Kanglam di bulan tiga terhitung bulan yang paling permai, aneka bunga tumbuh dengan indahnya, pohon nan hjau berdesakan memanjang di sepanjang sungai Tiang kang.
Di karesidenan Kang-poh yang terletak dekat sungai Tiang kang, terhampar sebuah hutan seluas ratusan hektar yang bernama hutan Tho-hoa-lin.
Tiap hari banyak pelancong yang mampir di hutan tersebut sambil menikmati satu dua cangkir embun bunga Tho yang tersohor .
Pesanggrahan Tho-hoa-kit merupakan sebuah penginapan dan rumah makan yang termashyur di wilayah itu. Pemilik pesanggrahan dengan minuman khususnya Embun Bunga Tho menambah kepopuleran tempat itu.
Pemilik pesanggrahan tersebut bukan hanya mempopulerkan tempatnya dengan minuman khas tersebut jauh di tengah hu-tan Tho-hoa-lin, iapun mendirikan bangunan-bangunan loteng yang sangat megah dengan aneka bunga menghiasi sekeliling bangunan.
Rangkaian bambu yang membentuk jembatan, sungai-sungai kecil dengan air jernih membuat panofama tempat itu makin memikat untuk didatangi.
Dari deretan bangunan-bangunan megah itu, boleh dibilang loteng "Gi-hong", loteng "Hui-jui-lo" serta loteng "Thia-chan-thay" merupakan bangunan yang paling terkenal di sana.
Hari ini menjelang tengah hari dari jalan raya sebelah Selatan muncullah dua ekor kuda yang dilarikan kencang.
Lelaki yang berada di depan adalah seorang bocah lelaki berusia dua atau tiga belas tahunan, ia mengenakan baju hitam pekat dengan rambut yang dikuncir, sambil melarikan kudanya bocah itu menengok ke kiri kanan dengan wajah riang gembira, sekan-akan apa yang dilihatnya sepanjang jalan merupakan hal baru baginya.
Kuda yang ditungganginya berwarna merah darah. Bulunya mulus tanpa campuran warna lain, dalam sekejap pandangan saja-orang segera tahu kalau kuda itu merupakan seekor kuda jempolan.
Orang yang mengikuti di belakang kuda merah tadi adalah seorang pemuda berbaju putih berusia dua puluh tahunan, wajahnya sangat tampan dengan tubuh yang tinggi, tegap dan kekar. sayangnya wajah tampan itu kelihatan serius, alisnya selalu berkerut dan tak nampak secuwil senyumanpun menghiasi bibirnya. Agaknya ia sedang di-rundung banyak masalah.
Kuda yang ditunggangi pemuda itu berwarna putih bagaikan saiju. Biarpun sudah menempuh perjalanan jauh, binatang itu masih dapat berlari dengan tegap dan penuh semangat.
Kedua orang ini, meski datang berbareng namun jelas menunjukkan sikap yang berbeda. Kalau si bocah selalu menampakkan senyum dikulum dan mendatangkan rasa sayang bagi yang melihat, sebaliknya pemuda itu amat murung, Keningnya selalu berkerut sehingga mendatangkan kesan berat bagi yang memandang.
Ketika tiba di depan papan nama "Tho hoa-kit", mendadak bocah berbaju hitam itu menarik tali les kudanya sambil memutar ke belakang, kepada pemuda berbaju putih itu is berbisik:
"Toako, pemandangan tempat ini sungguh indah, Bagaimana kalau kita minum teh dulu sebelum melanjutkan perjalanan?"
"Ehm...." Pemuda itu berpikir sebentar, "Baiklah"
Bocah berbaju hitam itu tertawa girang, dia segera melompat turun dari kudanya, Lalu sambil menuntun kuda pemuda berbaju putih itu, is kembali berseru. "Hayo toako, turun"
Perlahan-lahan pemuda itu turun dari kudanya, Gerak geriknya amat lamban, bagaikan orang yang tak punya tenaga saja. Dua orang pelayan segera maju menyambut.
"silahkan masuk tuan berdua" katanya sambil menerima tali les kuda dari kedua tamunya.
"Jangan" tampik bocah berbaju hitam itu seraya menggeleng, "Kuda tunggangan kami bukan binatang sembarangan Mana bisa kalian menuntunnya. Kalau sampai kena sepak. wah bisa runyam"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Keadilan I
RandomBagaimanakah jika tiga orang wanita yang bukan hanya sangat cantik tetapi memiliki kesaktian, kekuasaan, kecerdikan luar biasa mencintai seorang pria yang dalam banyak hal tidak melebihi dari para wanita yang mengejarnya? Lim Han Kim dan adik angkat...