"Ibu itu nyata, ia asli. Setidaknya itu hal yang dapat aku pahami." -H (7 yo)
*
**
Satu hal yang tidak aku mengerti dari ibu adalah bagaimana ia masih bisa menampilkan wajah malaikatnya pada posisi dimana siapapun akan melarikan diri dan berharap tak pernah bertemu iblis macam dia.
Aku tak mengerti apa yang ada dipikirannya. Aku tak mengerti sikap ayahku. Bahkan tidak pada jalan hidupku.
Ada apa dengan dunia dan seisinya?
Aku berharap malam tak pernah datang dan bulan tak akan hadir. Aku akan memberikan segalanya yang aku punya pada siapapun yang akan mengabulkan harapanku. Namun, detik selanjutnya aku sadar bahwa aku tak memiliki apa-apa.
Tidak ada apa-apa.
Aku hanya memiliki ibu. Dan aku tak akan memberikan dia kepada siapapun.
Tidak akan.
Tuhan juga sama saja. Ia memberikanku hidup namun juga kematian. Apa salahku, aku bertanya-tanya.
Tak ada kedamaian. Mereka fiksi. Palsu. Tidak nyata. Setidaknya di dalam hidupku.
Tapi, suara itu selalu datang. Entah apakah itu nyata atau hanya dalam mimpi yang menghiasi sepanjang malamku. Terkadang aku mendengar keduanya. Menjerit. Semua berteriak tepat di depan telingaku. Rasanya ingin aku sumbat dengan apa saja agar telingaku tak mendengarnya. Namun, suara itu bukanlah jenis suara yang bisa aku hentikan dengan sumbatan tangan ataupun bantal bahkan benda lainnya. Suara itu tak bisa dihentikan dengan apapun.
Aku menjerit ketakutan. Memohon pada Tuhan untuk menghentikan suara menyakitkan ulu hati milikku. Namun, Tuhan diam. Ia tak mendengar permohonanku. Ia membiarkanku menderita hingga rasanya ingin mati. Sampai pada akhirnya ibu datang dengan wajah bilurnya seraya mengatakan bahwa aku bermimpi buruk.
Ibu nyata sedangkan Tuhan tak ada di sampingku.
Jika itu hanya mimpi, aku senang. Walau banyak orang mengharapkan mimpi indah seperti di taman surga.
Namun, mimpi itu palsu. Dunia ini nyata. Jika aku dapat bermimpi pun setidaknya itulah mimpi indahku walau berakhir tragis. Karena ketika aku membuka mata dan melihat dunia, mimpi burukku yang sebenarnya dimulai.
Namun, tetap saja.
Tidak masuk akal jika mimpi bisa menjadi senyata itu. Aku sangsi diantaranya pastilah benar terjadi. Namun, aku diam. Mulutku tak mampu mengeluarkan sepatah kata. Tanganku hanya memeluknya erat sambil bergumam bahwa ia nyata. Ia berada disampingku. Ia selalu ada untukku. Ia akan selalu melindungiku. Ia nyata. Bukan mimpi. Bukan khayalan. Wajahnya benar ada. Bukan hanya setitik cahaya yang kerap kali muncul di mimpi.
Ibu nyata, ia asli. Setidaknya itu hal yang dapat aku pahami
Dan sakit ini palsu. Tidak benar-benar ada. Kesedihan ini hanyalah khayalanku. Pria itu tidak asli. Ia hanya gambaran tokoh jahat dari dongeng yang ibu bacakan padaku. Mereka tidak benar-benar ada.
Mereka mati.
Dan karena itu aku mendapatkan setitik kebahagiaanku. Mereka mati! Aku senang.
"Harry!" Suara menyeramkan itu memanggilku. Membuyarkan lamunan indahku.
Ia belum mati.
Aku tak ingin datang namun kakiku melangkah sendiri karena takut mereka akan dipukuli. Aku juga takut.
Pikiranku langsung tertuju pada ibu. Dimana dia? Ibu sedang pergi, ingatku.
Tak ada yang melindungiku.
Namun, aku ini lelaki. Aku yang menjadi pelindung ibuku dari monster iblis itu. Ibu tak perlu melindungiku. Aku bisa menjaga diri, gumamku berharap keberanian itu benar-benar muncul.
Berada di dekatnya membuatku gelisah. Ia ayahku. Aku berusaha mengingatkan. Namun, suara lain justru menyangkal dan mengatakan bahwa ia penjahat yang memukul ibuku.
Aku percaya pada suara itu.
Pria itu sedang duduk di meja makan dengan koran di tangannya. Aku menghampirinya pelan dan diam ketika sudah berada di hadapannya. Takut untuk mengatakan apapun.
Beberapa saat kemudian, akhirnya ia menyadari keberadaanku. Matanya menatapku tajam. Lalu ia menaruh korannya dan berdiri. Tangannya diletakkan di bahuku.
Aku ingin mengatakan padanya untuk tidak menyentuh apapun dariku. Aku tak ingin disentuh oleh tangan yang memukuli ibuku setiap malam. Namun, aku tak berani. Jadi aku membiarkannya dengan enggan. Kakinya mengajakku melangkah ke pintu luar. Aku tak bertanya. Namun, ia memberikan jawabannya.
"Ayo, ikut ayah jalan-jalan."
Dan aku tahu ini bukanlah jalan-jalan menyenangkan seperti anak lain biasanya.
Jadi, aku harap jeritanku dalam diam memanggil ibuku mampu menyelamatkanku menghadapi monster dalam diri ayahku. Walau suara dengan tekadnya mengatakan aku bisa menjaga diri tanpa bantuan ibu, hatiku menyangkalnya. Aku merasa takut. Untuk yang kesekian kalinya aku menjadi pengecut.
Sambil bergumam bahwa ibuku itu nyata, dan pria dihadapanku ini palsu, aku langkahkan kakiku dengan berat menyusuri jalan sepi dengan pohon rindang bertiup angin di pagi hari yang kelabu.
Kuberanikan diriku untuk berdiri tegak. Walau suara lain berkata hal yang tak akan aku lupa saat itu, bahwa aku sendiri dan aku ditemani monster.
###
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Of Harry (Prequel)
Historische Romane[Prequel from THE PAST] [It means you have read 'THE PAST' first] Check my works. Britania Raya, 1835. Para pembaca, saya hanya bisa menyampaikan; Ketika masa lalu menjadi pokok pembicaraan, sungguh, sejujurnya sebab-akibat akan menjadi momok nyata...