Memandang hingga bayangan punggung Thian-hok sangjin lenyap dari pandangan, Han sokong berkata:
"Entah jagoan tangguh darimana yang telah datang, ternyata kecepatan mereka mendaki bukit jauh lebih cepat daripada kita."
"Yaa, didengar dari suara pekikan nyaring tersebut bisa diduga kalau pendatang telah berhasil melewati kedua rintangan itu."
Mendadak Han si-kong bangkit berdiri dan melangkah menuju ke luar ruangan pondok, Buru-buru Han-gwat mengejar dan menghadang jalan pergi rekannya itu, tegurnya:
"Mau apa kau?"
"Aku ingin menonton keramaian."
"Jangan " cegah Han-gwat sambil menggoyangkan tangannya berulang kali. "Meskipun Thian-hok totiang ramah dan baik hati, namun keempat bocah penjaga bukitnya ganas, telengas dan tidak kenal ampunsebelum mendapat persetujuan dari Thian-hok totiang, lebih baik kita jangan pergi sembarangan-"
"Apa salahnya kalau aku pergi menonton keramaian?" protes Han Si-kong tak puas.
"Hmmmm Sudah setua umurmu masih senang amat nonton keramaian? Kalau sampai berakibat terjadinya gara-gara, bagaimana nanti?"
Paras muka Han Si-kong beberapa kali mengalami perubahan, jelas ia merasa sangat tak puas dengan tindakan Han-gwat yang menghalangi kepergiannya, tapi pada akhirnya ia dapat menahan diri, hanya ujarnya dengan suara ketus:
"Hmmm Aku tak sudi ribut dengan anak perempuan macam kau...."
Pada saat itu terdengar suara pekikan panjang yang berkumandang datang, amat nyaring bagaikan pekikan naga sakti.
Dengan kening berkerut Lim Han-kim segera berkata:
"Jika didengar dari suara pekikan itu, jelas penerobos telah sampai di puncak bukit. Lagi pula di balik pekikan nyaring itu lamat-lamat terdengar hawa pembunuhan yang sangat tebal, mungkinkah Thian-Hok totiang telah turun tangan sendiri menghadang jalan pergi mereka sehingga terjadi pertarungan sengit di puncak bukit?"
"Jika Thian-Hok totiang benar- benar turun tangan sendiri, inilah sebuah tontonan yang amat menarik. Menyesal aku jika tak sempat menyaksikan pertunjukan menarik ini."
Tanpa banyak membuang waktu lagi Han si-kong segera melejit ke depan dan menerobos keluar dari ruangan itu lewat jendela, Han-gwat berniat menghalangi namun teriambat tahu-tahu kakek itu sudah berada di luar ruangan, Lim Han-kim memandang Han-gwat sekejap. ajaknya kemudian: "Mari, kita pun ikut nonton dari luar pintu."
"Mau lihat sih boleh saja," kata Han-gwat setelah tertegun sejenak, "Tapi lebih baik kita jangan meninggaikan ruangan."
Tidak membuang waktu lagi Lim Han-kim melangkah keluar dari ruangan dan berdiri di depan pintu.
Di kejauhan sana terlihat bayangan punggung Han sikong sedang berdiri empat lima kaki di depan, agaknya ia sedang menonton jalannya pertarungan dengan asyik.
Tepat di muka pintu ruangan tumbuh sebatang pohon cemara besar. Di bawah cemara tumbuh aneka bunga yang mengelilingi sebuah batu hijau yang amat besar, batu itu rata lagi licin, seorang bocah lelaki sedang merawat bebungaan tampaknya tidak tertarik untuk mengawasi jalannya pertarungan yang berlangsung seru itu, menoleh pun tidak.
Diam-diam Lim Han-kim memuji di dalam hati kecilnya:
" Hebat betul bocah ini, meski usianya masih muda ternyata ketenangannya sudah mencapai tingkatan yang luar biasa.."
Pada saat yang sama terdengar suara Han Si-kong sedang memuji tiada habisnya dari kejauhan sana:
"llmu pedang bagus, ilmu pedang bagus...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Keadilan I
AléatoireBagaimanakah jika tiga orang wanita yang bukan hanya sangat cantik tetapi memiliki kesaktian, kekuasaan, kecerdikan luar biasa mencintai seorang pria yang dalam banyak hal tidak melebihi dari para wanita yang mengejarnya? Lim Han Kim dan adik angkat...