3 | Tragedi Lemon Tea

2.8K 175 4
                                    

TRAGEDI
LEMON TEA

BAGIAN TIGA

••••

"AYAH sudah bilang sama kamu! Mending ketangkep gara-gara demo daripada tawuran!" Johan bersungut-sungut kesal. Bintang masih menunduk, menghela napasnya pelan. Hampir selama satu jam ayahnya mengomel tanpa berbusa. Mentari tertawa cekikian dibalik punggung Embun--Bundanya yang sama-sama mencak-mencak seperti ayah. Suara tangisan Pelangi membuat Embun beringsut pergi sementara Mentari menjulurkan lidahnya membuat Bintang memicing sebal.

"Kamu berani pelototin ayah?"

Bintang gelagapan, "aduh! Bukan ayah, tapi Tari itu ayah." Bintang memasang wajah memelas yang sama sekali tak mempan untuk Johan.

"Lama-lama kamu ayah daftarin jadi tentara aja!"

"Ayah, aku kan udah semester lima." Bintang mengangkat jarinya menunjukkan angka lima. "Lagian tenang aja, besok aku ada demo di Bandung. Keinginan ayah terwujud. Ntar kalo aku ditangkep polisi, ayah bisa pamerin ke temen-temen ayah."

Johan berdecak lalu mengangguk, "awas aja kamu ya, uang jajan ayah potong dan gak ada liburanmu ke Jogja kalo sampe buat ulah lagi."

"Iya, ayah."

"Sana beliin ayah pizza!"

"Lah, yah,"rengek Bintang ingin membantah namun Johan langsung mendelik kesal. "Beliin pizza jalan kaki atau gak jadi liburan ke Jogja?"

"Tahu gak yah?" Bintang mengusap wajahnya kasar, "yang ayah lakukan ke aku itu..." Johan melemparkan tiga lembar uang lima puluh ribuan di depan wajah Bintang. "Jahat."

"Udah sana! Hush, beli pizza sama cariin makanan buat Lulu."
Lulu itu adalah kucing peliharaan keluarga yang bulunya putih mulus dan hobinya hanya malas-malasan di sofa. Hanya ongkang-ongkang kaki menunggu diberi jatah makan, rasanya Bintang ingin memutilasi Lulu karena Ayah lebih sayang pada Lulu dibanding dirinya.

----

Selepas acara penghargaan, Bulan langsung menarik Devin menjauh dari Bela. Dia butuh banyak bicara dengan Devin. Cowok itu tidak bisa jika tiba-tiba minta putus tanpa sebab dan alasan yang jelas. Masih duduk berhadap-hadapan dengan makanan yang sama sekali belum tersentuh keduanya terdiam dalam keheningan yang tercipta.

"Alasan lo apa?"

"Gak ada alasan,"jawab Devin datar. Tatapannya lurus memandang Bulan sementara Bulan sekuat tenaga menahan kepalan tangannya tak menghantam wajah Devin.

"Lo tahu gue benci Bela. Kenapa lo pilih dia daripada gue?"

"Karena dia lebih ngertiin gue." Devin menyerutup minumannya dengan santai. Masih dengan setelan jas formalnya ia duduk dengan tenang.

Suara getar ponsel milik Devin membuat cowok itu segera meraih ponsel. "Ya. Halo? Hm, ke sini aja."

Klik. Panggilan terputus.

Meremas sedotannya dengan geram, Bulan mengalihkan pandangan. Seketika ia menangis dengan keras tersedu-sedu, ceritanya dengan Devin dan berbagai kenangan selama dua tahun terakhir tidak bisa seketika ia lupakan begitu saja.

Bulan & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang