BAB 47 Memperebutkan Kotak Kemala

1.4K 36 0
                                    

Phang Thian-hua sendiri pantang menyerah, toyanya sebentar disodok sebentar ditarik, ia ciptakan berlapis- lapis bayangan toya untuk melindungi badan, dari arah mana pun keempat manusia buas itu menyerang dan betapa gencar serta dahsyatnya mereka mendesak, tak sebuah serangan pun berhasil mencederai dirinya Tak selang berapa saat kemudian kelima orang itu sudah bertarung empat lima puluh gebrakan lebih.

Tampak senjata martil perak berputar-putar seperti gangsingan, kencrengan tembaga menyambar seperti guntur, bayangan toya menderu-deru meninggalkan bayangan kabur, pertarungan berlangsung dengan sengitnya, tapi kedua belah pihak tidak menunjukkan tanda-tanda akan kalah.

kawanan jago yang mengikuti jalannya pertempuran itu rata-rata merasa terkejut bercampur ngeri, pikir mereka:

"Pertempuran sengit semacam ini benar-benar belum pernah dijumpai sebelumnya...."

Dalam pada itu delapan orang anak buah Phang Thian-hua telah meloloskan senjata masing-masing sambil mengikuti perubahan situasi dalam arena pertarungan dengan perasaan tegang, seingat mereka Phang Thian-hua belum pernah bertarung lebih dari lima puluh gebrakan melawan orang lain, biasanya asal dia turun tangan sendiri maka belum sampai sepuluh gebrakan musuhnya pasti telah dirobohkan tak berkutik,

Tapi kenyataannya sekarang, berpuluh-puluh gebrakan sudah lewat tanpa diketahui siapa yang menang dan siapa yang kalah, bahkan kalau dilihat dari situasinya posisi Phang Thian-hua semakin terdesak di bawah angin- kini dia malah cuma bisa menangkis tanpa mampu melancarkan serangan balasan.

Tiba-tiba terdengar Dewa buas berbaju merah membentak keras: "Lepas tangan"

Cahaya emas tiba-tiba saja berkilauan tajam dan langsung menyerang masuk ke balik bayangan toya yang diciptakan Phang Thian-hua.

"Belum tentu.,." hardik Phang Thian-hua pula dengan suara teramat gusar.

Di tengah bentakan nyaring itu mendadak tubuh kedua orang itu paling berpisah, Posisi kuda-kuda si Dewa buas berbaju merah tak bisa dipertahankan lagi, secara beruntun ia mundur sejauh enam tujuh langkah, Tapi akhirnya ia tak mampu mempertahankan diri,tubuhnya roboh terjungkal ke atas tanah, iblis jahat berbaju hijau, setan gusar berbaju kuning dan sukma murung berbaju putih serentak menarik kembali senjatanya sambil melompat ke sisi Dewa buas berbaju merah.

"Toako, kau terluka?" tanya mereka hampir serentak.

sepasang mata Dewa buas berbaju merah terbelalak lebar-lebar, mulutnya terbungkam rapat, wajahnya diliputi mimik muka yang menyeramkan Melihat keadaan saudaranya itu, iblis jahat berbaju hijau segera memukul punggung Dewa buas berbaju merah itu keras-keras begitu punggungnya dihantam, Dewa buas berbaju merah menghembuskan napas panjang, bisiknya:

"Phang Thian-hua juga telah terluka"

Ketika para jago berpaling, terlihat Phang Thian-hua sedang berdiri tak bergerak dengan wajah termangu- mangu, tongkatnya digunakan untuk menopang badannya dan mulutnya terbungkam dalam seribu basa.

setan gusar berbaju kuning tertawa dingin, tiba-tiba dia mengayunkan pergelangan tangan kanannya, secepat petir senjata kencrengan tembaganya meluncur ke muka.

Kedelapan orang anak buah Phang Thian-hua serentak bergerak maju dan mengurung phang Thian-hua di tengah arena.

Dua orang pemuda berbaju biru dengan menggetarkan pedang masing-masing menciptakan selapis jaring pedang yang amat kuat.

"Traaang.„ traaaang..."

Di tengah serangkaian suara dentingan yang amat nyaring, sepasang kencrengan tembaga dari setan gusar berbaju kuning terpental keempat penjuru begitu membentur cahaya pedang yang sangat kuat itu.

Pedang Keadilan ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang