6 | Warung Tenda

2.2K 156 6
                                    

WARUNG
TENDA

BAGIAN ENAM

•••


A.n :: Tinggalkan jejak berupa vote dan komen ya gaes. Bisa gak kalo gue targetin 20 vote? Gak muluk-muluk, wkwk...

Happy reading!

••••


(Bonus visualisasi Bintang)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Bonus visualisasi Bintang)

|||

ADA satu hal yang benar-benar membuat Bulan merasakan kecewa. Kecewa yang terlalu dalam ketika orang yang dipercayainya justru berkhianat. Rasanya Bulan ingin sekali melampiaskan amarahnya dengan memaki seseorang sepuasnya. Langkah kakinya yang semula tak tentu arah terhenti tepat di sebuah warung tenda pinggir jalan. Gaun malamnya yang terlihat mencolok sama sekali kontras dengan keadaan warung tenda. Tanpa memedulikan pandangan yang tertuju padanya, Bulan duduk di pojokan tanpa memesan apa-apa. Ia hanya menangis dan kian lama tangisannya semakin keras tanpa ada yang berani menegur dirinya.

"Ashh!" teriaknya kencang membuat semua orang yang berada di warung tenda itu terlonjak. Bulan mengatur napasnya yang tak beraturan, riasan wajahnya mulai luntur dengan air mata berurai. Kedua telapak tangannya menutupi wajah dan kembali tersedu.

"Kenapa semua orang jahat sama gue!"

"Maaf, mbak. Mbak kenapa?" Bulan yang semula menunduk mendongakkan kepalanya, melirik sinis bapak-bapak berkumis tebal yang mengapit rokok yang masih menyala. Asap rokok yang mengepul membuat Bulan terbatuk seketika.

"Rokoknya dimatiin dong, pak!" tegur Bulan terlalu keras. Bapak itu berjengit kaget buru-buru membuang rokoknya.

"Diputusin pacar ya mbak? Atau ditinggal nikah?"

Bulan kembali melirik sinis, "Bukan urusan bapak,"katanya sewot. Tenggorokan Bulan terasa kering, diserobotnya asal es teh yang tinggal setengah di meja lalu meneguknya hingga habis.

"Mbak itu punya saya,"kata seorang dengan suara berat disampingnya. Bulan menoleh ke samping, seketika ia mengernyit jijik dan mengusap-usap bibirnya. Pemuda berambut klimis belah tengah dengan gigi tengah bewarna hitam itu menyengir lebar. "Saya Jono."

"Bodo amat. Amit-amit ya Tuhan."

Bulan berjalan keluar tenda dengan cepat. Ia tak ingin pulang cepat-cepat pula. Langkah kakinya berjalan tak tentu arah sembari terus menunduk. Suara bising kendaraan sama sekali tak dihiraukannya. Bahunya sekali lagi bergetar menahan isak tangis.

"Devin, brengsek!"

-----

Mentari mendengus jengkel gara-gara Bintang yang terus mendumel kelaparan. Jam menunjukkan pukul sebelas malam ketika Abangnya itu merengek lapar di tengah acara movie marathon mereka berdua.

Bulan & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang