Beberapa menit pertama perjalanan, mereka habiskan dalam diam. Tidak ada salah satu dari mereka berdua yang ingin memulai percakapan. Bahkan Langit yang notabene adalah orang yang mengajak gadis dibelakangnya untuk pulang bersamapun tak kunjung bicara.
Banyak sekali yang dipikirkan oleh gadis yang membiarkan rambutnya tergerai dibelai semilir angin seiring bergeraknya sepeda motor yang di tumpanginya. Terlihat dari beberapa kerutan yang nampak di dahinya, ciri orang yang sedang berpikir. Walau tertutupi oleh helm yang ia kenakan.
Setelah keheningan yang memuncak, juga dengan pertimbangan bahwa sebentar lagi mereka akan sampai di tempat tujuan, yang berarti Langit sudah tidak mempunyai kesempatan lain untuk berbicara dengan Elina.
Lelaki itu berdehem untuk menyadarkan Elina yang sedang melamun.
"Ekhem.. Bisa lo jelasin kenapa gue harus jauhin lo? " Tanyanya hati-hati.
Elina meresponnya dengan menghela nafas dalam dan memejamkan matanya untuk mendapat ketenangan. Langit bisa melihatnya lewat kaca spion.
"Gue ga mau kenal lagi sama lo." Jawab Elina dingin.
"Elina please.. Jangan jawab pertanyaan gue dengan jawaban yang bikin gue tambah bingung."
"Kalau gitu simple. Lo jauhin gue, dan gue ga akan bikin lo pusing.."
Sejenak Langit menghirup nafasnya dalam. Ia harus menanyakan apa yang selama ini merangsang di pikirannya setelah ucapan Elina kemarin.
"Oke. Lupain itu. Gue mau nanya, ada orang yang ngancem lo? Dengan jaminan keluarga dan orang terdekat lo?"
Langit bisa melihat keterkejutan dari raut wajah Elina. Ia sudah dapat jawabannya.
"Bukan urusan lo." Jawab Elina tajam.
"Gue tahu ada yang ga beres. Gue ga bakalan nyerah, El."
"Terserah lo. Gue ga peduli."
Dengan susah payah Elina tetap memasang wajah datarnya. Ia tahu Langit bisa melihatnya.
Tak ada lagi percakapan setelah jawaban terakhir Elina. Mereka membungkam mulut sepanjang sisa perjalanan.
"Inget janji lo. Jangan pernah ganggu hidup gue lagi." Kata Elina penuh penekanan setelah melepas helm dan memberikannya pada Langit.
Elina menatap Langit dingin sebelum berlalu meninggalkan Langit. Yang ditinggalkan hanya bisa tersenyun kecut. Mau bagaimana lagi?
****
Semburat cahaya muncul dibalik kumpulan awan disana. Cuaca cerah yang disambut hangat oleh para burung yang berkicau ria dan semilir angin pagi.
Belum lagi tetesan embun yang nampak bersarang dan berjatuhan dari daun-daun, semakin menambah harmonisasi di pagi hari. Setidaknya cuaca saat ini sangat menjanjikan bagi mereka yang akan memulai aktivitas sekolah hari ini. Setelah melewati liburan panjang.
Tentu berlaku bagi Marsya dan para sahabatnya. Mereka sedang menjalani upacara rutin sekaligus menyambut para siswa tahun ajaran baru. Sedikit sambutan dari kepala sekolah dan melepas rindu dengan teman-teman.
Hari pertama memang tak banyak kegiatan. Oleh sebab itu, mereka diperbolehkan pulang lebih awal. Seperti ketiga perempuan yang kini tengah berada di ruang rawat inap dengan segaram yang masih melekat di tubuh mereka.
"Hari ini lo udah boleh pulang, kan?" Tanya salah satu dari mereka, satu-satunya perempuan yang mengikat rambutnya.
"Iya. Barang-barang gue juga udah di packing. Lagian gue juga udah sehat, sore nanti gue pulang ke rumah. Perkiraan dua minggu rawat inap ternyata meleset. Padahal gue betah disini. Males sekolah soalnya. Hehe" Jawab Adel diakhiri dengan kekehan kecilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dalam Persegi
RandomPerasaan cinta tulus terpaksa harus terhalang oleh kehadiran cinta lain, membentuk susunan cinta dalam sebuah persegi. Untuk bisa keluar dari dalam persegi itu, mereka harus bekerja ekstra dalam membaca perasaan orang lain. Bahkan harus mengorbankan...