21 | Game Over

1.4K 99 0
                                    

G A M E O V E R

BAB DUA PULUH SATU

^^^

Adukan sisa-sisa capucino di cangkir menjadi satu-satunya teman bagi Biru selama menunggu Bintang tak kunjung datang. Hampir tiga puluh menit lebih Biru menunggu tanpa kepastian. Tak sabar, ia akhirnya menghubungi Angga, masa bodoh jika nanti Bintang datang.

"Lama banget sih,"gerutunya kemudian tersenyum lebar tatkala melihat Angga memasuki kafe dengan langkah santainya. Cowok itu tampak lelah, ada gurat hitam di bawah matanya yang sayu.

"Kok lelah banget sih?"

Angga mengangguk lesu, "iya, keliatan banget ya?"

"Hm." Biru bergumam, ia mengeluarkan sebungkus roti kacang dari dalam tas kemudian menyodorkannya pada Angga.

"Makan ini dulu, mau aku pesenin apa?"

"Gak laper." Angga menjawab singkat, helaan napasnya terdengar lelah. Biru memandangi Angga heran, ada yang berbeda dari Angga.

"Kamu kenapa? Ada masalah?"

"Hm." Angga menatap Biru serius, terlihat kecewa. "Kita putus aja ya,"kata Angga tenang. Ucapannya jelas sontak saja membuat Biru terkejut, "Loh, aku salah apa?"

"Kamu gak salah kok, kan cowok yang selalu salah. Kita putus aja ya, aku gak suka kamu pacarannya sama aku tapi sibuk ngejar orang lain."

"Gak bisa gitu dong, Ngga!" pekik Biru tak terima. Matanya tampak berkaca-kaca, "aku gak mau putus sama kamu."

"Udah lah, senang bisa kenal kamu, Ru."

"Ngga! Angga!"pekik Biru memanggil Angga yang kini mulai beranjak, tanpa menghiraukan panggilan Biru padanya Angga keluar dari kafe dan tepat berpapasan kembali dengan Bintang. Senyum miringnya terukir sinis sebelum pada akhirnya berhenti tepat di depan Bintang.

"Puas kan lo? Kalo lo mau sama Biru sekarang, ambil aja! Gue udah gak butuh,"katanya penuh penekanan.

"Tujuan lo ngasi tau gue buat apa?"Bintang mencoba tenang, sudut matanya melirik ke meja tempat Biru duduk, gadis itu tertunduk dengan bahu bergetar dan sayangnya Bintang hanya merasa kasihan dan iba.

"Maaf aja bro, tapi gue udah punya pacar kalo lo lupa,"dengan itu Bintang tak jadi melangkahkan kakinya masuk menemui Biru. Ia memilih pergi karena memang benar kata Gigi, posisinya serba salah.

"Dia suka sama lo."

Bintang berbalik ke belakang, menatap Angga sekali lagi. "Kalo suka sama gue gak mungkin nangis karena lo putusin."

***

"I dont believe in love, do you know why? Love is bullshit, full of fake." Dera mengutip kata-kata dari film yang baru saja ditontonnya. Tangannya bertopang dagu di atas meja kecil di depan tv. Ada setoples biskuit coklat yang masih penuh bersama tumpukan majalah fashion.

Tanpa menghiraukan kesibukan Dera, Bulan bermain tabletnya membuka olshop. Jarinya mengulir layar ke samping kanan kiri memilih barang-barang yang lucu sambil duduk bersila. Berpuas dengan olshop ia beralih pada konten youtube miliknya. Memposting video baru saat dirinya jalan-jalan kuliner malam.

Satu getaran pesan masuk membuatnya beralih membuka pesan.

Lets over our war, i am tired with this all.

Dahi Bulan berkerut, mengecek sekali lagi sang pengirim pesan, memang benar itu nomor Bintang yang ia simpan di ponsel. Getaran ponselnya berikutnya membuat ia hampir terlonjak. Panggilan masuk.

"Hmm, Bulan is speaking."

"Yoo... Gue tau, boleh gue minta tolong sama lo?" 

"Hm, apa?"

"Lo dan gue, jadi dua orang normal seperti saat di Jogja. Lupain aja masalah di Surabaya, lupain masalah tantangan gue buat bikin gue jatuh cinta beneran sama lo, lupain permintaan lo minta gue jadi pacar pura-pura lo. Dan satu lagi, bisa kita biasa aja? Gue capek kaya gini terus."

"Lo lagi galau? Butuh curhat sama gue?" Bulan mulai tertarik, dari hawa-hawanya dia tahu, Bintang tengah patah hati. Senyumnya kontan melebar menduga-duga apa yang telah terjadi.

"Sok tahu lo. Gada galau di kamus hidup gue. Ah, ngobrol kaya gini sama lo emang gak pernah dapat titik temu. Intinya, lo nerima permintaan tolong gue itu apa enggak?"

"Ada syaratnya,"jawab Bulan mantap. Tanpa berpikir lagi akhirnya dia menjawab, "Lo bisa mulai jadi temen gue, ada disaat gue butuhin dan kita bisa saling sharing masalah." Helaan napas Bintang terdengar di seberang telepon. "Itu gak semudah yang lo bayangin setelah semua yang terjadi."

"Kata lo suruh lupain semua masalah kita? Gak konsisten lo."

"Ya... Tapi gak gitu juga. Maksud gue, at least kita jadi orang asing yang gak saling kenal."

"Gak. Lo jadi temen gue atau gak sama sekali. Gue buru-buru ada schedule. Bye."

***

Bintang berdecak ketika sambungan panggilannya dengan Bulan dimatikan sepihak. Melempar ponselnya ke atas kasur, ia meloloskan kaosnya melewati kepala kemudian membuka lemari mencari pakaian ganti.

"Kalo galau bisa curhat sama saya,"kata Sika yang masuk menembus jendela. Bintang menoleh sekilas memutar bola matanya dengan malas.

"Gue gak galau, gak usah sok tahu."

"Halah! Masih aja ngeles kaya bajaj. Saya tahu kok patah hati itu sakit, tapi mas yakin beneran suka sama mbak blue itu? Kok saya gak yakin ya?"

"Kenapa lo gak yakin?" Bintang meraih topi putihnya yang tergantung disamping lemari.

"Pertama, mas Bintang biasa aja buktunya sekarang katanya gak galau. Jadi mas sebenarnya suka beneran enggak sama mbak Blue?"

"Gak tau, udah gak usah bahas Biru. Males gue,"sewot Bintang sambil memungut kembali ponselnya di kasur.

"Mau kemana, Mas?"

"Mengakhiri semuanya."

*****

TBC ke bagian dua......

Bulan & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang