A Poem For Emma - Chapter Fourteen

570 71 10
                                    

Samudera berbeda dengan sungai, Emma.
Namun, kau menyanggahnya.

Apakah aku harus menjadi bintang Polaris yang diam di tempat yang sama dan setia menunggumu?

Atau haruskah aku menjadi bintang Sirius yang berpindah namun kau tetap bisa menemukanku karena akulah yang paling terang diantara yang lain?

Manusia itu selicik iblis, Emma.
Namun, mengapa kau masih menyanggahnya?

Apakah aku harus menjadi setinggi gunung agar kau dapat melihatnya?

Ataukah aku harus menjadi sedalam samudera agar kau menyadarinya?

Hidup ini kotor, Emma.
Namun, mengapa kau terus menyanggahnya?

Apakah aku harus menjadi Inggris yang membakar hangus gedung putih atau haruskah aku menjadi Portugis yang memulai perang agar kau mau mendengarku?

Manusia mati namun mengapa kau tak mau mengerti?

Dunia ini dipenuhi oleh iblis, Emma. Namun mengapa kau tak kunjung paham?

Jawablah peryanyaanku, Emma.

Mengapa kau mengatakan air pada api?

Apakah benakmu hanya ditumbuhi bunga tanpa benalu?

Atau apakah benakmu hanya ditumbuhi matahari tanpa awan kelabu?

Aku tak menyukaimu karena membuatku berpikir kau teramat berarti. Aku membencimu karena membiarkanku mencintaimu.

Aku tak bisa apa-apa, Emma. Mengapa kau membuatku berpikir bahwa aku harus melindungimu?

Aku tak berdaya. Mengapa kau membuatku berpikir bahwa aku memang sehebat Superman?

Aku bukan Superman.
Tidak bisa melindungimu.

Dan sekarang kau jatuh dan aku hanya diam di tempatku.

Samudera itu luas, Emma. Jangan suruh aku menyelaminya dari ujung hingga ujung. Karena aku akan melakukannya demi kau.

Bintang itu tinggi, wanita. Jangan suruh aku melompat mengambilnya. Karena, aku akan mendapatkannya demi kau.

Sekarang ceritakan padaku, wahai wanita yang teramat berarti.

Apakah arti dari senyum lebarmu jika pada akhirnya kau hanya bisa menangis menatapku.

Ceritakanlah padaku, wahai wanita yang berusaha kulindungi.

Apakah arti dari tatapan berbinarmu jika pada akhirnya kau hanya menatapku nanar?

Ingin mati rasanya, Emma. Ada rasa sesak yang membuat napasku terhambat.

Kini aku ingin bertanya, jadi aku mohon jawablah aku, Emma.

Apakah kau tertusuk pedang atau akukah yang tertusuk pedang?

Mengapa kini jantungku terasa di masuki suatu yang tajam karena melihat genangan darahmu?

Apakah aku yang bermimpi ataukah kau yang bermimpi, wahai wanitaku?

Mengapa aku merasa bahwa dua hal itu saling berkaitan dan kini aku bisa mengembalikan apa yang telah terjadi jika keduanya bisa dia disatukan?

Aku akan memberitahumu satu hal, Emma. Suatu yang nyata dan tak bisa dihindari adalah perasaan tertekan menyakitkan di dadaku.

Jelaskanlah, Emma. Kini aku berikan waktumu untuk berbicara. Tapi, mengapa kau tak kunjung bicara?

Kapan kau mau berhenti menyanggahku?

Mengapa kau hanya berdiam disana setelah semua penyiksaan itu?

Emma, bangun dan bukalah mata indahmu untukku. Agar aku kini bisa menatapnya dan meyakinkan diriku bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Jangan katakan bahwa kau marah padaku karena aku akan menghukum diriku jika kau melakukannya.

Apakah aku harus berlutut agar kau mendengar kebisuanku?

Apakah aku harus menyembah agar kau melihat ketidakberadaanku?

Jangan kau siksa aku, Emma. Aku cukup tersiksa melihatmu menderita.

Jangan kau gantung dan tenggelamkan aku. Aku akan mati hanya dengan melihatmu tidak menginginkanku.

Jangan kau kirim aku ke Itali, Emma. Mereka akan membakarku hangus mengetahui darimana asalku.

Wahai wanita yang aku cintai, bukalah saja matamu dan semuanya akan baik-baik saja. Mengapa kau tak kunjung paham?

Mengapa kau masih menyanggah perkataanku?

Jawablah, wahai bahagiaku. Apakah kau membenciku sebanyak itu? Apakah kini kau juga membenci hidupku sama sepertiku?
Apakah kini kau akan pergi?
Apakah kau akan meninggalkanku?

Atau apakah kau ingin tertidur saja, wahai ratuku?

Haruskah aku membiarkanmu tertidur?

###

The Past Of Harry (Prequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang