Hiang-lan segera menghela napas panjang "Aaaai,., semakin kudengar rasanya pikiranku makin bingung, lebih baik tak usah bertanya lagi...."
Mendadak terdengar ujung baju terhempas angin berkumandang datang dan memecah keheningan yang mencekam kuburan itu. Dengan perasaan terkesiap Hiang-lan segera mencabut pedangnya sambil bersiap sedia.
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, sesosok bayangan manusia telah menerjang masuk ke dalam ruangan itu. Baru saja Hiang-lan hendak menegur, ia segera mengenali orang itu sebagai rekannya Siok-bwee. Dari mimik wajah dayangnya, si nona berbaju putih itu segera mengetahui bahwa Siok Bwee telah bertemu dengan kejadian yang mengejutkan hati.
Belum sempat ia bertanya, Siok-bwee telah berseru lebih dulu:
"Nona, tampaknya jejak kita sukar dirahasiakan lagi.,."
"Enci Bwee, kau telah bertemu dengan kejadian apa?" timbrung Hiang-lan ingin tahu.
"Aku melihat ada tiga ekor kuda sedang dilarikan ke arah kuburan ini dengan kecepatan tinggi, maka aku segera putar balik untuk memberi laporan, nona, kita harus...."
"Terlambat" tukas si nona sambil menghela napas. "Tak mungkin kita bisa bebenah dalam waktu singkat tanpa meninggalkan jejak. daripada bersembunyi lebih baik kita buat persiapan yang hebat."
"Persiapan yang bagaimana? Kita harus segera turun tangan-"
Tiba-tiba paras muka nona berbaju putih itu berubah menjadi sangat serius, di antara mukanya yang pucat muncul sikap keren dan serius yang penuh wibawa, pelan-pelan ujarnya: "Kalian harus menuruti semua perkataanku. Barang siapa bertindak sekehendak hati sendiri dan tidak mengikuti arahanku, akan kusuruh dia berlutut di hadapan kuburan raksasa ini dan bunuh diri"
Kalau di hari-hari biasa ia kelihatan sangat lembut, lemah dan menimbulkan perasaan kasihan bagi yang melihat, maka setelah bersikap serius sekarang, wajahnya benar-benar memantulkan kewibawaan yang luar biasa dan menggetarkan sukma.
"Budak sekalian tidak berani," Buru-buru dua orang dayang itu menyahut cemas.
"Bagus, sekarang keluarkan kain hitam untuk kerudung mukaku."
Hiang lan menyahut, buru-buru dia ambil kain hitam dari buntalan dan diangsurkan ke depan, Nona berbaju hitam itu menyambut kain hitamnya dan dikerudungkan pada wajah sendiri, kemudian katanya lagi:
"Sekarang duduklah kalian di sampingku sebelum mendapat perintah, siapa pun dilarang bergerak atau melancarkan serangan"
"Bagaimana dengan orang ini?" tanya Hiang lan sambil berpaling memandang Lim Han kim sekejap. "Apakah perlu disembunyikan sementara waktu?"
Dengan mata yang berkilat nona berbaju putih itu memandang Hiang lan sekejap. lalu sahutnya sambil tertawa: "Tutup seluruh badannya dengan kain selimut merah itu"
Selintas warna merah tiba-tiba saja menghiasi pipi Hiang lan. Namun ia tak banyak bicara, diambilnya selembar kain merah lalu ditutupkan ke tubuh Lim Han kim, kemudian ia duduk kembali di samping nona berbaju putih itu.
Dalam ruang batu yang terbengkalai di samping kuburan kuno itu duduk berjajar tiga orang gadis remaja, Dua orang berparas cantik, seorang berkerudung kain hitam ditambah seseorang yang berkerudung kain merah dan tak diketahui mati hidupnya, membuat tempat yang pada dasarnya sudah menyeramkan, kini semakin seram dan mengerikan hati.
Belum lama beberapa orang itu selesai dengan segala persiapannya, tiba-tiba terdengar seseorang berkata dengan nada nyaring:
"Saudara Long, cukup rahasiakah tempat ini?"
"Saudara Ciu, julukan tikus tanahmu memang benar- benar bukan nama kosong belaka,"
Suara lain yang dingin menyeramkan segera bergema pula, sementara itu Hiang lan maupun Siok bwee telah mendapat instruksi dari nona berbaju putih itu agar pejamkan matanya rapat-rapat, karena itu meski si pendatang telah sampai di muka ruang batu, mereka berdua tak berani membuka matanya untuk melihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Keadilan I
RandomBagaimanakah jika tiga orang wanita yang bukan hanya sangat cantik tetapi memiliki kesaktian, kekuasaan, kecerdikan luar biasa mencintai seorang pria yang dalam banyak hal tidak melebihi dari para wanita yang mengejarnya? Lim Han Kim dan adik angkat...