Bab 37 Mewarisi Ilmu Silat

1.7K 41 0
                                    

Manusia berbaju merah itu semakin mendongkol, dengan amarah yang meluap-luap bentaknya:

"Tengah hari besok adalah waktu perjamuan yang diselenggarakan majikan kami untuk menjamu para jago dari seluruh kolong langit, sekarang pekerjaanku masih banyak. aku segan berdebat dengan nona..."

"Lalu berapa lama kau bisa menunggu?" tukas si nona. setelah mengangkat kepala memandang cuaca, manusia berbaju merah itu berkata:

"Ia mampu melawan aku sebanyak tiga pu-luh gebrakan tanpa kalah, hitung- hitung ia masih termasuk seorang jago kelas satu dalam dunia persilatan Baiklah, kuberi waktu setengah jam baginya untuk hidup lebih lama."

"Aaah terlalu banyak. aku cuma minta waktu sepeminuman teh saja"

" Hanya sepeminuman teh?" seru manusia berbaju merah itu tertegun, "Maksudmu, setelah lewat sepeminuman teh, maka dia mampu mengalahkan aku?" Di balik nada pembicaraannya itu terselip perasaan tak percaya serta cemoohan.

"Benar, sepeminuman teh kemudian bila kau sanggup menerima tiga jurus serangannya, maka anggap saja kami yang kalah, Aku bersedia menyerah dan menerima semua hukumanmu."

Nada bicaranya yang amat sesumbar ini agaknya cukup menggetarkan perasaan manusia berbaju merah itu. Dengan sorot mata yang tajam dia awasi gadis itu beberapa saat lamanya, kemudian ujarnya:

"Aku tetap tidak percaya"

"Kalau begitu coba saja nanti...." kata gadis itu sambil tertawa.

Kemudian sambil menggapai ke arah Lim Han kim, tambahnya: "Coba kau kemarilah" ia lalu balikkan badan dan meninggalkan tempat itu. seakan-akan di balik panggilan itu terselip pengaruh hipnotis yang luar biasa, tanpa disadari Lim Han kim menyahut dan berjalan mengikuti dibelakang tubuhnya.

Gadis berbaju putih itu baru menghentikan langkahnya setelah berjalan sejauh berapa kaki, kepada Lim Han kim katanya seraya tertawa: "Sudah kau dengar semua pembicaraanku tadi? Kini mati hidupku telah kujadikan barang taruhan, maka dalam pertarungan yang segera akan berlangsung kau tak boleh kalah di tangannya"

Dengan sedih Lim Han kim menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya lirih: "Kau toh sudah mengetahui dengan jelas bahwa aku bukan tandingannya, kenapa harus bertaruh dengan cara begitu?"

"Aku yakin kau pasti dapat mengungguli dia. Aku pikir setelah kuserahkan nasib hidupku kepadamu, maka kau pasti akan terangsang untuk membangkitkan kembali
semangat juangmu...."

"Dalam masalah ilmu silat kita hanya bisa andalkan kelincahan dan kekuatan, sekarang terbukti aku bukan tandingannya, meski harus mati aku tak menyesal, tapi kau... kenapa kau mesti melibatkan nasib hidupmu dalam pertarungan ini? Aaai.,. sebentar, kalau aku sudah mulai bertempur, gunakanlah kesempatan ini untuk kabur masuk ke dalam barisan yang kau bentuk itu...."

"Aku sudah berjanji dengan dia, masa kau suruh aku menarik kembali perjanjian ini?"

Lim Han kim menghela napas panjang,

"Aaai... kalau begitu aku.hanya bisa berjuang dengan sepenuh tenaga dan berusaha mencari kesempatan untuk meraih kemenangan meski aku tahu peluang ini sangat kecil Nona, kau harus menjaga diri baik-baik"

Mendadak gadis berbaju putih itu mengeluarkan sebatang jarum emas, katanya:

"Percayakah kau dengan ilmu pertabiban-ku?"

"Soal ini,., soal ini...." untuk sesaat Lim Han kim tertegun dibuatnya.

"Waktu kita sudah tak banyak. kau tak perlu takut," tukas si nona berbaju putih itu cepat, Dari balik wajahnya tiba-tiba muncul senyum kasih seorang ibu terhadap anak-nya. senyuman itu begitu lembut, halus dan penuh kasih sayang, sementara jarum emas di tangannya pelan-pelan ditusukkan ke atas jalan darah Lim Han kim.

Pedang Keadilan ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang