Part 10

72 36 4
                                    

Suasana pagi di sekolah memang takkan bisa dilupakan, selain itu bisa menjadi hiburan saat mata masih merem melek sehabis begadang. Contohnya kaya liatin gebetan atau kakak kelas kece yang lagi olahraga di lapangan.

Bukan hanya satu kegiatan saja yang dilakukan melainkan banyak sekali kegiatan yang terlihat. Bukan hanya lapangan yang penuh dengan kegiatan olahraga. Kantin pun ikut ramai, dimana sebagian siswa mencuri jam pelajaran pertama untuk sekedar mengganjal perut yang belum terisi. Ruang piket pun tak kalah ramai, mengingat zaman sekarang para siswa kurang disiplin termasuk soal waktu, istilahnya sih jam karet. Berbeda dengan siswa yang disiplin, gerbang masih ditutup saja mereka sudah ada di sekolah.

"El, gimana kemaren sama Langitnya? Dia romantis ga?" Tanya Marsya ditengah keheningan. Namun hanya dilirik oleh Elina.

Saat ini mereka sedang berada di perpustakaan. Meskipun masih terlalu dini untuk mengunjungi si lemari buku, setidaknya ada hal yang berguna sebelum bel masuk menurut mereka.

Tuk..
Sebuah potongan penghapus mendarat tepat di kepala Elina, sontak membuat Elina melihat ke arah datangnya penghapus itu. Terlihat Adel yang tengah menyembunyikan tawanya dibalik bibirnya yang lebar itu.

"Apaan sih?" Ucapnya sedikit terganggu. Terlihat sekali wajahnya yang menandakan dia sama sekali tidak suka diganggu.

"Gue kesel aja sama lo, pertanyaan Marsya ga lo tanggepin, kan gue jadi kepo" Ujar Adel sambil menutup buku yang sedari tadi dibacanya dan beralih menatap Elina dengan lekat.

"Apa ga ada topik lain, selain bahas cowo? Ini perpustakaan loh, masih pagi pula" Kata Elina dengan tatapan mata tajamnya.

"Gue ke kelas duluan" Lanjut Elina yang kini sedang merapikan buku di rak perpustakaan.

Tak lama setelah bel berbunyi, Marsya dan Adel pun segera menuju ke kelasnya masing-masing dengan perasaan bersalah mereka.

***

Suara bel yang dinantikan semua murid sudah berbunyi lima menit yang lalu, namun Elina belum juga keluar dari kelasnya.

Ketiga sahabatnya kini sedang berjalan menghampiri kelas Elina.
"El marah?" Tanya Geeta.
"Kayaknya iya deh.."

Mereka mengintip ke jendela kelas, tak ada seorangpun disana.
Mereka hanya menghembuskan nafas pelan.

"Dorrrr!!!!"

"Aaaa.." ucap mereka bertiga saking kagetnya.

"Hahahaha..." tawa Elina setelah puas mengagetkan ketiga temannya itu.

"Elina Dwi Tirani!!" Teriak mereka serempak.
"Sorry.."

"Kalian ngapain disini?"
"Nyari keberadaan Elina.."

"Abis lo ga nongol-nongol dari tadi.."
"Gue piket dulu tadi, maaf nunggu lama. Yuk pulang!"

"Lo ga marah?" Tanya Marsya hati-hati.
"Marah kenapa?"
"Soal yang di perpus tadi.."
"Buat apa gue marah?"
"Gatau.."

Adel dan Geeta memimpin jalan, disusul Elina dan Marsya dibelakang.

"Eh hiking jadi, kan?" Tanya Elina.
"Jadi dong! Minggu depan, kan? Waktu tanggal merah dua hari?" Tutur Adel.
"Harus jadi! Apalagi bareng cowok-cowok itu.." kata Geeta kembali menghayal.

"Hish! Cowok mulu yang lo pikirin!" Ucap Elina.

"Ngomong-ngomong soal mereka, kita tuh baru kenal tapi berasa udah temenan lama." Tutur Marsya.

"Kalian setuju ga kalau Daniel yang paling bijak?" Tanya Adel.
"Setuju. Dia yang paling bertanggung jawab meurut gue" jawab Geeta.

"Dia juga baik.." sambung Elina.
"Ganteng pula.." ucap Marsya.

Cinta dalam PersegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang