Part Dua Delapan

47 19 0
                                    

"Elina.. tolong maafin gue" Kata  Adel halus dengan pandangannya yang terus manatap manik mata Elina.

"Gue mohon sama lo. Jangan karena ini persahabatan kita jadi ada jarak. Gue tau gu-" Adel mencoba untuk menjelaskan tapi nyatanya Elina sudah tak peduli, buktinya dia memotong pembicaraan Adel.

"Gue ga mau denger penjelasan lo lagi. Stop talking in front of me now! Please tinggalin gue sendiri" Tegas Elina dengan tatapan membunuhnya.

Adel mengambil langkah mundur. Tak tahu harus bagaimana lagi. Dia meyakini bahwa apa yang terjadi adalah salahnya.

Sahabat terdekatnya kini semakin jauh darinya. Hal yang memang dihindarinya sejak dulu, hadir dalam hidupnya.

"Kok pusing ya" Gumam Adel.

Bayang-bayang hitam mulai menutupi penglihatannya, kemudian dalam hitungan tiga detik Adel terjatuh tak sadarkan diri.

Di sisi lain, Marsya dan Daniel tengah berjalan berduaan. Menikmati sejuknya udara. Mumpung lagi di gunung, yang dicari ya paling udara segar dan pemandangan, tak jauh dari itu.

"Kamu kok bentaran di Amrik nya?" Tanya Daniel iseng, padahal jauh di dalam hatinya dia sangat senang Marsya cepat pulang ke Indonesia.

"Abisnya yang ada perlu kan  ayah, bukan aku ataupun Langit. Kita dibutuhin sehari doang di sana, cuma buat nyaksiin dan ikut tanda tangan kontrak bisnis. Tadinya sih sekalian mau holiday, tapi si Langit ngebet banget pingin ke sini" Jawab Marsya panjang lebar.

"Pasti seru ya. Bisa ikut sana-sini. Keluar negerilah. Pengalaman kamu juga pasti nanti bakalan luas"

"Seru sih dikit tapi. Lagian mamah ga bisa ikut bareng kita" Marsya menundukan kepalanya.

Diraihlah tangan kanan Marsya oleh Daniel. Marsya menoleh saat merasakan hangatnya tangan Daniel. Senyum kedua insan muda itu kini menghiasi setiap perjalanan mereka di sekitar gunung Sindoro.

"Adel!" Teriak Marsya panik.

Dengan cepat Marsya melepaskan genggaman tangannya dengan Daniel.

"Adel, lo kenapa?" Masih dengan paniknya Marsya mengangkat kepala Adel dan menjadikan pahanya sebagai bantal.

"Sya, mending kita bawa aja Adel ke tenda" Dengan sigap Daniel berkata, wajah paniknya juga terlihat jelas kali ini, mengingat Adel yang tak sadarkan diri tanpa ada yang tahu. Tak terbayangkan jika Daniel dan Marsya tak menemukan Adel.

Daniel menggendong Adel di punggungnya.
"Sya kamu pegangin Adel juga ya dari belakang takutnya dia jatoh" Kata Daniel dengan nafas yang tersenggal-senggal.

Setelah beberapa menit mereka Akhirnya sampai di tenda. Ternyata tenda sudah ramai karena kehadiran Vena. Terlihat dari kejauhan mereka sedang bercanda.

"Eh eh, itu kan Adel, kok digendong Daniel ya" Gilang menyadari keberadaan Adel yang tengah Daniel gendong.

"Bukain tenda" Perintah Daniel.
Keringat saat itu berhasil membanjiri tubuh Daniel.

Alwan segera membuka tenda yang Adel huni.

"Kenapa? Apa yang terjadi?" Alwan terlihat cemas. Namun, Daniel hanya menggelengkan kepalanya dan keluar tenda.

Vena yang baru saja tiba langsung bertindak. Dia mengeluarkan perlatannya dan mulai memeriksa keadaan Adel.

"Tekanan darah Adel rendah. Terus perut dia kosong" Jelas Vena.

"Kok lo tau sih perut dia kosong Ven?" Tanya Gilang.

"Isshhh.. lo mau tau? Tadi waktu gue periksa perut Adel pake stetoskop cacing yang ada di perutnya bilang kalo mereka belum makan." Jawab Vena asal.

Cinta dalam PersegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang