KONSPIRASI
BAB SEMBILAN BELAS
BAGIAN KEDUA***
Bulan sesungguhnya malu, namun malunya hanya sebatas lingkar semut alias terlalu kecil. Tanpa banyak bicara ia menarik lengan Bintang membawanya keluar dari ruang sekre. Tindakannya itu jelas saja membuat Bintang mengernyit tak suka. Ia masih tak suka jika harus terlalu intim berinteraksi dengan Bulan. Entah mengapa, Bintang menjadi kurang nyaman. Menurutnya Bulan terlalu bahaya jika dibiarkan lama berkeliaran di sekitarnya. Eksistensinya mampu mengacaukan hari Bintang.
"Lo mau bawa gue kemana?"
"Ke antartika,"jawab Bulan cuek. Ia melirik kekiri kanan kemudian berbelok menuju area taman fsrd yang tak terlalu ramai. Gema suara riuh dari gedung II masih samar terdengar tapi tak mengganggu. Duduk di sebuah bangku kayu yang diwarnai hijau, Bulan menghela napas.
"Duduk dong! Gak capek apa berdiri terus?" Bulan berdecak sebal. Bintang hanya meliriknya sekilas kemudian sibuk mengamati pepohonan rindang yang daunnya tertiup pelan oleh angin.
"Sekarang mau lo apa lagi?"
Bintang masih punya stok kesabaran yang tentu tidak akan habis dengan cepat. Ditatapnya Bulan dengan pandangan menunggu namun gadis itu tak kunjung membuka suara, lama-lama Bintang bosan.
"Mau apa, Bulan?"
"Say my name, once more,"kata Bulan tak nyambung. Dia suka suara Bintang memanggil namanya. Terdengar pas dan membuatnya ingin tersenyum.
"Buat apa? Lo kaya abege yang keseringan baca novel dialognya cuma faster deep baby."
Bulan memelototkan matanya tak terima, telapak tangannya tanpa bisa dikompromi mengeplak lengan Bintang dengan keras.
"Itu sih referensi bacaan lo kali," sewot Bulan, "enak aja gue baca gituan. Ew... Kaya gak ada novel lebih bagus aja."
Bulan bersedekap, jadi lupa dengan tujuan awalnya bertemu Bintang. Menepuk dahinya pelan, ia kembali pada fokus utamanya.
"Gara-gara lo nih, dasar otak mesum. Hampir aja gue lupa mau ngomongin apa sama lo," decak Bulan. Bintang hanya menghendikkan bahu, tatapan matanya kini tertuju pada bangku kosong disisi lain taman. Sika--si hantu sekre yang sedang berburu jodoh itu melambai--menyengir lebar dan duduk bersama seorang pemuda berkacamata yang tengah membaca buku tebal.
"Ini jodoh gue kayanya Mas, Bin."
Bintang mendengus samar, dengusannya jelas terdengar di telinga Bulan. Gadis itu mengikuti arah pandang Bintang kemudian bergidik ngeri."Astaga!" kata Bulan mendramatis. "Jadi, selama ini lo sok nolak-nolak gue gara-gara lo nyimpang?" teriak Bulan histeris.
Kepalanya kembali tertoleh kepada pemuda berkacamata itu, "jangan bilang gue kalah saing gara-gara dia!"
Bintang mengeram kesal, "Lo apaan? Dikira gue homo apa? Kalo homo juga pilih-pilih kali!"
Jelas Bintang marah, suara melengking Bulan cukup menarik beberapa perhatian para mahasiswa yang duduk di taman.
"Sumpah mulut lo pinter banget sih nyebar gosip gak jelas,"omel Bintang murka. Wajahnya jelas menunjukkan emosi yang siap meluap-luap.
"Terus kurangnya gue apa?"
"Kurangnya lo? Banyak!"
"Iya, apa? Kalo lo bukan gay dan semacamnya lo pasti tertarik sama gue!" kata Bulan lantang penuh percaya diri. Ucapannya membuat sorot mata Bintang menajam dan rahangnya menegas marah.
"Pede banget lo jadi cewek?"
"Kalo gue gak pede, gak mungkin gue jadi artis." Mengangkat dagunya tinggi-tinggi Bulan sengaja memang memancing Bintang. Dari arah seberang ujung koridor II dia mendapati keberadaan Biru, ia perlu menunjukkan pada Biru kemenangannya atas Bintang. Harus, wajib dan tidak boleh no.
"Kalo lo pede, buktiin kalo lo emang bisa bikin gue suka sama lo!" tantang Bintang dengan senyum miring diakhir kalimatnya.
"Katanya lo bisa bikin gue jatuh cinta sama lo, buktiin! Jangan cuma omong kosong doang."
"Kalo gue berhasil bikin lo jatuh cinta, apa imbalan yang gue terima?" Bulan bersorak dalam hati, dengan seperti ini jalannya mendekati Bintang semakin mudah. Dia bisa membuat gosipnya dengan Bintang untuk dongkrak karir keartisannya, kedua ada alasan untuk tidak memikirkan Devin, ketiga membuktikan pada Biru jika dia menang.
"Gue bakalan ngaku kalah dan berlutut di depan lo." Bintang menjawab serius,
"Sebaliknya. Dan kalo lo yang jatuh cinta sama gue, siap-siap aja akuin kekalahan lo.""Oke." Angguk Bulan setuju, ia perlu sedikit mendongak untuk menatap Bintang tepat dibagian matanya. Sayangnya, itu pilihan terbodoh karena menatap Bintang disaat cowok itu juga menatapnya. Bulan selalu merasa tersihir akan manik almond Bintang.
"Jangan natap gue lama-lama, ntar lo cinta,"peringat Bintang terkekeh pelan. Dengan sengaja tangannya mengacak rambut Bulan. Tersenyum begitu manis lantas berbalik menghampiri Aldo--si cowok berkacamata calon korban Sika selanjutnya. Berbisik pelan, Bintang berkata,
"Awas, ada yang suka sama lo, Do." Bintang tertawa, pergi tanpa dosa kembali menuju gedung II, menghampiri Biru dan merangkul pundaknya."Rambut gue berantakan," decak Bulan memberengut, ia menatap sebal dua sejoli yang sibuk tertawa cekikikan di ujung koridor itu, dengan tangan terkepal ia berjanji benar-benar akan membuat Bintang jatuh cinta padanya. Titik.
"Awas aja lo!" Bulan memegangi dadanya, "kok sesek ya?" pikirnya bingung. Dadanya terasa nyeri membuatnya meringis pelan yang tanpa sadar membuat Bulan menitihkan air matanya.
"Gue kenapa?"
*
*
*A/n :: Jangan lupa tinggalkan jejak ya... Vote dan komennya.
Sebagai ucapan terimakasih telah menembus 10.2 k readers, gue update cepet #halahPokonya terima kasih buat kalian yg sempet baca ini, entah gimana ceritanya menemukan cerita yang gaje ini.
Apa kesan-kesanmu membaca hingga sejauh ini? Mohon kritik dan saran ya,
Lafyu
Af
16/10/2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan & Bintang
Teen Fiction[COMPLETED] Bintang selalu merasa bahwa cinta tak pernah berpihak padanya. Sebagai mahasiswa desain komunikasi visual dan Presbem FSRD, kegiatan hariannya padat. Kisah cinta pandangan pertamanya pada Biru Cendana berakhir tragis--penuh keegoisan. L...