INSIDEN DEMO
BAGIAN EMPAT
-------
Matahari bersinar terik, peluh berjatuhan satu persatu membasahi tubuh. Wajah-wajah yang mulai kusam diantara lautan warna jas almamater tak menyurutkan semangat Bintang dalam menegakkan demokrasi. Yah, aksi kali ini memang salah satu agenda tahunan BEM indonesia dalam mengkritisi pemerintah. Sebagai aktivis kampus, Bintang paham betul mengenai hal itu.
Beberapa bus berhenti menurunkan rombongan aksi lainnya kemudian meninggalkan lokasi. Jalan protokol telah ditutup selama dua jam sebelum aksi dimulai, pun dengan aparat kepolisian dan gabungan yang berjaga-jaga.
"Saka! Tolong jaga kondisi bentar, gue ada perlu." Saka mengangkat tangannya membentuk tanda oke. Setelahnya Bintang mencoba keluar dari kerumunan. Menelusup masuk ke arah gerombolan mahasiswa beralmamater warna goni.
"Woy! Van..." Cowok gondrong yang ditepuk Bintang menoleh, melemparkan senyum lebarnya.
"Apa kabar lu?"
"Seperti yang lo liat." Bintang mengedarkan pandang, mencari-cari keberadaan teman semasa SMA nya yang banyak merantau. "Dias kagak ikut, ada ikut penelitian dosen dia. Banyak berubah ya kita?" Divan tertawa. Bintang mangut-mangut membenarkan kata Divan, dulu semasa SMA waktunya banyak terbuang karena tawuran tak berguna. Sekarang semuanya berubah, memang benar karena negara api menyerang maka dunia akan berubah.
"Lo orasi?"
"Gue nge-pj. Asem banget dah! Alamat hadap dekan gue." Divan menepuk bahu Bintang, turut prihatin. Namun bagaimana pun juga ada kebanggaan menjadi penanggung jawab aksi.
Suara sirine dari toa yang dibunyikan membuat semua pandangan tertuju pada sumber suara. Seorang mahasiswa yang berdiri diatas mimbar mulai membuka acara, membangkitkan kobaran semangat demokrasi. Bintang segera berlalu setelah berpamitan pada Divan.
Tangan-tangan yang terkepal mengangkat ke udara, menyorakkan semangat yang belum luntur. Saka melambaikan tangannya ketika melihat batang hidung Bintang kembali ke barisannya. Meraih ikat kepala dan memasangkannya, Bintang kembali berjalan menjauh. Menaiki mimbar orasi menyuarakan semangat penuh kobaran.
"Hidup mahasiswa. Saudara-saudara sebangsa tanah airku, negara kita dirundung pilu, para penegak hukum buta karena uang, wakil rakyat tutup mata dan telinga enggan mendengar aspirasi kita. Mau jadi apa negeri ini?"
Johan--Ayahnya selalu mencekoki Bintang dengan rasa nasionalisme dan demokrasi, katanya lebih baik ikutan aksi dan demo mengkritisi pemerintahan daripada ikutan tawuran hanya karena masalah sepele.
Suara nyanyian mahasiswa bergemuruh, teriakan yang berasal dari arah belakang barisan menyita perhatian. Gas air mata yang disemprotkan membuat suasana berubah menjadi kacau, beberapa sudah saling bentrok dengan petugas keamanan, saling pukul dan memaki kata-kata kasar. Barisan-barisan itu kemudian terpecah belah, aksi saling dorong tak lagi terhindarkan.
"Lari!"
Suara tembakan udara memekakan telinga, Bintang masih menutupi matanya agar tak terkena gas air mata. Beberapa kali tubuhnya terasa terdorong ke kanan kiri karena suasana yang semakin kacau. Tarikan ditanganya membuat Bintang membuka mata sekilas, mendapati Saka yang menariknya untuk segera berlari. Beberapa aktivis kampus ditangkap petugas saling memberontak melepaskan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan & Bintang
Teen Fiction[COMPLETED] Bintang selalu merasa bahwa cinta tak pernah berpihak padanya. Sebagai mahasiswa desain komunikasi visual dan Presbem FSRD, kegiatan hariannya padat. Kisah cinta pandangan pertamanya pada Biru Cendana berakhir tragis--penuh keegoisan. L...