"Setelah kepergian kami, apabila adik saudara Lim balik ke kuil awan hijau, tolong koancu bisa menahannya agar menanti beberapa hari di kuil ini."
"Aku rasa tidak perlu," tukas Li Tiong- hui sambil tersenyum "Burung soat-bi ji ku sangat cerdik dan memiliki kemampuan terbang ribuan li dalam sehari. Ke mana pun kita pergi asal kulepaskan burung soat-bi ji tersebut maka paling cepat sehari, paling lama dua tiga hari kita sudah dapat peroleh berita dari kuil awan hijau."
Han si-kong jadi sangat gembira, pujinya: "Waaah..., kalau begitu lebih bagus lagi, sungguh tak nyana nona memiliki burung secerdik itu."
Li Tiong- hui segera bangkit berdiri, selanya: "Kita berangkat besok pagi-pagi, kita berkumpul di luar halaman kuil." selesai berkata ia tinggalkan ruangan lebih dulu.
sambil tertawa Ci Mia-cu ikut bangkit berdiri, katanya:
"Tampaknya mustahil bagiku untuk menemani kalian, kesatu karena aku mesti menunggu orang di sini, kedua setelah masuk menjadi pendeta aku pun jarang sekali berkelana dalam dunia persilatan, maafkan aku."
"Kalau begitu kita berpisah saat ini saja, Besok kita tak perlu pamitan lagi," kata Han si-kong sambil memberi hormat, lalu. dengan langkah lebar meninggalkan ruangan.
Malam berlalu amat cepat Ketika fajar baru saja menyingsing Lim Han-kim telah berada di luar kuil, ia tahu setelah keberangkatannya bersama rombongan Li Bun-yang, dia akan sulit memperoleh kesempatan untuk melatih kedelapan jurus ilmu pedang naga saktinya, maka ia hendak memanfaatkan kesempatan ini untuk melatihnya sekali lagi di luar kuil. siapa tahu ketika sampai di luar pintu kuil, ia sudah kedahuluan orang lain.
Di antara remang-remangnya fajar, tampak orang itu berdiri di atas sebuah batu karang tanpa bergerak, bajunya yang berwarna merah darah berkibar kencang terhembus angin pagi, Lim Han-kim hanya merasakan dandanan baju merah orang itu amat menusuk pandangan mata.
Tanpa memperhatikan lagi bagaimana raut wajah-nya, ia segera putar badan siap balik ke dalam kuil, Belum sempat dia melangkah masuk. dari belakang tubuhnya terdengar seseorang menegur dengan suara merdu: "saudara Lim, harap tunggu sebentar."
Terpaksa Lim Han-kim membalikkan tubuhnya. ia merasa segulung hembusan angin yang berbau harum menyambar lewat, tahu-tahu orang berbaju merah itu sudah melayang turun di hadapannya.
Dengan perasaan terkejut Lim Han-kim segera berpikir:
"Waah... cepat amat gerakan tubuh perempuan ini."
Berpikir begitu, cepat- cepat dia menyahut "Ada urusan apa nona Li?"
Ternyata gadis berbaju merah itu tak lain adalah Li Tiong-hui dari bukit Hong-san. Li Tiong- hui segera tertegun mendapat pertanyaan itu, pikirnya: "Kenapa ia bertanya begitu? Betul-betul tak tahu sopan santun."
sebagai gadis yang angkuh sebetulnya ia hendak meradang, tapi melihat Lim Han-kim berdiri dengan kepala menunduk dan sikapnya polos serta bersungguhsungguh sehingga kepala pun tak berani didongakkan, hawa amarahnya kontan tersapu lenyap kembali Katanya kemudian sambil tersenyum:
"Baru saja aku mengantar adik misanku yang binal itu pulang, saudara Lim, pagi amat kau sudah bangun."
"Nona terlalu memuji."
Kembali Li Tiong-hui berpikir: " orang ini berwajah ganteng dan gagah, kenapa tingkah laku maupun cara berbicaranya macam seorang kutu buku."
Jawaban sang pemuda yang begitu singkat dan ringkas untuk sesaat membuat Li Tiong- hui jengah tak tahu bagaimana harus menanggapi, setelah lama termenung ia baru berkata lagi: "Kakakku sering membicarakan tentang kehebatan ilmu silat saudara Lim. ia merasa kagum sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Keadilan I
AcakBagaimanakah jika tiga orang wanita yang bukan hanya sangat cantik tetapi memiliki kesaktian, kekuasaan, kecerdikan luar biasa mencintai seorang pria yang dalam banyak hal tidak melebihi dari para wanita yang mengejarnya? Lim Han Kim dan adik angkat...