik bagi celotehannya sekarang.

Namun kembali lagi kepada si hati yang menjadi remote dalam diri. Entah akan tetap mati atau hidup, entah akan berganti channel atau tetap di channel yang sama. Si rumit bernama perasaan, si ego bernama hati.

Bersambung.....

****

Yeayyyyyy kita kembali setelah beberapa tahun menghilang!!! Maaf banget bikin kalian yg udah baca dari awal mungkin harus sedikit baca mundur supaya teringat kembali dgn alur dan tokohnya. Banyak sekali kesibukkan yang tidak bisa dinantikan. Jarang juga kita komunikasi belakangan ini. Untuk kedepannya kita bakal update terus, tungguin yah 🤗

Jangan lupa vote dan share ya temen-temen.

Oh iya,
Selamat menunaikan ibadah puasa yaaa, bagi kalian yg menjalankan 🙏🙏

Mrhaban ya ramadhan 🙏

risamaulani

Cinta dalam PersegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang