Chapter Nineteen - Skin

329 63 12
                                    

"Kulit bertemu dengan kulit menimbulkan getaran lain dalam diriku. Getaran itu datang begitu cepat hingga yang kulakukan justru melemparnya di atas ranjang dengan begitu kasar karena terkejut. Saking cepatnya hingga aku belum sempat menaksir apapun." -H

"Mengapa dia ada di sini?" Teriakku menunjuk wanita berambut pirang kumal.

Aku berbalik badan dan memandang dua penjaga yang berdiri menunduk dengan murka.

"Siapa yang bertanggung jawab atas pengambilan mereka?" Tanyaku. Satu pria yang menghampiriku tadi melangkah maju.

"Sa--saya, Tuan." Katanya kalut.

"Siapa namamu?"

"Theo, Tuan."

"Kau baru disini?" Tanyaku. "Kau mengerti kesalahanmu? Mengapa kau tidak becus memilih budakku? Aku tidak pernah memakai wanita yang berambut pirang! Dan sebagian dari mereka memiliki rambut sialan itu! Buang mereka dan gantikan yang baru secepatnya! Jika tidak dirimu yang aku ganti tanpa gaji!"

Theo lantas mengangguk takut. Ia berjalan sambil menunduk hormat dan menggiring di antara mereka yang tidak sesuai dengan gerusuknya. Aku mendengus kasar. Hari ini bukan hari baik untukku. Serempak mereka semua benar-benar ingin membuatku marah hilang kendali.

Aku lantas pergi menuju ruangan lain yang dari tadi kujaga untuk tidak meliriknya. Namun, saat ini sungguh sialan dan aku tidak bisa menahannya.

"Dia di dalam?" Tanyaku pada pria penjaga yang berdiri di depan pintu budak istimewa itu.

Sialan, memang. Mengapa aku harus memberikan semua itu padanya?

Aku tidak tahu dan tidak ingin memikirkannya lebih jauh. Kebanyakan berpikir tentangnya membuatku merasa begitu bodoh dan merasa ada yang berubah dalam diriku.

Aku masih sama.

Sama kejam dan bengisnya seperti orang lain pikirkan. Aku tidak berubah sama sekali. Aku menepati janjiku untuk menjadi orang berkuasa. Untuk menjadi ketakutan bagi mereka dan perasaan gentar ketika menyebut namaku.

Kehadiran budak itu bukanlah sesuatu yang diriku akan gembor-gemborkan. Aku akan menyakitinya, menyiksanya, atau apapun sebutannya.

Tidak ada yang berbeda dari dia, aku ingatkan. Derajatnya sama seperti yang lain. Hanya saja parasnya membuatku agak tertarik mungkin dari seharusnya.

Dan sikapnya.

Aku mengingatkan diriku kembali bahwa aku tidak pernah dihina sedalam itu oleh seorang budak. Mereka biasa membentak, tetapi yang dilakukan wanita itu berbeda dari yang lain.

Masalahnya, aku tidak mengerti dimana letak perbedaannya kali ini. Bukan berarti aku tidak akan menemukannya.

Pria itu mengangguk menatap lantai lalu menjawab, "dia di dalam, Tuan. Tetapi, Detice tidak kunjung datang memberinya makan. Seharusnya, ia telah muncul sekarang. Saya rasa dia telat walaupun ia tidak pernah telat sebelumnya, Tuan. Dan makanan kemarin sepertinya tidak Nyonya Sharp makan."

"Mengapa kau memanggil wanita itu nyonyamu?" Tanyaku agak tak habis pikir. "Lupakan Datice. Panggil pelayan wanita lain ke hadapanku sekarang."

"Baik, Tuan." Jawabnya lalu pergi dengan berjalan mundur sambil membungkukkan badannya.

Telingaku yang tajam berusaha untuk mendengar suara apapun yang muncul di dalam. Tetapi, tidak ada apapun selain keheningan. Apa yang budak istimewa itu lakukan, aku bertanya-tanya.

Mengapa tidak ia makan makanannya?

Aku memberinya dan tidak sepatutnya ia menolak pemberianku! Aku memberi kebaikan yang sangat jarang muncul dalam diriku. Dan ia menyia-nyiakannya begitu saja.

Sombong sekali dia!

Ia telah melawanku, kalau begitu. Budak itu benar-benar melawanku. Dan membuatku jauh tidak menyukainya kali ini.

"Telah datang, Tuan." Lapor penjaga pria itu kembali datang bersama pelayan wanita berambut merah yang kurasa lebih muda usianya dibanding Detice.

"Siapa namamu?"

"Helga, Tuanku." Jawabnya dengan suara tipis. Kepalanya menunduk menatap lantai.

"Helga, kuberikan tanggung jawab padamu mulai sekarang. Kau urusi wanita yang di dalam. Beri ia makan. Paksa jika tidak mau makan. Urusi pakaiannya, atau apapun dan penuhi kebutuhannya. Aku tidak ingin mendengar jika budak itu tidak diurusi dengan baik."

Wanita itu mengangguk lalu berkata, "saya tidak akan mengecewakanmu, Tuanku."

"Bagus." Kataku. Lalu melirik pria di sebelahnya. "Bukakan pintunya." Perintahku.

Pria itu mengamit gerombolan kunci di pinggangnya lalu memutar kunci di pintu ketika telah menemukan yang tepat.

Pintu terbuka. Ruangan gaya mediterania seluas duapuluh meterpersegi menampilkan segala peralatan kayu yang dibuat dari mahoni asli. Langitnya dirajai lukisan awan para dewa yang berbeda dengan ruangan milikku. Kamar ini adalah yang termewah dan terbesar kedua selain milikku.

Aku tidak ingin bertanya pada diriku mengapa aku teramat mengasihi budak itu. Karena, aku menemukan diriku tidak mengerti.

Mungkin iblis dalam diriku ingin membuatnya senang terlebih dahulu. Biarlah ia kulambungkan pada langit kejora. Akan aku hempaskan dia hingga neraka terdalam.

Bukankah rencana ini begitu menakjubkan?

Ia akan tersiksa lebih dari yang lain. Dan aku akan menikmatinya lebih dari biasanya.

Perbandingan yang pas. Eksperimen ini akan berjalan luar biasa menariknya.

Aku melangkah masuk. Dan melihat wanita itu tertidur di lantai beralas karpet beludru hitam. Rambut coklat gelapnya menutupi sebagian wajahnya. Tubuhnya meringkuk dengan gaun yang warnanya begitu pucat pada kulitnya. Tangannya memeluk lutut erat. Seakan berniat melindungi tubuhnya dari terkaman singa mungkin semacam diriku ini.

"Mengapa dia berada di sana?" Tanyaku. Bergerak menghampiri tubuh tidur itu dan melapangkan tanganku untuk segera menggendongnya dan mengangkatnya naik ke kasur.

Pada akhirnya, kulit bertemu dengan kulit menimbulkan getaran lain dalam diriku. Getaran itu datang begitu cepat hingga yang kulakukan justru melemparnya di atas ranjang dengan begitu kasar karena terkejut. Saking cepatnya hingga aku belum sempat menaksir apapun.

Pertanyaan yang muncul selanjutnya hanyalah;

siapa dia? Mengapa hal ini membuatku begitu aneh dengan menganggap ada suatu hal yang lain pada wanita itu?

Siapa dia, tanyaku. Mengapa aku merasa suatu familiar yang tidak begitu nyaman dalam hatiku?

Aku langsung beranjak pergi ketika kurasa matanya akan terbuka. Jika wanita itu terbangun, hal terakhir yang aku inginkan adalah bahwa ia mengetahui keberadaanku di sampingnya.

Aku marah karena hinaannya. Tidak ada cerita aku justru peduli dengan mengangkat tubuhnya untuk berada di ranjang.

Walau, kenyataannya begitu, aku ingatkan diriku.

Aku marah. Tetapi, aku justru belagak peduli padanya.

Aku menggeleng. Mengerikan jika hal yang aku pikirkan selanjutnya itu justru terjadi. Tidak akan, kataku. Tidak ada yang berbeda. Tidak ada yang aneh. Dan semuanya akan baik-baik saja.

Semuanya sama!

Dia hanya budak. Dan akan aku bunuh dia. Titik.

°°°

The Past Of Harry (Prequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang