38

57 15 0
                                    

Langit malam kembali tak menunjukkan keberadaan para makhluk langit, seperti bintang dan bulan. Hitam legam tanpa satu titik cahaya. Nampaknya langit sedang berawan malam ini. Ya begitulah, kesimpulan yang diambil Geeta di balkon kamarnya, saat dia merasa kecewa karena tak dapat melihat indahnya cahaya bintang dan bulan malam ini.

Aktivitas malam yang biasanya disibukkan dengan gadget, malam ini Geeta habiskan di balkon kamarnya dengan memandangi langit yang nampak polos tanpa taburan bintang. Merenungkan setiap kejadian-kejadian yang mampu merubah persahabatannya.

Tak hanya hal pahit yang diingatnya. Kenangan indah pun mulai diputar oleh otaknya. Bagaiakan televisi yang mengulang sebuah adegan dengan gerakan yang diperlambat. Senyuman dan tawa ketiga sahabatnya terus berputar dalam ingatan. Kenangan saat mereka pertama kali berkenalan dan mendaki gunung, membuat Geeta tersenyum ketika memori itu juga hinggap dipikirannya malam ini.

Waktu bergulir tanpa terasa. Semua cepat sekali berubah. Baru saja kemarin Geeta merasakan canggungnya pertemanan mereka yang lambat laun berubah menjadi sebuah persahabatan. Namun apa yang terjadi? Kini persahabatan yang telah mereka bingkai rapi, sudah tak memiliki rupa sebagai sebuah persahabatan. Semuanya benar-benar sudah tak jelas sekarang.

Terhitung sudah lebih dari satu bulan mereka tak saling sapa. Saat mereka berpapasan di sekolah saja, mereka seperti orang yang tidak saling mengenal. Elina apalagi, dia selalu memasang wajah datarnya dan selalu pura-pura tak melihat. Masih mending, Adel dan Marsya memberikan tatapan mereka yang entah apa artinya.

Geeta yang tak banyak terlibat dalam masalah ini merasa bahwa dirinya itu sangat kecil. Ditambah dia tak tahu banyak tentang persahabatannya, sekalipun kejadian-kejadian kecil yang sering diungkit-ungkit oleh ketiga sahabatnya.

Kemana saja dia selama ini, kalau begitu?

"Ya ampun Geeta!" Geeta menepuk jidatnya, satu detik setelahnya dia meringis kesakitan karena tepukannya terlalu keras.

Kabar Daniel dan kawan-kawannya juga tak terdengar belakangan ini. Bahkan Gilang yang hampir setiap saat menemani Geeta.

'Gue kangen lo, Gilang..' Seketika pikiran Geeta diambil alih oleh Gilang.

Hari-hari nya kini terasa membosankan. Pagi, sore, dan malam hari tanpa gangguan makhluk bernama Gilang. Geeta merasa ada yang hilang. Sosok hangat dan humorisnya Gilang, tentu.

Berangkat sekolah, Geeta lebih banyak sendiri. Untungnya orang tua Geeta memberikan izin pada Geeta untuk membawa sepeda motor, lagipula Geeta sudah memiliki SIM.

"Geeta berangkat!" Teriakan itu melengking berbarengan dengan berbunyinya deru mesin sepeda motor.

Di perjalanana menuju sekolah dia melihat Marsya yang sedang berjalan. Geeta tersenyum lalu menghampiri Marsya. Tiba-tiba rasa yang terbilang aneh menyeruak begitu saja. Apa mungkin gengsi? Entahlah. Karena setelahnya Geeta kembali lurus mengikuti jalan menuju sekolahnya.

Marsya juga sebenarnya melihat Geeta yang hendak menghampirinya. Akhirnya dia menghela nafas saat tau Geeta tak jadi menghampirinya. Perasaan aneh yang sama, namun lebih kentara.

Geeta memarkirkan sepeda motornya. Saat itu juga Adel turun dari mobilnya. Tatapan mereka bertemu. Namun tak bertahan lama. Adel yang memutuskan kontak mata itu sepihak. Setelah membetulkan posisi tas gendongnya, Adel berjalan melewati Geeta yang masih kaku.

"Assalamualaikum" Elina mencium tangan ayahnya setelah turun dari sepeda motor. Elina memang diantar ayahnya pagi itu.

Elina mempercepat langkahnya. Pasalnya dia melihat Adel dan Geeta ada di belakangnya. Dia merasa marah ketika melihat Adel. Dia juga merasa tak enak pada Geeta.

Cinta dalam PersegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang