BAB 9 Tiga Siksaan dari Partai Hian-Hong

2.2K 50 2
                                    

Kalau diingat kembali pembicaraan Ci Mia-cu, agaknya ia menyimpan banyak rahasia yang mencurigakan seakan-akan mati hidup Ciu Huang mempunyai sangkut paut yang erat dengan dirinya, Kemudian ia teringat pula pada teka-teki mengenai asal-usulnya.

Sejak dia dapat berpikir, dia selalu belajar silat dengan tekun di bawah pengawasan gurunya yang keras serta belajar sastra di bawah bimbingan ibunya.

Namun setiap kali dia menanyakan soal ayahnya, ibunya selalu menegur dengan gusar.

Teringat soal gurunya yang selalu bersikap ketat dalam memberi pelajaran silat kepadanya, tapi justru bersikap begitu hormat terhadap ibunya, hal ini membuat kecurigaan dalam hatinya makin bertambah.

Berdasar pengamatan yang dilakukan secara diam­diam, ia dapat mengetahui bahwa ibunya bukan cuma berpengalaman luas, bahkan ilmu silat yang dimilikinya sangat hebat, tapi kenapa ia tak pernah membicarakan soal ilmu silat dengan dirinya?

sementara pikirannya sedang kalut, tiba-tiba terdengar suara tertawa merdu berkumandang memecah keheningan, lalu tampak seorang gadis berbaju merah muncul dengan membawa baki kayu.

Begitu bertemu dengan Lim Han- kim, gadis itu berkata sambil tertawa:

" Hidangan yang kami kirim tadi tentunya sudah diserobot si monyet tua, bukan? Aku percaya siangkong sudah lapar sekarang."

Dari baki itu dia hidangkan sepoci kecil arak wangi, sepiring kue tipis dan empat piring ikan laut yang lezat.

Bau harum semerbak yang tercium dari hidangan itu segera membuat Lim Han- kim merasa lapar sekali, Dengan matanya yang jeli, gadis berbaju merah itu memandang pemuda itu sekejap. lalu sambil menuding kue tipis di piring is berujar sambil tertawa:

"Kami orang­orang Kang lam biasanya makan nasi, tapi sam-kau tahu siangkong datang dari barat- laut. Kuatir siangkong tak biasa makan nasi, maka beliau khusus turun tangan sendiri di dapur untuk menyiapkan sepiring kue tipis. semoga siangkong cukup berselera untuk makan."

Lim Han- kim memandang hidangan itu sekejap. lalu pikirnya: "Dalam usaha melarikan diri malam ini tak bisa dihindari pertempuran sengit pasti terjadi. Memang ada baiknya kalau aku bersantap dulu untuk menambah semangat dan tenaga.,."

Melihat gadis berbaju merah itu berdiri di sisinya sambil mengawasi dengan mata mendelik, meski merasa lapar pemuda itu merasa sungkan untuk melahap hidangan yang tersedia.

Ketika melihat Lim Han- kim belum juga bersantap. tiba-tiba gadis berbaju merah itu memenuhi cawan dengan arak dan meneguknya sampai habis, lalu diambilnya sepotong kue tipis dan dicicipi pula sayur Iainnya, begitu selesai dia baru berkata sambil tertawa:

"Sekarang siangkong boleh bersantap dengan tenang bukan...?" Dengan Iangkah gemulai dia berjalan meninggalkan ruangan.

Biarpun tubuh Lim Han- kim masih dirantai, namun tidak mengganggunya untuk bersantap sendiri Ditambah lagi dia tahu malam nanti bakal berlangsung pertempuran sengit. Tanpa terasa semua hidangan yang tersedia di sikat nya sampai habis.

Tak lama kemudian dayang berbaju merah itu muncul kembali untuk membereskan mangkuk dan sumpit, sikap maupun tindak tanduk dayang-dayang tersebut terhadapnya selama ini tampak amat sungkan dan hormat, tiada sikap permusuhan barang sedikit pun yang mereka tunjukkan kepada pemuda kita, Namun Lim Han ­kim yang tak suka berbicara dengan orang pun enggan banyak bertanya, sekalipun di hati kecilnya dia merasa amat keheranan.

selang sesaat kemudian muncul lagi seorang gadis berbaju cutih menghidangkan teh wangi, Gadis ini tidak bicara apa-apa, setelah air teh dihidangkan ia segera mohon diri.

Langit pun makin lama makin gelap. suasana dalam ruangan semakin meredup, Lim Han-kim dengan ketajaman matanya yang dapat melihat di dalam kegelapan segera menghimpun tenaga dalamnya mencoba mematahkan borgol dan rantai yang melilit tubuhnya.

Pedang Keadilan ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang