PROLOGUE (FASE I)

2.8K 205 7
                                    


Britania Raya, 1835.

Aku ingin melindunginya dari setiap cambukan sabuk yang dijatuhkan oleh pria tidak berguna itu!

Aku ingin menghadangnya tak peduli jika aku yang akan terkena kekejiannya.

Aku ingin menangkup wajah ibuku. Menghentikan tetesan air matanya dan memeluknya erat. Lalu mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja walau kenyataannya tidak.

Tapi aku terlalu pengecut untuk keluar dari lemari kecil yang menjadi tempat persembunyianku.

Aku tak berani melangkah dan berlari untuk menghentikan ayah bejat yang jika saja masih pantas kupanggil ayah.

Hatinya mati. Bongkar saja tubuhnya! Bahkan mungkin ia tak memilikinya.

Aku tak akan terkejut, sungguh.

Tubuhku terlalu gemetar sementara mataku tak berhenti menangis. Aku takut.

Jika saja pria itu membunuh ibuku, jika saja ibuku mati karenanya, aku tak akan pernah memaafkannya.

Aku akan membunuhnya!

Tapi kulihat sekelilingku kembali. Apa yang bisa dilakukan anak enam tahun yang bersembunyi di lemari kecil dan menangis sesenggukan mampu mengatakan untuk membunuh ayahnya?

Pada akhirnya semua akan kembali seperti sedia kala. Pagi yang bahagia dan normal seakan tak pernah ada malam yang dihabiskan untuk mencambuk.

Tak ada ratapan ibu dan keluhan dariku. Sementara aku takut dan memilih untuk tidak mau membahasnya. Seakan ada peraturan tak kasat mata untuk tidak membicarakannya.

Aku berusaha menekan ketakutanku walau aku tak bisa menahan bahwa perasaanku selalu tegang di dekat ayahku. Pria itu bertingkah seperti ayah normal hingga membuatku muak. Ibuku tak meringis kesakitan walau bilur hampir terlihat di sekujur tubuhnya.

Seakan ia telah kehilangan memori saja.

Aku hanya bisa diam dan menjalani permainan ayahku. Jika ibuku tak terlihat semenyedihkan itu, dan mataku tak sesembab seperti seorang gadis, pasti setiap manusia akan memuji betapa harmonisnya kami. Pagi yang sempurna.

Normal seperti keluarga Britania lainnya. Tak ada yang mengerti.

Jiwaku keluar melambai bahagia pada matahari yang muncul. Namun, saat bulan tiba, ia kembali sembunyi dalam lemari kecil dan menangis. Terkadang, ia menjerit kencang. Seakan Malaikat pencabut nyawa tengah menguliti kulitnya.

Di lain waktu, ia berharap bisa mengajak ibunya untuk ikut bersamanya. Untuk pergi bersamanya.

Untuk mati bersamanya.


...

The Past Of Harry (Prequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang