Explain - Chapter 15

441 73 17
                                    

"Anak kecil bersembunyi di lemari pakaian sambil memeluk lutut untuk menghilangkan gemetar di badannya. Di lain sisi, telinganya juga perlu di tutupi untuk menghalau teriakkan penyiksaan neraka.
Tetapi, ia hanya memiliki dua tangan. Dan keduanya sibuk memeluk erat tubuhnya agar tidak menjadi kepingan." -H

"Kalian sedang apa di sini?" Suara Katheline melesak memasuki telingaku yang berdengung. Kenya mengangkat kepalanya dari bahuku dan memandang pada sosok di belakang punggung. Tangannya lantas melepas pelukannya membuatku oleng lalu kemudian aku berusaha menegakkan tubuhku.

"Hai, Kath." Sapa Kenya dengan sikap canggung.

"Apa ada hal yang salah? Sedari tadi aku memperhatikan kalian dari belakang." Kata Katheline mengubris sikap Kenya.

Dengan ragu Kenya menjawab, "tidak ada apa-ap--"

"Edward, aku bicara padamu." Potongnya kasar.

Mataku tidak berniat untuk mengalihkan pandanganku dimana buku itu berada. Ku raih kedua tangan Kenya dan mengaitkannya di lingkaran pinggangku dengan mengacuhkan keberadaan Kathline yang kemudian berteriak berseru namaku.

"Edward!"

"Kathline, tolong pergi." Usirku dengan nada yang kuusahakan tetap stabil.

"Apa?"

"Kau mendengarku." Jawabku ketus. "Tolong pergi."

Susanaku sedang buruk saat ini. Aku tidak mampu menangani Kathline untuk menjelaskan ini-itu karena dia tidak perlu tahu.

Ku dengar suara hentakkan kaki yang ia usahana agar terdengar menggambarkan betapa kesalnya dia. Ku acuhkan helaan napas Kenya seakan ia menanggung rasa bersalahnya.

"Kau sungguh kasar padanya." Kata Kenya beberapa saat kemudian.

"Aku tahu."

Ku rasakan tatapan matanya yang memandangku sementara mataku masih terikat pada perairan yang sedang menyedot habis sisa puing keberadaan Emma.

"Ia marah."

"Kathline memang selalu marah padaku."

Aku merasakan kepalanya lantas menggeleng, "bukan padamu tapi padaku."

Kali ini kualihkan pandanganku untuk menatapnya. "Kenapa begitu?"

Kini Kenya yang tak ingin memandangku. Kepalanya ia tengokkan pada perairan gelap di hadapannya.

"Aku merasa tidak enak hati. Karena aku tahu bahwa ia mencintaimu. Dan di sini aku bersamamu. Aku selalu merasa aneh untuk berhadapan dengannya."

Ku tarik dagunya untuk melihatku. "Ia tidak aneh dan biasa saja berhadapan denganmu."

Kepalanya ia tundukkan lantas bergumam, "aku merasa salah di hadapannya."

Aku menghela napas kesal lantas bertanya agak kasar, "kau merasa salah di sini bersamaku?"

Kepalanya sontak menggeleng. "Bukan begitu. Kau tahu bukan itu maksudku."

"Kalau begitu kau dengarkan aku. Kau tidak perlu merasa tidak enak hati, ataupun merasa bersalah di hadapannya. Karena ia tak memiliki hak apapun, kau tahu?"

"Ia mengandung anakmu. Ia berhak seribukali lebih tinggi atas dirimu dibandingkan aku."

"Ia mengandung anakku." Beoku menganggukkan kepala. Lalu tidak berkata apa-apa lagi.

Angin semilir menerpa tubuhku. Kenya diam dengan raut sedih seakan aku menyetujui perkataannya bahwa Kathline lebih pantas bersamaku.

"Dia adikku."

The Past Of Harry (Prequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang