BAB 20 Kakek Berambut Putih Menuntut Obat

1.1K 43 0
                                    

Lim Han-kim merasa darah panas bergelora di dalam dadanya, tidak tahan lagi ia cucurkan air mata, terusnya dengan nada sedih:

"Bila Locianpwee tak mau membeberkan asal-usulku hari ini, aku pun akan berlutut terus sepanjang masa."

Pemuda murung yang selalu angkuh ini agaknya sudah kehilangan kemampuan untuk mengendalikan diri, air matanya bercucuran amat deras.

Tampaknya Hakim sakti Ciu Huang merasa sangat terharu, pelan-pelan ia duduk kembali sambil membujuk:

"seorang lelaki sejati tak gampang mencucurkan air mata, Cepat bangkitlah dulu."

"Jadi Locianpwee telah mengabulkan permintaanku?" Haklm sakti ciu Huang menggeleng.

"Nak, cepatlah bangun. Mari kita berbincang-bincang lagi. Aku suka dengan para pendekar yang gagah dan berjiwa baja, paling benci dengan orang tak bersemangat yang gampang terpengaruh emosi."

Sambil menyeka air matanya Lim Han-kim bangkit berdiri, ujarnya:

"Bila Locianpwee tidak bersedia membeberkan asal-usulku, terpaksa aku pergi mencari Thian-hok Sangjin."

"Kalau aku tidak bicara, tanggung Thian-hok Sangjin pun tak bakal meluluskan permintaanmu."

Lim Han-kim ingin bertanya lebih jauh, mendadak terdengar suara deheman berkumandang datang disusul kemudian terdengar suara langkah kaki yang kacau. Ketika berpaling, tampaklah ketua awan hijau ci Mia-cu berjalan paling depan disusul Han Si-kong dan Li Bun- yang di belakangnya.

ci Mia-cu memandang Lim Han-kim se-kejap, lalu tanyanya kepada si Hakim sakti ciu Huang:

"ciutayhiap, lukamu tidak apa-apa bukan?" ciu Huang tertawa.

" Phang Thian-hua disebut orang dewa jinsom, tentu saja nama besarnya itu bukan nama kosong saja, Sungguh tak disangka sebotol pil jinsom berusia seribu tahunnya benar-benar dapat merenggut balik sukma-ku dari pintu neraka...."

Ucapan itu diutarakan dengan suara nyaring dan lantang, jelas luka yang dideritanya sudah sembuh sebagian besar.

Ci Mia-cu menghela napas panjang, katanya:

" orang baik memang selalu dilindungi Thian, pada waktu biasa Ciu tayhiap hanya menolong orang, oleh sebab itulah ketika berita terlukamu tersebar dalam dunia persilatan, entah berapa banyak orang yang turut menguatirkan keselamatan jiwamu. Meski aku tak ingin menyebar luaskan berita ini, namun orang yang datang menjenguk atau menghantar obat tetap mengalir datang tiada habisnya."

"Aku memang punya banyak teman di dunia persilatan, tapi musuhku juga tak sedikit jumlahnya, selama ini aku yakin banyak musuh besarku yang telah datang ke kuil awan hijau untuk menuntut balas bukan?" sambung Ciu Huang sambil ter-tawa.

Ci Mia-cu mengalihkan pandangannya memandang para jago sekejap, kemudian sahutnya:

"Yaa, walaupun ada beberapa orang yang mendapat kabar dan datang mencari balas, tapi semuanya berhasil dibendung oleh Li kongcu"

Ciu Huang segera menatap wajah Li Bun- yang lekat­lekat, katanya :

"Aku sudah beberapa kali bertemu muka dengan ibumu, budi bantuan saudara Li pasti akan kubalas setelah bertemu ibumu nanti."

"Locianpwe adalah seorang pendekar sejati masa ini," kata Li Bun- yang sambil tertawa.

"sudah menjadi kewajiban kami sebagai umat persilatan untuk berusaha membantu Locianpwee lolos dari bencana kali ini, tentang ibuku.... belakangan ini ia sudah hidup memencilkan diri Meski aku sendiripun jarang dapat bersua dengan beliau, maksud baik Locianpwee biar aku mewakili ibuku untuk menerimanya."

Pedang Keadilan ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang