34

35 17 0
                                    

Bluggg..

Adel baru saja masuk ke dalam mobilnya. Suara pintu mobil yang tertutup itu terdengar sangat keras.

Adel menunduk sampai dahinya mengenai setir mobil. Dia menangis sejadi-jadinya. Sampai-sampai dia tak merasa saat ada seseorang yang masuk ke dalam mobilnya, tepat di jok depan sebelahnya. Seseorang itu tak lain adalah Alwan.

Setelah duduk dan kembali menutup pintu mobil, Alwan memulai percakapan yang terasa sangat canggung itu. Niat awal ingin mengomeli Adel, kini niat itu di kubur dalam- dalam. Alwan tak tega melihat kondisi Adel sekarang.

"Del, lo jangan kaya gini dong" Alwan memberikan tatapan teduh nya pada Adel.

"Ngapain lo disini!" Adel malah balik membentak Alwan.

Tangisnya masih sama dengan saat pertama dia masuk ke dalam mobil.

Alwan meraih tangan Adel dan menggenggamnya erat. Terlihat, Adel sangat kebingungan. Alisnya mengerenyit hampir bertautan, tangisannya juga perlahan mulai mereda.

"Gue denger pembicaraan lo sama Elina. Gue mo-" Dengan cepat Adel memotong pembicaraan Alwan dan melepas tangannya kasar.

"Terus kenapa lo masih di sini" Kata Adel seraya menghapus jejak air matanya dengan kasar, sampai pipi Adel sendiri menjadi merah.

"Mmmm,, gu-e cu-" Ujar Alwan namun lagi-lagi Adel potong begitu saja.

"Apa! Mau lo apa. Udah jelas-jelas gue itu bukan orang baik. Apa yang gue lakuin bahkan nyakitin sahabat gue sendiri. Dan buat apa lo masih ada di sini kalau lo udah tau semua kebusukan gue!" Teriak Adel membuat air matanya kembali pecah.

"Tap-"

"Tapi apa?! Gue mau lo pergi dan jauhin gue. Gue ga mau bikin lo jadi sama kaya gue, buta karena cinta. Sebenernya apa sih yang bikin lo bertahan sejauh ini, hah? Denger ya, gue itu ga butuh lo" Masih dengan air mata dan teriakannya.

Satu bulir air mata juga kini turun dari mata sendu Alwan. Dia sudah tak bisa lagi menahan air matanya yang terasa sangat berat.

"Oke,, kalo itu mau lo. Gue bisa dengan leluasa pergi dari hidup lo. Gue juga gak bakalan buta karena cewek gila kaya lo. Dan satu lagi, yang bikin gue bertahan sejauh ini karena gue punya prinsip.." Alwan menggantungkan kalimatnya seraya menghirup oksigen.

"Saat gue menyayangi seseorang gue bisa bertahan karena itu.
Tapi gue juga bisa berhenti bertahan kalau gue bener-bener udah gak dibutuhin lagi. Dan nyatanya, sekarang lo bilang langsung kan ke gue, kalo lo udah ga butuh gue. Gue berhenti. Puas lo." Adel tersentak saat mendengarnya.

Saat itu juga, Alwan keluar dari mobil dan membanting pintu dengan keras.

Terngianglah perkataan Alwan. Tatapan mata Alwan yang tajam saat berbicara tadi juga masih dapat Adel rasakan.

"So hard" Lirih Adel di sela isakannya.

Tatapan mata teduh yang biasa Alwan tunjukkan sekalipun sedang Adel sakiti, kini tak mungkin didapatkannya lagi. Bahkan Alwan juga memutuskan untuk berhenti dan pergi dari kehidupan Adel.

Tangisan kembali pecah saat tadi berhenti sejenak. Dipukulah setir mobil beberapa kali oleh Adel. Tak peduli sesakit apa tangannya setelah itu. Sakitnya tetap tak terasa. Sakit yang berasal dari dalamlah yang malah semakin terasa.

Sementara itu...

"Hiks..hiks.." Elina masih di tempat yang sama namun isakkan nya semakin menjadi.

'Del, kenapa lo jadi kaya gini?' Saat mulut tak dapat berkata karena isakkan yang memaksa, hati pun ikut berbicara.

"El.." Panggil Langit yang kini berdiri di hadapan Elina.

Cinta dalam PersegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang