"Jika banyak orang mengatakan kebenaran itu pahit, aku lebih suka mengatakan bahwa kebenaran itu menyiksa. Karena rasanya seperti ribuan panah yang dilepas lalu menancap di sekujur tubuhku saat ini." -H
"Kau siapa?"
Pertanyaan itulah yang pertama kali terlontar dari mulutnya ketika empattahun yang lalu aku berdiri di depan pintu rumah yang pernah aku datangi dulu.
Ia tidak mengingatku. Tidak mengenaliku.
"Kau Tuan William Granch?" Tanya pengawalku membuat pria yang duduk di kursi rodanya mengangguk.
Matanya memandangku sejenak dengan sorot menyelidik. Tetapi, tak ada suatu hal kesadaran yang membuatnya berpikir bahwa aku bukanlah orang asing.
"Ia Tuan Styles. Bangsawan dari Cubicle Park yang tanahnya terbentang dari barat hingga Timur dari tempat ini. Termasuk tempat ini." Itu suara pengawalku. Sementara yang kulakukan diam berusaha menerjemahkan sesuatu.
William tampak lebih tua dari yang bisa kuingat. Tampak lebih kurus. Tampak tak terurus. Terlebih lagi, tampak lebih tak bernyawa.
"Tapi, aku pemilik tempat ini." Katanya defensif.
"Kami bermaksud untuk membeli tanahmu. Katakan harganya dan--"
"Rumahku tidak dijual." Ucapnya lantang. "Dengan sangat hormat, jika kedatangan kalian adalah untuk membeli tempat ini, aku harus mengusir kalian pergi."
"Kami akan memberikan apapun yang kau minta. Tuan kami akan--"
"Aku bilang tidak dijual!" Bentaknya. "Aku menunggu seseorang yang belum pulang. Jika--jika," wajahnya kesakitan. Tangannya terangkat menekan dadanya seakan terdapat benda tak kasat mata yang sedang menancap di sana.
"Tuan Styles kami akan--" tanganku mengkode agar ia berhenti bicara.
"Siapa yang kau tunggu?" Tanyaku.
Aku tahu.
Aku tahu sebenarnya siapa yang dia tunggu.
Dan yang tidak akan pernah datang....
"Emmaku." Jawabnya. Menimbulkan rasa nyeri tertahan di sekujur tubuhku. "Dia adikku. Aku tidak bisa menjual tempat ini, Tuan. Karena, dia belum kembali. Dia habis bermain dan belum kunjung pulang."
"Kami tidak akan merobohkan rumahmu sekarang, Tuan. Kau hanya perlu mengatakan berapa--"
"Aku bilang diam." Kataku pada pengawal bodoh itu.
Ia lantas menunduk dan bergumam, "maaf, Tuan Styles."
"Adikku bukan tipe anak yang akan pulang malam ini atau besok. Aku tidak tahu kapan dia akan pulang." Jelas William dengan lirih.
"Begini, Tuan Granch." Ujarku meminta perhatian. "Sebagai pembeli yang membutuhkan tanah ini, aku akan memberikan tunjangan untukmu. Sebut saja apa yang kau inginkan dan aku akan memberikannya."
Lalu seperti itu. Pada akhirnya, entah mengapa tiba-tiba saja ia tinggal di tempatku beberapa waktu setelahnya.
Aku tahu bahwa akulah yang menawarinya.
"Kau bisa menjadi penjagaku di rumahku." Kataku saat itu.
Ia mempercayai kesannya yang salah atas niatku.
Ia percaya bahwa akulah penolongnya.
Bangsawan dermawan yang membantunya. Padahal aku berada di sisi lain yang mungkin tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.Kenangan itu memudar. Rasanya diriku ditarik kembali ke peradaban yang berbeda. Suara air menderu-deru sementara anginnya berhembus kencang. Hari petang seperti ini adalah salah satu hal yang patut dibanggakan. Karena pikiranku akan melayang sebelum jatuhnya bulan di angkasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Of Harry (Prequel)
Historical Fiction[Prequel from THE PAST] [It means you have read 'THE PAST' first] Check my works. Britania Raya, 1835. Para pembaca, saya hanya bisa menyampaikan; Ketika masa lalu menjadi pokok pembicaraan, sungguh, sejujurnya sebab-akibat akan menjadi momok nyata...