45

38 15 0
                                    

Merasakan malam di pinggir pantai, dengan deburan ombak yang saling bertubrukan. Angin malam juga menggoyangkan pepohonan di sekitar pantai. Begitu damai terasa.

Kawasan ini memang banyak dikunjungi para wisatawan, jadi selalu ramai walau malam tiba.

Mereka kali ini sedang menikmati makan malam. Ikan bakar menunya.

Api unggun dinyalakan di tengah-tengah mereka.
Membentuk sebuah lingkaran dengan api unggun di tengahnya.
Ada yang sibuk menyiapkan bumbu untuk ikan bakarnya, ada yang sibuk memperhatikan keadaan sekitar, ada yang sibuk membenarkan senar gitar, dan ada yang sibuk membuat video dokumenter.

Disetiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Jika ada awal maka ada akhir. Namun sebenarnya akhir itu tak ada, yang ada adalah jalan yang baru. Persis jalan tol saja, jika kita keluar dari jalan tol maka kita akan menemukan jalan baru. Jalan akan tetap ada sampai kita menemukan tujuan kita.

Tujuan hidup kita adalah ridho-Nya.

Mereka akan memilih universitas yang mereka inginkan dan dirasa cocok dengan mereka.

“Ehh, Al nyanyi dong!” Pinta Geeta.

“Nyanyi apa?” Tanya Alwan seraya membulak-balikkan ikan yang sedang dibakar agar matangnya merata.

“Nyanyi... Mine aja, Petra Sihombing” Usul Geeta dengan semangat empat lima.

“Bentar, gitar nya masih belum enak nih” Cegah Langit.
Setelah gitarnya siap, mereka kemudian bernyanyi bersama di hadapan api unggun.
Langit dan Daniel memainkan gitarnya, Indra dan Gilang menari bersamaan. Keseruan yang mungkin akan sangat dirindukan.

“Adel! Kecapnya kebanyakan, gimana sih lo.” Omel Geeta saat melihat Adel memasukkan terlalu banyak kecap pada bumbu ikan bakar.

“Ehh sorry sorry”

“Makannya jangan salfok dong. Lo mah liatin Alwan mulu.” Timpal Marsya.

“Idihh apaan sih”

Adel melihat ke arah Alwan. Senyuman terukir di wajahnya ketika menemukan sosok Alwan yang tengan membolak-balikkan ikan sambil bernyanyi.

Tak sengaja, pandangan mereka bertemu saat itu juga. Tapi senyuman tak kunjung lahir di bibir Alwan. Membuat senyuman yang ada di wajah Adel menghilang perlahan.

Tatapan dingin tak berpenghujunglah yang terjadi.

“Gue benci hal ini. Gue benci saat dimana bola mata kita saling bertemu di satu titik yang sama. Seketika dunia gue mendadak terhenti, suasana sekitar menjadi sunyi, bahkan gue bisa denger degup jantung gue sendiri. Menunggu senyuman itu lahir di wajah lo. Nyatanya senyuman itu takkan pernah lahir. Lo bukan Alwan yang gue kenal.” Kata Adel dalam hati.

“Al, lo mau biarin tu ikan gosong?” Celoteh Daniel dengan senyum menawannya.

Tangan Alwan segera menarik ikan dari api. Menghindari agar ikan tidak semakin gosong. Tapi ternyata gerakan Alwan telat, ikan sudah gosong tak berbentuk dimakan api.

Alwan mengendus kesal.
“Makannya jangan liatin Adel mulu. Katanya mau move on. Ini yang lo sebut move on? Bilang aja lo masih naksir dia, Al...” Ucap Daniel seraya menyeringai ke arah Alwan.

Malam ini mereka habiskan dengan menikmati sensasi pantai di malam hari, memakan ikan yang mereka bakar sendiri, ditemani iringan musik yang mengalun merdu, bernyanyi  bersama di tengah hangatnya api unggun. Tertawa, bercerita dan lain sebagainya.

Pengalaman adalah sesuatu yang mahal. Apalagi pengalaman bersama sahabat. Moment yang tak akan pernah bisa dibeli.

Banyak lagu yang dinyanyikan bersama malam ini. Mereka terlarut ke dalamnya sampai lupa waktu juga semakin malam.

Cinta dalam PersegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang