Throne - Chapter 2

351 67 22
                                    

"Aku tidak pernah melakukan hal seperti ini. Respon naturalku adalah mengusir mereka sejauh mungkin, menghina mereka sedalam mungkin, dan menyakiti mereka sesering mungkin." -H

"Jauhkan tubuhmu dariku." Perintahku dengan segala penekanan disetiap suku katanya. Namun, yang diperintah diam mengabaikanku. Dengan menahan amarah, aku berkata, "aku bilang, jauhkan tubuh biadabmu dariku!"

Ku rasakan gelengan keras di punggungku. Aku menghela napas kasar. Lantas melepas paksa kaitan jemarinya di atas perutku lalu mendorongnya hingga terdengar suara jatuh di belakang.

Aku tidak mengindahkan. Tanpa menoleh sedikitpun aku pergi meninggalkannya sendirian. Lalu jeritannya kemudian membuat langkah kakiku berhenti di atas tanah basah.

"Jangan pergi!" Teriaknya dengan sesenggukkan. "Aku mohon, dengan segala kerendahan jiwamu, tetaplah di sini." Mohonnya.

Aku berbalik badan. Mendapatkan tubuhnya yang terduduk pada lantai dingin. Rambutnya terikat acak dengan sulur jatuh ke bahunya yang telanjang dengan gaun putih panjang. Raut wajahnya membuatku panik seperkian detik. Hingga berhasil membuatku bertanya,

Siapa yang telah melakukan hal buruk padanya?

Kemudian, aku mendapat jawaban bahwa mungkin akulah orangnya.

"Apa yang terjadi padamu?" Tanyaku saat melihat memar hitam pada bahunya. Aku menghampirinya dan berjongkok di hadapannya. Menyingkap rambut gelapnya dan melihat lebih jelih bentuk memar di bahunya. "Jelaskan padaku!"

Wanita ini tidak menjawab. Matanya tidak berhenti menatap. Air matanya juga tak kunjung hilang. Suatu hal yang membuatku kesal karena ia memutuskan menunjukkan kelemahannya di hadapanku saat ini.

Bukankah ia adalah wanita sama yang menghinaku hingga membuatku benar-benar merasa menjadi manusia terendah di dunia?

Bukankah ia wanita sama yang sungguh berani menantangku walau tahu ia tidak beradaya dimanapun tubuhnya berada?

Aku kira ia adalah wanita sama yang kerap muncul menjadi perbincangan berbeda dalam pikiranku yang tidak bisa kuusir jauh untuk meneliti jenis wanita apa dia.

Tetapi, ini adalah sosok yang berbeda. Matanya berbicara dengan gemetar menunjukan betapa takutnya dia saat ini.
Hal yang tidak bisa kuterima adalah bahwa ia bukan takut padaku.

Ia takut pada apa yang tidak aku pahami sampai saat ini. Dan hal itu membuatku tidak nyaman untuk melihatnya terus menderita.

Ada yang salah padaku, aku tahu. Semuanya salah sejak pertama ia menunjukkan batang hidungnya dan memohon padaku di kapal budak itu.

"Apa yang terjadi padamu?" Tanyaku lagi. Namun, ia masih menutup mulutnya. "Jika tidak bicara--"

"Apakah kau akan di sini jika aku bicara?" Tanyanya dengan begitu lirih. "Kau harus di sini dan temani aku."

Aku tertawa, "Kau tidak bisa memerintah--"

"Aku tahu!" Serunya. "Dengan segala penghormatan di dunia ini, aku tahu bahwa aku tidak bisa memerintahmu. Tapi, ia akan datang padaku jika kau tidak bersamaku."

"Ia siapa maksudmu?"

"Wanita pasung itu." Jawabnya takut. "Ia terus datang dan menuntunku ke sini. Kau harus menolongku!"

"Kau pasti sudah gila." Putusku. "Dimana Helga? Mengapa kau tidak bersamanya?"

"Aku rasa," ucapannya tergantung. Kemudian tangannya menjambak rambutnya kuat-kuat. "Aku tidak tahu! Kupikir aku barusaja membunuhnya."

Aku diam dan memperhatikan kebingungannya. Dunia memang punya ceritanya sendiri. Dan di sini, ibuku sendiri sudah menyenggol titik kewarasan budak Amerika ini hingga begitu parahnya.

The Past Of Harry (Prequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang