Chapter One - Gloomy

448 54 11
                                    

"Aku melangkahkan kakiku keluar saat itu sambil teringat bahwa aku merasakan hal yang sama pengecutnya seperti limabelas tahun yang lalu." -H

"Dia Harry Styles!" Telingaku waspada mendengar pekikan seseorang menyebut namaku saat aku sedang berada di Toko Anggur DeBour. Aku melihat pria perawakan pendek dengan wanita buruk rupa di sampingnya. Berdiri dekat pintu keluar dengan noraknya.

"Mana bisa aku tidak tahu dia, Jane? Sejagad raya mengetahui dirinya yang bengis. Usianya baru menginjak angka duapuluhdua tapi sifatnya sangat sombong melebihi Raja." Ucap pria itu mendengus jijik. Ku tahan tanganku yang mengepal di sisi tubuhku untuk tidak datang menerjang dan mengoyakkan wajahnya.

"Tentu saja dia boleh sombong, Harold. Penghasilannya limaribu poundsterling pertahun! Aku tak akan berpikir duakali jika ia mengajakku ke istananya di samping perairan itu."

"Jangan ngawur! Dengar-dengar dia punya banyak budak di bangunannya. Dikurung! Kau mau dijadikan budaknya?"

"Tentu saja, mengapa tidak? Lagipula di zaman seperti ini, mustalih pria seperawakan dengannya tak memiliki budak. Dia kaya, kau lupa? Aku jadi penasaran kurungan macam apa yang Master Styles sediakan. Duh, apakah dia akan membuatku terus kagum pada ketampanannya dan perawakan penguasanya?"

"Kau sinting? Kenapa kau mulai memanggilnya Master seperti para pelayan wanitanya? Dia menyiksa budaknya! Kau tahu? Dia adalah titisan iblis, aku rasa. Sudah banyak desas-desus sifat gelapnya yang tak manusiawi. Aku mendengar Robert saat memasuki pub di ujung jalan. Semua orang berbicara tentangnya."

"Tentu saja kau hanya iri! Kau dan Robert si pengemis itu!" Wanita itu mendengus. "Hartamu tak ada apa-apanya dibanding pria menawan itu. Lagipula, sejak kapan kau suka mendengar gosip murahan?"

"Mengapa aku harus iri? Hartanya memang melimpah, aku akui. Tetapi, semua orang tak suka padanya. Mereka bersikap baik karena takut padanya, Demi Jenggot! Mana bisa hidup semacam itu? Lagi pula, aku heran. Pekerjaan apa yang ia geluti hingga penghasilannya melimpah ruah?"

"Aku tak keberatan ia bekerja apa. Yang penting ia kaya!" Teriaknya.

"Sttt!" Si pria mendesis. "Pelankan suaramu! Jika terdengar olehnya bisa panjang urusanmu."

"Kenapa urusanku? Kau 'kan juga terkait, Harold! Kau menghinanya. Sedangkan aku 'kan hanya memujinya."

"Memangnya dia mau dipuji olehmu?"

Aku tak bisa mendengar omongan sampah mereka lagi. Sambil menghela napas berat, aku meletakan gelas di tanganku ke atas meja dengan kasar. Hingga yang terjadi, aku tak sengaja membuatnya pecah.

Bukan benar-benar tak sengaja, maksudku. Efeknya, semua tatapan tertuju padaku. Dan pemilik toko DeBour terlihat pucat pada raut wajahnya. Bertanya-tanya apa yang salah padanya saat ini. Ia melangkah mendekatiku dengan senyuman yang mirip cengiran kuda. Lalu bertanya dengan suara congkaknya,

"Ada--ada apa Tuan Styles? Apakah kau membutuhkan sesuatu?" Tanyanya meraba-raba.

"Aku tak mau dua manusia itu datang kemari." Ucapku membuatnya mengernyit.

"Dua manusia yang mana, Tuan Styles? Apakah ada pelangganku yang berbuat salah, Tuan Styles?" Tanyanya cemas masih memaksakan tersenyum dengan mode menjilatnya.

"Pria dan wanita yang berdiri dekat pintu keluar, DeBour." Jawabku tanpa melirik mereka. "Suruh mereka untuk membekap mulut mereka sendiri." Aku berdiri lalu berjalan keluar melewati dua orang yang tercengang itu. Mataku mengisyaratkan ancaman hingga mereka mundur tertabrak dinding di belakangnya. "Suara mereka polusi untuk telingaku." Sambungku sebelum menyentuh kenop pintu dan keluar.

The Past Of Harry (Prequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang