BAB 8 Keracunan dan Terkurung

2K 40 1
                                    

Lim Han-kim mengerinyitkan alis matanya rapat-rapat. Di balik kemurungan yang menyelimuti wajahnya, terselip lapisan hawa dingin yang kaku, is sama sekali tidak menanggapi bujukan perempuan cantik tersebut.

Biarpun bajunya yang putih kini penuh berlumpur karena harus menempuh perjalanan cepat, namun kekotoran itu tidak menutupi ketampanan serta kegagahannya.

Kembali perempuan cantik berbaju hijau itu memberi hormat kepada Lim Han-kim lalu berkata:

"Lik-ling tak Iebih hanya perempuan bernasib jelek yang bertugas menyambut serta menghibur para tamu. Aku merasa beruntung karena para tamu sudi menghargai diriku. Nah, kongcu, bila tak keberatan marl ambil tempat duduk. biar kulayani kongcu sebagai tanda persahabatan...."

Lalu setelah berhenti sejenak dan tertawa, sinar matanya dialihkan ke wajah dua orang lelaki itu sambil menambahkan:

" orang gagah bilang, tidak berkelahi maka tak kenal, Pertarungan yang baru berlangsung benar-benar seimbang dan sama-sama mengagumkan Betul aku tak mengerti ilmu silat, tapi aku yakin bila tidak bertarung selama satu sampai dua jam, mustahil menang kalah bisa ditentukan..."

Ia berbicara seperti bergumam, sama sekali tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk menimbrung apalagi memotong, Lim Han-kim segan banyak bicara, dengan langkah lebar is segera berjalan menuju ke meja perjamuan dan tanpa sungkan-sungkan mengambil tempat duduk.

Dengan langkah yang lemah gemulai Lik-ling segera menyusul di belakang pemuda itu dan mengambil tempat duduk pula.

Akhirnya dua orang lelaki itupun menyusul di belakang Lik-ling dan duduk pula di sekeliling meja perjamuan.

Lik-ling bertepuk tangan pelan, dua orang dayang segera muncul perempuan itu menitahkan dayangnya untuk menyiapkan kernbali perjamuan baru, Tak selang berapa saat, arak wangi dan hidangan telah siap.

selama ini Lim Han-kim tetap bersikap dingin dan­hambar, sikap semacam ini membuat dua orang lelaki itu tak enak untuk membuka pembicaraan untuk menghilangkan kekakuan yang mencekam suasana, Lik­ling segera angkat cawan araknya dan berkata kepada Lim han-kim sambil tertawa: "Bolehkah aku tahu siapa nama kongcu?"

Lim Han-kim berpikir sebentar, lalu menggeleng, "Aku tak lebih cuma seorang prajurit tanpa nama, sekalipun diutarakan belum tentu nona kenali" Lik-ling tertawa.

"Kalau memang kongcu enggan menyebutkan namamu, akupun tak akan terlalu memaksa.,."

Kemudian sambil memandang kedua orang lelaki itu, tambahnya:

"Kedua orang ini mempunyai nama besar yang amat masyhur di wilayah Kang-lam, yang satu adalah siang Thian-kian dari kota siok-ciu sedang yang lain adalah Lu PekJeng dari kota yang Yang-du"

"Lama kudengar nama besar anda" Buru-buru Lim Han-kim mengangguk.

"Tidak berani, tidak berani..." siang Thian-kian menimpali.

"Boleh ku tahu siapa anda? Tampaknya saudara bukan berasal dari wilayah Kang-lam?"

"Benar, aku datang dari jauh, luar perbatasan "

"saudara, ilmumu sangat aneh dan tangguh. Kau merupakan musuh tangguh yang pernah kujumpai selama ini," sambung Lu Pekspeng pula, "Bila tak keberatan, terimalah satu cawan arak sebadai rasa hormatku..."

Tanpa banyak bicara Lim Han-kim angkat cawan dan meneguk isinya, tapi sebelum habis diteguk tiba-tiba ia letakkan kembali cawannya sambil berkata:

"Aku tidak kuat minum arak, karena itu terima kasih ku ucapkan atas kebaikan anda berdua."

Lik-ling tersenyum, sambil berpaling ke arah dua orang lelaki itu katanya:

"Kalau memang kongcu tidak minum arak. tentu kami pun tak bakal memaksa. Biar aku saja yang mewakili anda untuk menerima penghormatan ini."

Pedang Keadilan ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang