BAB 4 Perempuan Perahu Misteri

2.6K 52 3
                                    

Yu Siau-Iiong cerdik lagi cekatan, begitu mendengar peringatan itu cepat-cepat dia periksa keadaan di sekelilingnya, terlihat beberapa batang pohon besar tumbuh beberapa kaki dari situ.

Di sisinya terlihat pula sebuah kuburan besar, cepat serunya:

"Lebih baik kita bersembunyi di sana!"

"Saudara cilik, kau benar-benar teliti" puji Li Bun-yang sambil tertawa dan manggut-manggut Tanpa membuang waktu, is bergerak Iebih dulu menuju ke balik pohon.

Yu siau-Iiong dengan menuntun kedua ekor kudanya menyusul di belakang pemuda tersebut, dalam sekejap mata mereka telah menyembunyikan diri baik-baik.

sebaliknya Lim Han-kim seperti tidak menyadari akan bahaya, ia masih berdiri di tepi sungai dengan termangu­mangu, seolah-olah sama sekali tidak menyadari perbuatan kedua orang rekannya.

Perahu besar itu meluncur datang dengan cepatnya, dalam waktu singkat telah sampai di tepi sungai.

Cahaya lentera dalam perahu pun makin lama semakin terang, Tampak bayangan manusia bergerak di ujung geladak, Tiga buah layar yang besar mulai digulung, sedang daya luncur perahu pun semakin melambat, jelas sudah perahu itu siap mendarat .

seorang manusia berbaju hitam yang berperawakan tinggi besar berdiri di ujung perahu.

Terompet yang ditiupnya keras-keras mengeluarkan bunyi yang amat memekakkan telinga.

Di tengah keheningan malam begini, suara terompet itu dapat terdengar sampai puluhan Ii jauhnya, Perlahan­lahan perahu itu makin merapat ke tepi daratan, lalu sebuah papan dihubungkan dengan darat, Pintu ruang dalam perahu terbuka dan muncullah dua bush lampu lentera.

Ketika Lim Han-kim coba memperhatikan tampak olehnya dua orang yang membawa lampu lentera itu adalah dayang kecil berbaju hijau.

Dengan langkah yang lemah gemulai mereka melewati papan menuju daratan, Mengikuti di belakang kedua orang dayang cilik tadi adalah empat orang bocah berusia empat- lima belas tahunan yang berbaju hitam.

Baik dandanan maupun perawakan tubuh mereka seimbang, masing-masing menyoren sebilah pedang di punggungnya. Pita merah di ujung pedang mereka berkibar-kibar tertiup angin malam yang kencang.

sementara itu di geladak perahu kelihatan banyak orang sedang sibuk hilir mudik kian ke mari, tapi tidak jelas terlihat apa yang sebenarnya sedang mereka sibukkan. sinar lentera masih menerangi ruang perahu itu.

Di sekeliling tempat itu pun penuh penjagaan, Dalam pada itu dua orang dayang pembawa lentera tadi sudah berdiri diam di tepi sungai, rambutnya yang panjang berkibar-kibar pula terhembus angin malam. sementara keempat orang bocah berbaju hitam yang menyoren pedang itu dengan cepat menyebar dan mengurung Lim Han- kim.

Perlahan-lahan Lim Han- kim mengalihkan pandangannya memandang sekejap wajah keempat bocah berbaju hitam itu, tapi kemudian mengalihkan kembali perhatiannya ke arus sungai yang mengalir deras di tengah sungai.

Jelas keempat bocah berbaju hitam itu belum mempunyai pengalaman dalam menghadapi musuh, Masing-masing berdiri di satu sudut dan mengepung Lim Han-kim rapat-rapat .

sementara pedangnya telah dicabut ke luar, siap-siap melancarkan serangan, Tapi anehnya keempat orang itu tidak segera melancarkan serangan, setelah mengepung, mereka hanya mengawasi Lim Han- kim dengan termangu-mangu, seakan-akan sedang menantikan sesuatu.

saat itulah dari balik ruang perahu di kejauhan situ, berkumandang suara perintah yang rendah lagi berat: "Atas perintah dari Nio-nio...."

Serentak keempat bocah berbaju hitam itu meluruskan tangan kirinya ke atas lalu sejajarkan sikunya dengan dada, pedang di tangan kanan ditumpangkan pada lengan kiri dan bersikap sangat menghormat Kedengaran suara rendah dan berat itu bergema lagi: "Gusur ke atas perahu si pengintip itu"

Pedang Keadilan ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang