Elina dan yang lainnya juga berdiri memberikan tepukan meriah. Mereka sengaja keluar dari meja karena pengunjung yang lain juga melakukan hak yang sama.
"Walau pada akhirnya gue tahu pada siapa hati lo akan berlabuh, setidaknya gue ga pernah menyesal melakukan semua ini. Gue tahu, gue bodoh. Gue ga pernah malu berdiri di sini, di hadapan lo, di hadapan para sahabat lo, di hadapan semua orang.." Ucap Ridwan setelah menurunnya riuh penonton.
Tak ada yang tahu bahwa jantungnya kini sedang berdegup tak karuan. Pikirannya sudah hilang entah kemana. Ia tak tahu apa lagi yang harus ia lakukan saat ini. Ridwan hanya ingin semuanya berakhir walau harus berakhir pedih.
"Gue bakal mengakui semuanya saat ini juga. Gue, Ridwan suka sama lo, Elina Dwi Tirani. Gue sayang sama lo.." ucapnya lagi dengan lantang hingga menembus hati semua orang.
Tak ada reaksi apapun selama beberapa menit kedepan. Mereka semua tenggelam dalam kekagetan mereka masing-masing. Tak terkecuali sang pemilik hati lelaki itu.
Gadis yang tadi ia sebutkan dalam pernyataannya, kini tengah melongo tak percaya. Tubuhnya seolah berhenti melakukan apapun. Kedua bola mata dalam bingkai kacamata itu terus menerus berkedip seolah semuanya hanya mimpi.
Para sahabat di sampingnya juga tak kalah kagetnya. Hanya satu orang yang memang sudah menerka semuanya sejak awal. Langit menatap lurus ke arah podium. Tak tahu apa yang ia siratkan disana.
"Terima! Terima! Terima!!" Satu persatu penonton yang hadir mulai mengucapkan kata itu tanpa tahu permasalahan yang ada diantara mereka.
Ridwan masih berdiri di sana. Ia membuat simbol agar para penonton berhenti melontarkan kata-kata itu.
"Gue ga akan minta jawaban apapun, El. Gue cukup sadar diri kok. Gue tahu sejak awal hati lo udah tertambat sama cowok lain. Ya, dia lelaki yang baik dan gue bersyukur akan hal itu.." kata Ridwan lagi dengan sangat tenang walau semua orang sudah pasti tahu hatinya menangis.
"Maaf.. Tolong maafin gue, Ridwan. Gue ga bisa ngelakuin apapun buat lo, maaf juga gue ga bisa balas perasaan lo.." Lirih Elina.
Entah karena apa ia menangis saat ini. Elina menangis dalam diam di hadapan semua orang. Pasalnya kini semua mata tertuju padanya.
"Ini bukan salah lo, El. Sama sekali bukan. Kita semua ga pernah tahu pada siapa hati kita akan berlabuh. Ini sebuah kasih sayang, El. Dan ga ada yang salah dengan itu semua.." Ujar Ridwan menenangkan.
'Ya. Ini semua salah lo, El. Lo yang udah buat gue jatuh hati. Lo bertanggung jawab atas hal itu.' lirih Ridwan dalam hatinya yang tentu saja berbanding terbalik dengan apa yang ia ucapkan tadi.
Ridwan memustuskan untuk turun dari podium dan berjalan menghampiri Elina yang berdiri tak jauh darinya. Akhirnya ia bisa menepuk kepala kecil itu.
"Tapi tetep aja gue merasa bersalah karena gue ga bisa balas perasaan lo.." Tutur Elina dengan sedikit mendongak. Ia merasa nyaman akan tepukan kecil dikepalanya itu.
Ridwan tersenyum sangat dalam,
"Gue juga ga mau memaksakan sebuah rasa yang nantinya juga gue yang tersakiti. Udah ah, lo kan udah ada Langit.." Ucapnya mantap sembari menatap Langit.Ia menghentikan tepukan itu saat menyadari kedua bola mata Langit hampir keluar melihat tindakannya.
"Gue bener-bener ga nyangka lo bakalan nyatain semuanya saat ini juga. Lo cukup berani jadi cowok.." Usut Langit pedas. Ia mendelik kesal.
"Hahaha entahlah. Gue rasa ini waktu yang tepat." Balas Ridwan.
"Tunggu dulu. Kok lo tahu kalau Ridwan ada rasa sama Elina?" Tanya Alwan penasaran. Ia sedari tadi hanya memperhatikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dalam Persegi
RandomPerasaan cinta tulus terpaksa harus terhalang oleh kehadiran cinta lain, membentuk susunan cinta dalam sebuah persegi. Untuk bisa keluar dari dalam persegi itu, mereka harus bekerja ekstra dalam membaca perasaan orang lain. Bahkan harus mengorbankan...