Part 13

54 31 2
                                    

Keberadaan sang mentari semakin menambah ketertarikan para pendaki gunung ini. Alam yang asri, suara burung yang saling menyapa menimbulkan alunan yang terdengar merdu.

Baru setengah perjalanan yang mereka tempuh dengan beberapa rintangan kecil.

Jepret..
Terdengar suara jepretan dari benda yang sedari tadi bertengger di leher Elina.

"El, lo foto bunga mulu. Fotoin gue dong kali-kali.." bujuk Gilang yang berada dibelakang.

Begini posisi mereka sekarang.
Indra, Daniel, Geeta, Marsya, Elina, Adel, Langit, Alwan, lalu Gilang.

Elina hanya melirik Gilang sinis.
"Narsis lo!"

"Iya, nih. Fotoin kita yaa.." sambung Geeta.

"Ya udah, ayo semua kumpul dulu. Kita mau foto" teriak Elina pada semua.

Mereka lantas mengambil tempat yang strategis untuk berfoto.

"Satu.. dua.. tiga.." ucap Elina memberi aba-aba.

Jepret.. jepret..

"Elina ikutan foto dong!" Ajak Adel.

"Terus siapa yang fotoin?"
"Biar gue aja.." ujar Indra menawarkan diri.

Elina lantas memberikan kameranya pada Indra dan mengambil tempat untuk berfoto.

"Senyum semuanya.."

Semua langsung mengerubungi kamera Elina saat mereka telah selesai dengan urusan sesi berfoto.

"Ih muka Gilang konyol!"
"Guenya lucu.."
"Kalian mukanya pada lelah semua deh.."
"Eh tunggu, kok wajah Langit sama Marsya mirip ya?" Komentar Geeta yang membuat mereka melihat ke arah objek yang dibicarakan.

Langit hanya memasang wajah datar. Sedangkan Marsya terlihat gelisah dengan puluhan tatapan itu.

Mata dan bibir mereka terlihat serupa.

"Iya mirip ya.." ujar Adel.
"Setahu gue yang mukanya mirip itu jodoh loh!" Ucap Gilang yang langsung dianggukkan oleh Geeta.

Elina merasa ada yang menggores hatinya. Begitupun Daniel. Yang lain hanya terdiam tak ingin ikut campur.

"Apaan sih? Jodoh tuh ditangan Tuhan.." ujar Langit sinis.
"Ayo lanjut jalan lagi!" Sambungnya.

Mereka lantas melanjutkan perjalanan dengan tampang penasaran terhadap Langit juga Marsya.

'Ini jantung kenapa sih? Tadi deg-degan sekarang kayak mau jatuh, sakit banget, ucap Elina dalam hati.

***

Semua peluh, keringat dan rasa lelah seolah terbayarkan dengan indahnya pemandangan alam didepan mata.
Saat pertama kali kau menginjakkan kakimu diatas gunung, matamu langsung jatuh hati dengan segala macam keindahan alam yang disuguhkan disini.

Semua mata memandang takjub. Ciptaan yang Maha Kuasa telah memanjakan mata mereka.

Semua diam. Hening. Semua sibuk dengan dunianya masing-masing. Mereka sudah tiba ditempat yang dituju.

Hingga suara yang berasal dari perut seseorang mampu membuyarkan dunia masing-masing.

Kruyuk...

Semua mata langsung melirik asal suara. Gilang.

"Hahaa.. lo lapar, lang?" Tanya Alwan.

Gilang hanya cengengesan ga jelas. Mereka semua tertawa. Mereka juga lapar sebenarnya.

Sebelum mengisi kekosongan perut, mereka harus berbenah terlebih dahulu. Membangun tenda dan mencari kayu bakar sebelum kegelapan melanda.

Usai sudah mereka berbenah. Ditemani gelapnya langit, mereka duduk melingkar mengelilingi api unggun.
Perutpun sudah terisi.

Cinta dalam PersegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang