26 (b) | Keraguan Berbuah Petaka

1.4K 118 1
                                    

K e r a g u a n
B e r b u a h
P e t a k a

26(B)

________

"Nunduk! Gue bilang sekarang nunduk!" Bulan gelagapan. Ia berdiri di tengah-tengah jalan raya yang padat merayap. Beberapa mobil memilih berputar arah dibanding melewati area kericuhan.

Boom!

Suara ledakan terdengar tak lama kemudian. Gadis itu memekik ketakutan, asap-asap mulai mengepul dari berbagai arah sekaligus mengkikis jarak pandang. Memegangi dadanya yang mulai terasa sesak, Bulan terduduk ditengah jalan. Berharap ia menemukan sang malaikat penolongnya.

"Oke! Cukup--- Cut! Bravo!" tepuk tangan Billy mengudara. Ia tersenyum sumringah tak lama air mengguyur deras, memadamkan api-api yang sengaja diciptakan. Bulan masih mengerjap ditengah guyuran air yang membuat tubuhnya kebasahan.

"Ngapain pake acara basah-basahan! Balik ke camp." mendengar komando Dera, Bulan mengangguk. Ia sedikit mulai menggigil sebelum sejuntai handuk tebal menempel di bahunya.

"Keringin badan lo," kata Devin yang akhir-akhir ini semakin sering berkeliaran disekitar Bulan. Bulan hanya tersenyum kecut, lama-lama ia risih pula dengan bentuk perhatian Devin yang tiba-tiba.

"Please, Dev. Gue udah punya Bintang. Kita punya batas," tegas Bulan pada akhirnya. Setidaknya logikanya masih jalan.

"Tapi Bul---"

"Gue mohon," lirih Bulan kemudian bergegas pergi. Telponnya berdering, ada panggilan masuk dari Bintang. Tiga hari berlalu dengan keabaian Bulan akan eksistensi Bintang, nyatanya ia mulai dilanda rasa rindu. Dengan senyum yang mengembang ia menempelkan ponselnya di dinding.

"Kenapa lo seolah ngehindarin gue?"

"Sori. Gue sibuk syuting. Gue kangen."

"Dimana?"

____

Dulu Bintang bahkan akan langsung badmood ketika Bulan merengek-rengek minta bertemu. Dengan jaket bombernya yang belum dilepas ia memasuki kafe yang tak jauh dari tempat lokasi syuting. Sejujurnya, empat puluh menit lagi ia masih punya kelas yang harus ia hadiri. Mengedarkan pandang, akhirnya ia menemukan sosok Bulan yang sibuk mengaduk-aduk cangkir entah berisi apa. Wajah gadis itu terlihat lelah, tanpa pikir panjang ia melangkah menghampiri.

"Woy!"

Bulan mendongak, menyengir lebar hingga deretan giginya terlihat. Tak usah menunggu lama ia langsung melompat menghambur Bintang, membuat cowok itu terhuyung ke belakang dan perlu berpegangan pada kursi kayu.

"Kangen lo,"lirih Bulan.

Bintang sedikit menunduk, aroma strawberry dari rambut Bulan menguar memasuki indra penciumannya. Ia lantas menoleh sekitar, sedikit meringis ketika menyadari ada beberapa yang mengambil gambar dengan kamera ponsel.

"Bul, bentar lagi masuk lambe turah kalo kaya gini."

"Ga peduli. Gue kangen elo."

Bintang menghela napas lagi, "kumat ya." Bintang mencoba melepas pelukan Bulan di tubuhnya namun gadis itu menolak.

"Gak mau, pengen peluk Bintang."

"Duh kaki gue pegel. Gue duduk dulu dong," pinta Bintang. Bulan mendongak, sedikit cemberut sebelum akhirnya menurut.

"Astaga! Lo bener-bener gak tau sikon." Bintang menggerutu, ia harus sedikit bergeser duduknya karena Bulan memaksa duduk disampingnya, memeluk tubuhnya erat-erat seolah takut terlepas.

"Tang, gue minta maaf ya." Bulan mulai berbicara.

"Kenapa?" Bintang merogoh saku celana, mengambil ponselnya yang bergetar, dahinya sedikit berkerut mendapati pesan masuk dari sang bunda.

"Ih jangan main hape dulu. Gue pengen ngomong penting nih," gerutu Bulan protes.

"Iya...ya, bawel." Bintang membawa kembali ponselnya ke saku, "jadi mau ngomong apa?"

"Devin ngajak balikan." Mulai Bulan, ia menunggu respon Bintang namun cowok itu bahkan tak menunjukkan ekspresi apapun.

"Terus gue..." Bulan menautkan jari-jarinya gugup. "Gue minta maaf udah ngehindar tiga hari ini."

"Terus?"

"Emm... Ya Bulan minta maaf,"rengeknya dengan mata sedikit berkaca-kaca. "Maafin ya?"

Bintang menoleh, menatapnya dalam. Senyum tipisnya terkembang.

"Berarti lo sengaja ngehindarin gue tiga hari ya?"

Bulan mengangguk kaku.

"Yaudah," lanjutnya, Bintang melirik jam tangannya, masih ada dua puluh menit sebelum kelas dimulai.

"Gue juga, tiga hari."

"Maksudnya?" bingung Bulan.

"Gue punya waktu tiga hari buat mengabaikan lo. Gue masih ada kelas, sampai jumpa tiga hari lagi."

Bulan masih diam mencerna, ia memanggil-manggil Bintang namun cowok itu bahkan sama sekali tak menoleh. Langsung bergegas naik ke atas motornya dan melaju kencang menuju kampus. Seketika Bulan ingin menangis, tak lama tangisnya pecah.

Tbc

Bulan & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang