Empat Puluh

41 15 1
                                    

Semua yang kamu anggap baik, belum tentu baik di mata orang lain. Tapi jangan menutup mata dan telinga untuk melakukan semua hal yang diinginkan. Karena jika itu terjadi, kamu akan sadar bahwa pendapat orang lain begitu diperlukan.

Deretan kata yang tertera di layar handphone miliknya membuat perempuan yang baru saja bangun dari tidurnya, langsung bangkit walau nyawanya belum terkumpul seutuhnya. Dengan rambut yang masih berantakan, ia berjengit kaget.

Pesan dari orang yang ia kenal sebagai adik dari salah satu sahabatnya itu, mampu membuat Geeta segera bangkit menuju kamar mandi. Walau separuh pikirannya masih belum bisa mencerna dengan jelas.

Sangat berbeda sekali dengan keadaan Adel yang kini tengah menjalankan mobil menuju rumah sahabatnya yang sudah lama ini tak ada kabar.

Sekalinya ada kabar, mengapa kabar buruk seperti ini yang ia dapat?

Sesekali Adel menekan klakson mobilnya. Baru beberapa jam sejak matahari menampakkan dirinya, kota Bandung sudah dipadati kendaraan. Maklum saja, hari ini hari minggu.

Setelah berkutat selama 20 menit di jalanan, mobil Adel menepi tak jauh dari rumah sahabatnya. Langkahnya terhenti saat akan keluar mobil, ia sedikit ragu.

Adel kembali menutup knop mobilnya dan bersandar pada kursi mobil. Ia akui ia sangat khawatir saat mendapat pesan tadi, makannya ia langsung tancap gas kemari. Tapi saat tempat tujuan sudah ada di depan mata, ia tak tahu harus melakukan apa.

Adel yang tengah bergumul dengan pikirannya melihat seorang wanita yang baru saja memakirkan sepeda motornya di depan mobil Adel. Walau terhalang oleh kaca mobil, Adel sangat mengenali sosok wanita itu.

"Pasti tuh cewek juga dapet pesan itu. Terus ngapain dia masih diem disitu?" Tanya Adel pada dirinya sendiri saat melihat gadis tadi hanya berdiam diri di atas motornya.

Adel memutuskan untuk keluar dan melangkahkan kakinya menuju wanita berbaju merah itu. Walau kentara sekali keraguan dalam dirinya.

"Ehemm.."

Geeta kaget setengah mati mendengar suara deheman seseorang di sampingnya. Saat ia ingin merutuki orang tersebut, ia baru sadar kalau sosok itu bukan orang lain baginya.

"Lo juga dapet pesan itu?" Tanya Adel langsung to the point.

Untuk sesaat kening Geeta berkerut. Lalu mengangguk mengiyakan.

"Iya. Lo juga dapet? Kenapa ga langsung masuk aja?"

Pundak Adel kembali melorot turun. "Entah kenapa gue jadi ragu buat masuk. Gue takut ga diterima lagi, karena dia sama sekali ga pernah mau ngomong lagi sama gue. Semenjak hari itu.."

Geeta tersenyum kecil. Ia tahu apa yang dirasakan sahabatnya ini. Karena walaupun Geeta satu-satunya orang yang tak terlibat dalam masalah itu, dirinya tetap merasakan sakit yang sama. Sakit karena merasa dijauhi dan diabaikan.

"Bisa kita kesampingkan masalah itu dan masuk dengan tenang?"

Tepat setelah Geeta mengeluarkan kata terakhirnya, seseorang keluar tepat dari rumah yang berada disamping mereka. Seorang wanita keluar dengan pakaian olahraga.

Saat mereka bertemu pandang, semua dilanda keterkejutan yang sama. Merasa tak ada yang berubah hanya dengan bertatapan, gadis itu menghampiri Adel dan Geeta.

"Kalian lagi ngapain disini?" Tanya Marsya canggung.

Dalam hati Marsya merutuki dirinya sendiri bertanya seperti itu pada sahabatnya. Seolah bertanya sedang apa disini saat penghuni rumah sudah tak ingin berkomunikasi lagi?

Cinta dalam PersegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang