BAB 18 Menguak Rahasia di Tepi Hutan

1.9K 45 1
                                    

Biarpun sudah cukup bagi si kepalan baja Ku Hui untuk menderita kerugian besar, ia merasa urat nadi pada lengan kanannya terhantam keras-keras, separuh badannya seketika menjadi kaku, seluruh lengan kanan itupun tak mau menurutiperintahnya lagi dan terkulai lemas.

Berhasil dengan pukulannya, Lim Han-kim segera melompat mundur sejauh empat lima depa dari posisi semula, Han si-kong kuatir si kepalan baja Ku Hui tak sanggup menahan rasa mendongkol ini karena kekalahannya hingga nekad beradu jiwa, buru-buru ia maju menyongsong dan berseru sambil tertawa terbahak:

"Ha ha ha ha... kemampuan kalian berdua benar­benar berimbang. saudara Ku memiliki ilmu ki-na jiu-hoat yang hebat..."

sementara itu si kepalan baja Ku Hui berdiri termangu sambil mengawasi wajah Lim Han-kim tanpa berkedip. Diam-diam ia salurkan hawa murninya untuk memperlancar peredaran darahnya, sampai lama sekali ia baru bisa menggerakkan lengan kanannya itu.

Maka sambil menggelengkan kepalanya berulang kali ujarnya:

"llmu silatnya jauh lebih hebat daripada kepandaianku Aaai .... padahal aku harus mengaku kalah sejak tadi."

Lim Han-kim sendiri hanya berdiri serius tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

si Kepalan baja Ku Hui berpaling memandang Han si­kong sekejap. kemudian ujarnya lagi:

"saudara Han tidak usah mungkir lagi, Tepat sekali ucapanmu, ilmu silat yang dimiliki saudara Lim memang sangat hebat dan jauh di atas kemampuanku "

Tiba-tiba ia merangkap tangannya di depan dada dan memberi hormat kepada Lim Han-kim. walaupun orang ini rada bodoh namun ia termasuk polos dan terus terang, Kalau sebelum bertarung tadi sikapnya angkuh dan jumawa, maka setelah menderita kekalahan ia mengakui kekalahannya secara jantan, Nyata sekali apa yang dipikir dan apa yang dijalankan memang satu arah.

"Tidak berani," sahut Lim Han-kim sambil membalas hormat "Aku hanya bernasib lebih baik sehingga beruntung bisa menangkan satu jurus darimu, Kemenangan macam ini tidak terhitung apa-apa...."

"saudara Lim tidak usah merendah, Ke-kalahan kali ini benar-benar kekalahan yang ikhlas."

Lim Han-kim tersenyum,

"Ilmu kepalan saudara Ku benar-benar kuat dan dahsyat, aku merasa kagum sekali."

"Terima kasih, terima kasih. ilmu silat saudara Lim betul- betul luar biasa, kau adalah jago lihai pertama yang pernah kujumpai selama ini."

"Kalian berdua tak usah saling merendah lagi," sela Han si-kong kemudian sambil tertawa, "Pepatah kuno bilang, kalau tidak bertempur maka tak akan saling mengenal Mari kita cari tempat untuk minum beberapa cawan, biar aku yang mentraktir untuk merayakan perkenalan kalian berdua."

"Di tengah hutan belantara yang begini sepi, ke mana kita akan mencari rumah makan?" tanya Lim Han-kim.

Ku Hui segera tertawa.

"Selama hidup aku hanya mempunyai satu kesenangan yaitu arak wangi, ke manapun pergi aku selalu membawa persediaan satu guci. Hanya sayang kita tak punya hidangan sebagai teman minum arak."

"Di tengah gunung, paling cocok kalau kita berburu beberapa ekor binatang liar." usul Han si-kong.

"Kemudian kita bikin api unggun dan memang gang hasil buruan itu sambil minum arak. Wooow... Pasti nikmat dan menyenangkan"

"Ehm, betul Usul ini memang bagus sekali," seru Ku Hui. ia celingukan sekejap di sekitar situ, kemudian meneruskan "Di sebelah sana terdapat hutan belantara yang cukup luas, mungkin kita bisa peroleh beberapa ekor buruan di situ."

Pedang Keadilan ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang