BAB 28 Cinta Membelenggu Datuk Sepuluh Penjuru

1.8K 44 0
                                    

Setelah menghela nafas panjang, anak muda itu pun menghibur:

"Adik Hui, kau tak usah bersedih hati, kita keluarga Li adalah anggota persilatan yang punya kewajiban menegakkan keadilan serta kebenaran dalam dunia persilatan sekalipun tiga generasi angkatan tua kita dicelakai orang munafik namun kejadian itu tidak akan mengubah sikap kita. Kini adik Hui bisa menjabat sebagai ketua Hian-hong-kau, dengan kecerdasanmu yang melampaui diriku sendiri, Kejadian ini benar- benar merupakan rejeki bagi umat persilatan- Kau tak usah kuatir, aku pasti akan mengerahkan segenap kemampuan yang kumiliki untuk membantu perjuanganmu."

"Aku si monyet tua bersedia bergabung dengan Hian- hong-kau dan siap melaksanakan perintah nona," sambung Han si-kong dengan suara lantang.

Tampaknya semangat siang Lam-ciau ikut berkobar setelah mendengar kata-kata Li Bun-yang itu, dengan mata berkilat pujinya:

"sudah ratusan tahun lamanya keluarga bukit Hong-san termashur dalam dunia persilatan,
bahkan namanya sama cemerlang dengan kedudukan sembilan partai besar, setelah kulihat dan alami sendiri sekarang, aku benar-benar percaya bahwa nama besar itu bukan kosong belaka."

Beberapa patah kata yang bersemangat ini tidak mengurangi rasa pedih Li Tiong-hui, terdengar ia berseru:

" Engkoh Yang, aku hanya seorang gadis kecil, mana aku mampu berbuat banyak..."

"Aku kurang begitu mengerti maksud perkataanmu itu," kata Li Bun-yang kurang paham.

"Kalau engkoh Yang tidak tahu, yaa sudahlah," ucap Li Tiong-hui menyeka air matanya.

Kemudian setelah melirik Lim Han-kim sekejap. dia alihkan pandangan matanya ke wajah nyonya setengah umur itu, lanjut-nya:

"Apakah locianpwee masih ada petunjuk lain, aku siap mendengarkan semua petunjukmu itu."

Lim Han-kim merasa betapa tajamnya pandangan mata Li Tiong-hui itu, ibarat sebilah pisau tajam yang menghunjam di ulu hatinya. sesungguhnya semangat jantan pemuda ini pun tergugah seperti halnya dengan Li Bun-yang serta Han si-kong, tapi apabila ia teringat kembali dengan asal-usul dirinya yang serba misterius, ucapan ciu Huang yang secara samar-samar memberi petunjuk bahwa ia menanggung dendam yang maha besar sehingga kemungkinan besar waktunya akan tersita habis di kemudian hari, maka ia ragu untuk memberi kesanggupannya guna membantu Hian-hong- kau. ia kuatir janji yang harus ditepati di kemudian hari justru akan menjadi belenggu yang menghambat gerak geriknya.

selain itu dia pun merasakan bahwa sikap Li Tiong-hui terhadapnya seakan-akan sikap seorang musuh yang mengancam korbannya. Apabila ia bersedia menuruti perintah perempuan itu, maka dia bakal terikat dan tak ada keuntungannya sama sekali terhadap pribadinya. oleh sebab beberapa alasan inilah maka dia berlagak dingin, hambar dan sama sekali tidak memberi komentar

"Nona Li," terdengar nyonya setengah umur itu menghela napas panjang,

"Mulai detik ini kau adalah ketua Hian-hong-kau. sebagai keturunan keluarga persilatan kenamaan, aku berharap apa yang telah kau janjikan selalu dipegang teguh dan jangan diingkari kembali, selain daripada itu kau pun tak usah mengikuti tata cara yang berlaku pada umumnya untuk suatu upacara peresmian"

"Locianpwee tak usah kuatir. setelah kusanggupi tentu saja aku akan pegang janji, apalagi saat ini Locianpwee sedang menderita sakit, upacara peresmian bisa dihapuskan saja."

"Baik, upacara pelantikan bisa dihapus, tapi tatakrama partai tak boleh diabaikan, Nona, terimalah satu sembah sujudku lebih dahulu."

Selesai berkata, ia benar-benar jatuhkan diri berlutut, Siang Lam-ciau serta gadis cantik berbaju hijau itu serentak mengikuti jejak nyonya setengah umur itu, menjatuhkan diri berlutut di hadapan nona tersebut.

Pedang Keadilan ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang