44

46 14 0
                                    

Pagi yang cerah dengan awan putih tebal dan birunya langit membuat siapa saja ingin memandangnya terus. Awan putih nan tebal itu tidak diam, melainkan maju mengikuti arah angin yang cukup kencang hingga bisa membawa awan dengan arusnya.

“Emejing banget guys awannya.” Geeta mulai mengoceh.

“Ada awan yang bentuknya love” Marsya menunjuk salah satu awan dengan jari telunjuknya.

“SSttttt.... jangan berisik! Adel lagi nelfon si Langit” Kata Elina sembari memeriksa bawaannya.

Tas besar berwarna pink kini di pakainya. Sebenarnya sih Elina tak begitu menyukai warna pink, hanya saja dia menghargai seseorang yang telah memberikannya ini.

Tak salah lagi jika sahabat-sahabatnya lah yang memberikannya tas berwarna pink itu. Mereka kira, Elina menyukai warna pink. Mereka menduganya karena apa yang Elina pakai kebanyakan berwarna pink. Seperti jam tangan, sweater, kaos, handuk mandi, dan lain sebagainya.

Ohya, kali ini mereka bakalan pergi ke pulau. Tepatnya ke kepulauan seribu yang terkenal dengan keindahan bawah airnya itu.

Merasa bosan dengan mendaki, mereka memutuskan untuk ikut bergabung dengan Adel, pergi ke kepulauan seribu. Menyewa satu buah kapal dan satu bus travel dengan harga miring. Teman ayahnya Adel yang memiliki usaha sewa transport itu, jadi masalah harga bisa dikondisikan.

“Ayo, udah siap semua kan?” Ujar Adel yang baru saja selesai menelfon.

“Bis nya udah di bawah, dan cowok-cowok udah pada ngumpul di rumah Langit.” Lanjut Adel.

Semua mengangguk kemudian menggendong tas masing-masing.

“Kok gue jadi deg-deg an gini ya..” Gumam Elina yang ternyata terdengar oleh Marsya.

Marsya yang sedari dulu selalu mengolok-olok teman-temannya, kini tersenyum jahil.

“Kenapa El? Lo kira Langit gak bakalan ikut ya? Sorry, semalem gue paksa dia buat ikut” Elina lalu melemparkan senyum malasnya pada Marsya, yang membuat Marsya cecikikan.

“Ayo!” Geeta yang sudah keluar rumah terlebih dahulu, menunjukkan setengah wajahnya di balik pintu yang masih terbuka.

Marsya dan Elina keluar bersamaan.

Saat mereka menaiki bus, mereka terkejut dengan apa yang mereka lihat. Bagaimana tidak, di setiap kursi tertera nama mereka masing-masing. Dan parahnya lagi, mereka akan duduk bersebelahan dengan para cowok. Geeta sih boleh senang, karena dia memang sudah menjalin kasih dengan Gilang, tapi bagi yang lainnya ini adalah sebuah musibah. Secara mereka masih merasa canggung.

Melihat Adel yang langsung duduk tanpa  merasa terkejut, mereka langsung menyangka bahwa Adel lah pelakunya.
“Adel! Apaan nih?” Tanya Elina dengan alis yang berkerut.

Adel malah menyeringai.
“Semua ini kan rencana gue, toh kalian setuju sama rencana gue.”

“Tapi kan....”

“Sssttttt... gue ketuplak di sini. Mendingan kalian cepetan duduk di kursi masing-masing.”

Elina bergerutu dengan memperlihatkan wajah kesalnya.

“Udahlah El, kita duduk aja mendingan. Liat aja nanti si Adel!” Timpal Marsya.

Bus travel melaju dengan kecepatan sedang sampai berhenti lima belas menit kemudian di depan rumah Langit. Terlihat gerombolan para cowok di pinggir jalan melambaikan tangannya.
Seketika wajah mereka di mobil menjadi tegang.

Kursi di sebelah mereka menyisakan ruang kosong.

“Ehh buset!” Gilang yang naik terlebih dahulu merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya.

Cinta dalam PersegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang