Setelah berjalan cukup jauh, mereka akhirnya bisa mendirikan tenda walaupun matahari sudah tenggelam beberapa saat yang lalu.
Medan yang mereka tempuh memang tak seterjal dan tak seberbahaya jalur di Gunung Slamet.Mata Elina menyipit pada sepasang manusia yang tengah duduk beberapa meter di hadapannya.
"Sejak kapan mereka jadi deket?" Tanya Elina pelan pada dirinya sendiri.
Objek yang ia perhatikan sejak tadi adalah Adel yang tengah terang-terangan menemani Daniel, yang sudah jelas tak mau di temani siapapun.
"Kok Adel sikapnya gitu ya sama Daniel? Gue tahu dia suka sama Daniel, tapi ga gitu juga caranya. Lo ga ada tata kramanya banget jadi cewek.." Ucap Elina lebih pelan yang sebenarnya ia tujukan pada Adel.
Elina tahu itu. Elina tahu bahkan hanya dengan melihat tatapan Adel pada Daniel yang terlihat berbeda.
Ia tak pernah suka melihat aksi para kaum wanita yang merayu lelaki. Walau tidak terang-terangan, tetap saja kentara sekali dimatanya. Sudah kodrat kita sebagai perempuan itu di kejar, bukannya mengejar. Tetapi lain halnya jika berjuang untuk mempertahankan.
Ah, emansipasi wanita ya.
***
"Hii Guys!"
Sapaan seorang wanita di luar tenda membuat mereka terbangun dari lelapnya tidur.
"Itu siapa sih? Ini masih terlalu pagi buat bangunin orang yang lagi tidur.." Keluh Geeta yang masih mencoba untuk mengumpulkan nyawanya.
"Tau tuh! Matahari aja belum muncul. Lagian ini bukan hari sekolah.." Balas Adel yang kini tengah memperbaiki letak rambutnya.
Belum sempat Elina menambahkan kekesalan yang tengah mereka landa, suara bariton dari luar tenda membuatnya semakin bingung.
"Elina! Bisa keluar sebentar? Gue mau ngomong.." Ujar lelaki itu.
Untuk memastikan kebenaran dari apa yang ia dengar, Elina membuka res sleting tenda dengan cepat. Setelah ia keluar dari tenda, matanya menangkap sosok itu. Dia sedang tersenyum lebar padanya.
Baru kali ini dia tersenyum selebar itu padanya.Langit melangkahkan kakinya menghampiri Elina setelah meletakkan tas ranselnya di atas tanah. Ada Marsya juga yang kini tengah menghampiri tenda para pria. Saat tepat di hadapan wanita itu, ia justru menarik pergelangan tangan Elina pergi dari tempat itu.
Elina yang bahkan masih kebingungan, hanya bisa menurut tangannya di paksa. Elina bahkan tak sadar, sedari tadi di sebelahnya, ada Daniel dan Marsya yang sedang berpelukan.
Ia juga diam saja saat Langit menghentikan langkahnya pada sebuah jalan dengan ujung jurang. Terlihat jelas sekali matahari di ufuk barat akan segera tiba.
"Kenapa lo bisa ada disini?"
"Kenapa? Ga nyangka ya? Gue bisa lakuin apa aja demi untuk bertemu sang pujaan hati.. " Jawab Langit yang membuat Elina memutar matanya malas.
'Baru aja beberapa hari dia ke Amerika, tapi kelakuannya alay gini. Mereka makan apa disana?' ucap Elina dalam hati.
"The Mountains are calling and i must go" Jelas Langit setelah melihat Elina kebingungan.
Seketika, ada secuil hati Elina yang jatuh ke dasar jurang di depannya ini.
'Memangnya gue ngarepin apa?'
"El.." Panggil lelaki dihadapannya ini.
Elina mengalihkan pandangannya lalu menatap Langit.
"Hm?"
"Gue baru tau ternyata lo segitunya sama gue.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dalam Persegi
RandomPerasaan cinta tulus terpaksa harus terhalang oleh kehadiran cinta lain, membentuk susunan cinta dalam sebuah persegi. Untuk bisa keluar dari dalam persegi itu, mereka harus bekerja ekstra dalam membaca perasaan orang lain. Bahkan harus mengorbankan...