Aku memejamkan mata dalam malam. Angin berembus kencang menghapus pergi segala kerinduan. Tanganku memeluk tubuh Kenya dengan erat. Menjaganya--tidak-tidak. Kurasa bukan ia yang membutuhkan perlindunganku. Karena di sini ia menopang tubuhku agar tak jatuh.Tanganku yang lain mengelus rambutnya. Sementara mataku berbinar menatap perairan tenang dimana buku itu terdampar.
Pikiranku berkecamuk. Tercipta puisi mungkin untuk terakhir kali yang digadangkan di benakku.
Di tulis oleh tinta rasa. Di lihat oleh genangan asa.Kulitku seakan telah ditarik untuk menghapus jejaknya. Namun, tidak dipaksa. Aku tidak memaksa apa-apa pun siapa-siapa.
Mereka sudah akan pergi jauh meninggalkan aku selamanya tanpa dipaksa.
°°°
Untukmu, wanitaku.
Aku telah lama memangku langit.
Aku juga telah lama mengangkat Bumi di pundakku.
Aku mencuri beban semesta dan membopongnya kemana-mana.
Betapa sombongnya aku berpikir bahwa hal itu tidak akan membuatku berhenti sekedar menaruhnya.
Emma....
Sudah lama dan kurasa sekaranglah waktunya.
Aku sudah siap.
Memorimu membanjiri pikiranku.
Tentang wanita, toko parfum, dan robot.
Emma, sayangku.
Ku percayakan diriku untuk tidak lagi bergantung pada apa yang habis dimakan masa.
Ku percayakan diriku untuk tidak bersandar pada apa yang melahirkan asa.
Namun, dunia saja memiliki masa.
Dan seisinya telah mengkhianatiku secara bersama-sama.
Wahai Emma, wanitaku.
Kehilanganmu berarti awal dari kehilangan yang lain.
Kepergianmu menjadikanku sosok yang lain.
Rela hanyalah pertanyaan pada pantulan cermin yang membisu.
Jika bertanya betapa bersalahnya aku atas kematianmu,
lebih baik kau tenggelamkan diriku agar mati aku di sana.
Salahku kau berada di sana.
Kau telah hidup dalam rongga yang memujamu bagai Tuhan.
Yang memujimu bagai angan berterbangan.
Kau telah terlalu lama hingga kurasa kau mulai bosan.
Dan kini aku siap untuk kau tinggalkan.
Untukmu, sang dewiku.
Ku lepas kau bagai melepas bintang.
Ku biarkan kau untuk pergi menuju yang terang.
Ku relakan kau untuk terbang, Emma.
Kau kini bisa melakukan apa saja dan aku tidak apa.
Telah kupotong talimu agar tidak tersiksa lagi kau dibuatku.
Aku tidak akan lagi berusaha mencapai Antartika agar dekatkan kita.
Biarlah Antartika membentang jauh di ujung sana.
Biarlah kita juga hanya menjadi kata.
Emma, wanita pertama dalam hidupku.
Aku tidak akan mengatakan untuk melupakanmu sepenuhnya.
Namun, kini kau akan bisa bernapas lega.
Kini saatnya kita mengucapkan selamat tinggal yang tertunda lama, Emma.
Ku lambaikan tanganku dan memberikan pernghormatan terakhir sebelum kita menjadi bukan apa-apa.
Ku sunggingkan senyumku dan memberikan tawaku sebelum kau melenggang jauh menyisakkan punggungmu untuk kutatap.
Pergilah dan berlarilah, wahai pujaan hatiku.
Songsonglah mentari yang sudah tak sabar menyambutmu.
Janganlah lagi kau tengok aku di belakangmu.
Aku masih mercusuar yang bukan padakulah kapalmu kembali.
Emma,
Untuk yang terakhir kali jabatlah tanganku.
Tataplah mataku.
Peluk aku dengan segala kehangatanmu.
Ucapkan bisikan selamat tinggal.
Selepas itu, aku akan berdiri menatap kepergianmu dengan berani.
Ku tatap kepergianmu hingga titik kecil cahaya yang akan menjadi tempat persinggahanmu yang terakhir kali.
Aku tidak akan lagi mencegahmu, Emma.
Tidak lagi menangisimu dan memaksamu untuk tetap berada di sisiku.
Kau boleh pergi dan tinggalkan aku.
Kau akan bahagia dan aku juga akan bernapas lega.
Karena, Emma, aku tahu.
Kini telah kutaruh beban semesta di tempat seharusnya berada.
θθθ
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Of Harry (Prequel)
Historical Fiction[Prequel from THE PAST] [It means you have read 'THE PAST' first] Check my works. Britania Raya, 1835. Para pembaca, saya hanya bisa menyampaikan; Ketika masa lalu menjadi pokok pembicaraan, sungguh, sejujurnya sebab-akibat akan menjadi momok nyata...