K E L U A R G A
P A K J O H A N••••
Pagi itu dirumah bapak Johan Bagaskara, alias kediaman Bintang Pramuja sedang heboh-hebohnya karena kejadian listrik konsleting mengakibatkan saluran air mati dan rumah gelap total pukul lima pagi.
"Bunda! Aduh aku belum selesai keramas!"itu suara lengkingan Mentari dari dalam kamar mandi. Sementara Pelangi mendadak nangis keras-keras menambah gaduh. Bintang yang tengah menuruni tangga sehabis dari balkon lantai dua mendadak tersandung karpet dan tersungkur di lantai yang baru selesai di pel. Pagi itu semuanya kacau.
"Bunda! Abang jatuh!" reflek Bintang yang memang manja ketika di rumah. Terang lampu senter menyinari ruangan tak lama kemudian, Johan--papa Bintang menarik putra sulungnya itu berdiri dan berdecak, "Gitu aja loyo kamu, laki apa bukan?"
"Ayah mah,"dengus Bintang berjalan terpincang-pincang karena kakinya keseleo. "Nih urut pake GPU. Tau kan caranya?"
"Ya tau,"Bintang menjawab malas.
"Tau apa?"
"Gosok pijat urut."
Sekali lagi Bintang mendengus, meskipun sudah semester lima keseringan ayahnya ini memperlakukan dirinya layaknya anak SD baru bisa menulis.
"Pinter anak ayah. " Johan mengusap-usap kepala Bintang sebelum tersenyum bak papa tiri. "Kalo udah benerin sono tuh listriknya."
"Aku kan bukan tukang listrik, yah."
"Lah emang, kamu kan anak ayah.
"Nah, makanya itu, Bintang kan kakinya keseleo ini. Masa harus benerin listrik juga yah. Panggil PLN aja ya?"
Johan mangut-mangut setuju, "Oke. Nanti gampang ayah potong uang jajan kamu." dan akhirnya pria paruh baya itu melengos pergi begitu saja sembari membawa senternya menghampiri sang istri. Bintang termenung dalam gelap ditambah kakinya nyut-nyutan.
"Ash, kampret!"
-B u l a n B i n t a n g -
#
"Iya, gue udah bilang sih sama si Bulan. Iya, tapi itu bocah ngotot gak mau gimana ya?" Dera tengah mengobrol cukup serius di telepon. Kepalanya sekali kali mangut menanggapi pembicaraan hingga ia melihat Bulan turun menuju ruang tengah drngan setelan rapi.
"Mau kemana?"
"Ketemu Bintang. Kenapa? Gak boleh? "tanya Bulan nyolot. Ia masih gondok dengan Dera. Dera menghendikkan bahu kembali berbincang di telepon. Sebelumnya Bulan berbelok ke arah dapur, membuka kulkas dan mengambil sekotak susu coklat dan meminumnya dari sedotan. Tangannya bertopang dagu dan tersenyum tipis. Setelah susunya habis baru ia keluar menuju garasi. Mobilnya itu baru saja balik dari bengkel jadi Bulan gak perlu naik taksi online lagi.
Jalanan pagi itu cukup lenggang karena bukan jam masuk kantor atau masuk sekolah. Memasuki area komplek perumahan, laju mobil Bulan memelan. Ia baru menghentikan mobilnya tepat di rumah berpagar putih yang tampak asri.
"Di rumah gak ya?" Bulan merogoh ponsel di dashboard. Ia buru-buru keluar dari dalam mobil dan menekan bel. Sembari menunggu pintu pagar dibuka, gadis itu mengamati sekitar. Udara komplek ini nyaman. Mentari yang membukakan pagar berdecak kagum.
"Wah... Wah." gadis itu spechless. Dengan cengiran lebar lantas berteriak keras, "Bunda! Ada calon mantu Bunda!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan & Bintang
Fiksi Remaja[COMPLETED] Bintang selalu merasa bahwa cinta tak pernah berpihak padanya. Sebagai mahasiswa desain komunikasi visual dan Presbem FSRD, kegiatan hariannya padat. Kisah cinta pandangan pertamanya pada Biru Cendana berakhir tragis--penuh keegoisan. L...