Part 22

83 20 0
                                    

Tak perlu mengejar segala hal untuk bahagia. Jikalau hal-hal kecilpun dapat membuatmu bahagia lebih dari apapun.

Seperti saat ini. Dengan hanya bermodal raket, mereka bisa tertawa bahagia. Pertandingan kecil ini bahkan sudah tak nampak seperti pertandingan, saat semua tertawa setiap kali Gilang melontarkan sebuah lelucon.

"Gue traktir deh buat yang menang pertandingan ini.." Teriak Gilang agar semua dapat mendengar.

"Beneran nih? Tumben lo traktir kita,  ada apa?" Balas Alwan dengan sedikit lirikan pada Gilang.

"Traktir minum maksud gue, Al!" Ucapnya dengan suara tawa diakhir ucapannya.

"Parah lo! Kirain gue makanan.." Jawab Alwan.

Mereka yang mendengar juga ikut tertawa.

Sementara ini, tim Langit lebih unggul lima point atas tim Alwan.

Kok melambung ke arah Alwan, yang langsung dilambungkan kembali pada Langit. Posisi Langit sepertinya tak menguntungkan.

Langit mundur beberapa langkah untuk menyamakan dirinya dengan kok yang sedang melambung itu. Hingga ia tak sadar, ia menginjak pinggiran lapang yang retak dan menjorok dalam lalu terjatuh.

Melihat itu, Elina melotot dan berteriak.
"Langit awas!"

Tapi terlambat. Akhirnya, ia terjatuh dalam posisi duduk dengan sikut kirinya yang tergores lantai gor yang retak. Sementara itu, kok yang ia incar malah terjatuh di atas kepalanya.

Dukk..

Butuh beberapa detik Langit mencerna apa yang telah ia lalui barusan. Bukannya kesakitan, ia malah tertawa sendirian.

Mendengar Langit tertawa, yang lain juga ikutan tertawa. Itu berarti, Langit baik-baik saja.

"Pake jatoh segala lagi.."
"Hahaha.. Hati-hati Langit.."

Berbeda dengan yang lain, Elina justru meletakkan raketnya dan menghampiri Langit dengan raut wajah khawatir.

"Lo gapapa?" Tanya Elina sembari memegang lengan Langit tanpa sengaja.

Langit berhenti tertawa lalu menatap Elina dalam.

Kening Elina berkerut bingung. Langit malah menatapnya saat ia melontarkan pertanyaan itu. Elina segera memalingkan wajahnya dan tanpa sengaja melihat tanda merah pada sikut kirinya.

Segera Elina berdiri dari posisinya dan berlari mengambil botol air minum dan sapu tangan miliknya. Lalu kembali berbalik menghampiri Langit.

Tanpa ba-bi-bu lagi, Elina meraih lengan kiri Langit dan mulai membersihkannya dari debu yang bertengger manis pada lukanya.

Sedikit perih memang, namun Langit mencoba menahannya. Bukannya melihat keadaan lukanya itu, Langit malah menatap sendu pada wanita di depannya ini.

Rambutnya yang ia ikat itu, menyisakan beberapa helai rambut yang keluar akibat aktivitas olahraga tadi. Peluh nampak membanjiri dahi Elina malah membuatnya terlihat lebih mempesona.

Dalam posisi seperti ini, Elina terlihat cantik. Setidaknya, itu menurut Langit.

Sementara sahabatnya yang lain? Mereka sudah meninggalkan dua orang ini berdua. Mereka saat ini sedang keluar mencari makan, tanpa izin terlebih dahulu. Tak ingin mengganggu mungkin.

"Sakit ga? Gue ga bawa plester sama obat merah. Jadi, lo nanti obatin dirumah aja ya. Untuk sementara, gue tutup dulu pake sapu tangan. Biar ga infeksi aja nantinya." Tutur Elina pada Langit.

"Ga sakit kok. Kan lo yang obatin, jadi cepet sembuhnya. Makasih ya.." Jawab Langit manis.

Bukannya menunduk malu atau blushing pada pipinya seperti cewek-cewek kebanyakan, Elina malah mengangkat sebelah alisnya.

Cinta dalam PersegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang