Anger - Chapter 4

359 62 15
                                    

"Aku tidak pernah melihat wajah seseorang bisa sesedih itu. Dan kini ia menunjukkannya padaku." -H

Katheline,

Aku tidak tahu mengapa kau begitu berani, begitu ceroboh, dan begitu hinanya hingga kau membiarkan mahkluk itu berada dalam perutmu. Aku tidak percaya mengapa kau mengkhianati kepercayaanku dan menusukku hingga kau membiarkan dirimu tersesat pada benih itu tanpa memberitahu aku.

Demi iblis, Kathline. Tanpa memberitahu aku!

Bunuh mahkluk itu atau aku yang akan membunuhnya. Tidak ada toleransi. Aku sudah terlanjur murka padamu saat ini. Kau mengerti bagaimana aku marah, Katheline. Kau sungguh teramat mengerti aku. Dan yang kau sembunyikan,

Aku terlalu gusar saat ini untuk sekedar menulis hingga botol tinta di atas meja jatuh mengotori perkamen yang berisi makianku pada wanita itu.

Tidak pernah seumur-umur dalam hidupku. Tidak pernah aku berpikir untuk memiliki seorang anak. Tidak sama sekali terpikirkan aku akan memiliki satu di dunia ini.

Sialan!

Benar-benar biadab. Bangsat!

Aku membanting botol tinta yang telah kosong itu ke lantai hingga pecah berkeping-keping. Ku buang perkamen kotor itu dan menginjaknya. Membanting meja yang digenangi banyak tinta dengan marah menggebu-gebu.

Aku tidak tahan lagi untuk berpikir. Ku jambak rambutku dengan kesal. Rasanya kepalaku bisa meledak kapan saja dan aku tidak akan heran.

"Theo!" Teriakku. Suara pintu yang terbuka lantas terdengar kemudian Theo masuk dengan takut menghadapku. "Panggil Katheline kemari! Seret dia ke hadapanku! Hari ini juga. Aku tidak mau tahu. Jika sampai tengah malam tidak kulihat batang hidungnya, persiapkan tali untuk menggantungmu!" Kataku kemudian menendang meja yang telah jatuh posisinya.

Theo pergi. Bagus dia tidak berkata apa-apa. Atau menyanggah apapun. Bagus dia tidak protes pada permintaan tidak masuk-akalku karena perjalanan ke kediaman Katheline yang seharusnya memakan waktu tiga hari.

Pokoknya harus hari ini! Aku tidak mau tahu bagaimana caranya.

Bagus juga dia langsung pergi. Aku tidak akan tahan untuk tidak membunuh manusia yang berada di satu ruangan denganku jika sedang seperti ini.

Benar-benar setan!

Aku tidak habis pikir tentang hal ini. Wanita pirang itu, aku terlalu memanjakannya. Ia telah mengambil keuntungan dariku dengan seenaknya.

Ia telah berpikir semaunya. Bertindak semaunya. Membunuh semaunya. Sialan memang, dia benar-benar berkehendak semaunya!

Apa yang ada di pikirannya?!

Aku mengepalkan tanganku. Menonjok cermin hingga retak kemudian berganti menonjok lemari kayu berkali-kali hingga kebas. Napasku megap-megap karena emosi tinggi. Lalu kemudian suara pintu terketuk lantas terdengar.

Siapa gerangan orang biadab itu?!

"Siapa?!" Bentakku. Tapi, tidak terdengar jawaban. Orang sialan itu yang tidak bicara atau kepalaku yang terlalu gaduh karena para setan yang menyuruhku untuk membunuh. "Masuk!" Bentakku lagi.

Siapapun itu, jika ia sayang pada nyawanya, seharusnya ia tahu bahwa sebaiknya ia menjauhi ruanganku pada radius tertentu. Bukan justru memasukinya.

Tetapi, kemudian aku tahu bahwa yang kini menghampiriku adalah seseorang yang seringkali mengatakan bahwa ia tidak lagi peduli pada nyawanya.

"Ada apa?" Tanyaku saat ia berjalan lemah menunduk kepalanya dalam.

"Jangan melakukan apapun padanya." Pintanya dengan lirih.

The Past Of Harry (Prequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang