BAB 53 Ilmu Sakti Tiada Tara

1.1K 36 0
                                    

Begitu genggaman dilepas, mendadak Ciu Huang mengerdipkan matanya seraya berpaling kearah lain pemilik bunga bwee sangat terkejut, buru-buru ia cengkeram pergelangantangan ciu Huang lagi seraya berseru manja:

"Cepat berpaling dan tengok lagi ke arah mataku"

Walaupun pemilik bunga bwee telah menguasai Ciu Huang dengan ilmu hipnotisnya, namun oleh karena tenaga dalamnya amat sempurna, begitu gadis tersebut sedikit teledor maka Ciu Huang pun terlepas dari kendali dan nyaris sadar kembali

Begitu Ciu Huang memandang lagi ke arah mata Pemilik bunga bwee, tak selang berapa saat kemudian wajahnya kembali nampak bingung dan kehilangan kesadaran, sepertanak nasi kemudian ciu Huang baru berbisik:

"Apa perintahmu tongcu?"

"Keluarlan dari tenda " sahut pemilik bunga bwee sambil tertawa, Ciu Huang menyahut dan segera melangkah keluar dari tenda,

Memandang bayangan punggung ciu Huang yang menjauh, Pemilik bunga bwee tak kuasa menahan diri lagi, ia roboh terjungkal ke atas tanah.

Perlu diketahui menggunakan ilmu hipnotis, paling boros dalam menggunakan tenaga dalam, apalagi musuhnya bertenaga dalam sempurna, tak heran kalau hampir seluruh kekuatan tubuh yang dimiliki Pemilik bunga bwee terkuras habis.

Dengan langkah lebar Ciu Huang berjalan melewati rombongan para dayang, langsung menuju ke tempat ketua Hian-hong-kau berdiri

Waktu itu ketua Hian-hong-kau sedang bersiap-siap menerima pukulan api membara dari kakek bermata satu itu, Ciu Huang yang menyaksikan kejadian ini dengan suara keras segera membentak:

"Tahan"

sebetuinya kakek bermata satu itu pun sudah mengetahui bahwa ketuanya telah dikendalikan oleh sejenis kekuatan aneh yang membuat kesadarannya punah, bahkan ilmu tersebut jauh lebih hebat dari pada ilmu pemindah sukma, karena itu untuk sesaat diapun ragu untuk turun tangan-

Pada saat pikirannya masih sangsi ini-lah, Ciu Huang muncul tepat pada saatnya. Dengan cepat kakek bermata satu itu membalikkan tubuhnya sambil menegur dingin:

"ciu Huang, urusan partai Hian-hong-kau kami tak perlu kau campuri...."

"Aku melarang kau melukai ketua Hian-hong-kau." sebenarnya selama ini dia memandang ketua Hian-hong-kau sebagai musuh, perubahan sikap yang drastis sekarang seketika membuat para jago terbelalak keheranan mereka tak mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi:

Mendadak terdengar Phang Thian-hua berteriak keras:

"Aku mengerti, aku mengerti sekarang, tampaknya Pemilik bunga bwee setelah menggunakan ilmu pemindah sukma untuk menguasai pikiran ciu Huang serta ketua Hian-hong-kau sehingga mereka tunduk kepadanya."

Dalam pada itu antara si kakek bermata satu dan ciu Huang sudah bersitegang hingga mencapai puncaknya, kedua belah pihak telah bersiap sedia melakukan pertarungan.

Begitu mendengar teriakan Phang Thian-hua, kakek bermata satu itu segera menarik kembali pukulan bara apinya yang siap dilontarkan itu sementara para jago lainnya sudah tak berani menyerempet bahaya untuk memasuki tenda tersebut.

Padahal dalam keadaan demikian si Pemilik bunga bwee sudah tergeletak kehabisan tenaga di dalam tenda, siapa pun yang muncul di sana niscaya dapat membinasakan dirinya secara mudah.

Dengan langkah lebar Phang Thian-hua berjalan menghampiri Ciu Huang berdua, lalu katanya:

"sementara waktu lebih baik kalian berdua tunda dulu pertarungan, dengarkan ucapanku."

saat ini apa yang dipikir Ciu Huang hanya berbakti kepada Pemilik bunga bwee, mendengar ucapan tersebut segera katanya:

"Bukannya aku hendak memadamkan semangat tempur kalian, sesungguhnya kita semua bukan tandingan pemilik bunga bwee, daripada mati konyol lebih baik berbakti kepadanya saja."

Pedang Keadilan ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang