Semenjak tantangan secara langsung yang diutarakan Bintang padanya, Bulan semakin gencar mendekati Bintang. Bertingkah terlalu agresif dan cenderung membuat sakit kepala. Saat ini, Bintang tengah duduk di dandelion lebih tepatnya di lantai teratas dengan awan mendung dan angin dingin--mungkin sebentar lagi hujan. Matanya terfokus sepenuhnya pada layar laptop mengerjakan tugas setumpuk yang diberikan sang dosen. Sibuk klik sana-klik sini serta memutar otak membentuk desain poster antimainstream bertema kontemporer. Dia tidak sendiri, ada Bulan yang sejak seminggu terakhir terlalu sering menampakkan diri dan mengikuti kegiatannya.
"Belum kelar juga?" sembari menyendokkan es krim coklat ke dalam mulutnya, Bulan melongokkan kepala mengintip layar laptop. Dalam hati ia berdecak kagum akan kemampuan seni Bintang.
"Sudah abis berapa cup es krim?" tanya Bintang tanpa berpaling dari layar laptop.
"Kenapa? Mau traktir es krim? Baru abis dua cup sih." Bulan tersenyum hingga matanya menyipit.
"Udah dua cup kan? Sekarang pulang gih!" Bintang sengaja mengibaskan tangan sebagai isyarat mengusir. Namun dengan santainya Bulan sama sekali tak beranjak.
"Gak mau ah, gue masih pengen bareng elo."
"Gak cukup dari jam 8 pagi sampe sekarang ngintilin gue terus?"geram Bintang tertahan.
"Enggak,"jawab Bulan nyengir lebar. Kini ia menopang wajahnya dengan kedua tangan, menatap lurus tepat ke arah Bintang. Membuat Bintang kesal kini menjadi salah satu kesenangannya. Sebenarnya sepuluh menit lagi ia harus pergi dari dandelion menuju gedung pencakar tepat sepuluh meter dari dandelion. Ada jadwal pemotretan untuk majalah yang tak bisa Bulan tinggalkan.
"Sebenarnya alasan lo ngotot bikin gue suka sama lo itu apa?"
Biar gue menang dari Biru, terlihat bahagia di depan Devin, dan karir gue tetap aman Batin Bulan dengan senyum tipis.
"Karena lo istimewa."
"Gue bukan martabak atau nasi goreng yang istimewa,"Bintang menghela napasnya, "lo cuma mau manfaatin gue, kan?"
"Enggak, serius."
"Sumpah demi?"
Kening Bulan berkerut samar, melirik jam tangannya, sisa waktunya tinggal lima menit.
"Demi gue yang kadang gugup di depan lo." Bulan beranjak berbenah. Jika ia telat maka kontrak bisa dibatalkan, gawat. Dendanya bisa lumayan besar dan menguras isi rekeningnya.
"Sori. Gue buru-buru, ada kerjaan. See you!"
Bulan melambaikan tangannya ke udara, berjalan dengan langkah cepat menuruni tangga menuju lantai dasar. Bintang masih bergeming di tempatnya hingga ia kemudian ikut beranjak, menyusul Bulan.
"Bulan... Tunggu!"
Bulan berhenti pada pijakan tangga terakhir, ia menoleh ke belakang dengan bingung hingga mereka berdiri saling berhadapan.
"Lo mau pergi gitu aja?"
Bulan berdecak, "aduh... Sumpah gue buru-buru banget ada pemotretan. Obrolannya lanjutin ntar aja."
"Gak bisa!"Bintang menggeleng. "Gue cuma butuh ngomong satu kalimat lagi sama lo."
"Iya, apaan? Buru!"
Bintang mendekat, berbisik di samping telinga Bulan. "Gue juga bakalan bikin lo jatuh cinta sama gue, sampe lo nyesel karena cuma mau manfaatin gue. Ngerti?"
Bulan terdiam, matanya mengerjap pelan. Bahunya agak meremang karena suara bisikan Bintang, gerakanya yang menoleh dengan cepat membuat hidung mereka bersentuhan tanpa sengaja. Bulan tersentak kaget.
"Astaga!" pekiknya tak tertahahkan. Suara tawa Bintang membuatnya kembali pada kesadaran. Waktunya tinggal satu menit hingga ponselnya berdering.
Dera.
"Iya, bentar lagi. Suruh mereka sabar... Gue ada di dandelion sekarang... Iya jangan batalin kontrak... Gak enak aja." Bulan sibuk menjawab panggilan dari Dera, kepalanya mangut-mangut kemudian panggilan terputus.
"Sori, tadi ada telepon dari De---"
Mata Bulan membulat lucu, pipinya seketika dirambati oleh semburat merah. Jantungnya mulai bertalu-talu tak beraturan sementara Bintang hanya menghendikkan bahunya.
"Lo ngapain cium-cium pipi gue?"
"Emang kenapa?"
"Ya... Mana boleh gitu,"jawab Bulan lirih masih berusaha mengumpulkan suara.
"Fair. Kita impas. Gue juga buru-buru, jadi bye!" sekali lagi Bintang mendekat, kali ini mencuri ciuman kilat di pipi kanan Bulan kemudian pergi dengan cepat. Menahan kedutan tawa disudut bibirnya, Bintang akhirnya tertawa lepas begitu ia menginjakkan kaki di area pelataran parkir.
"Mampus lo! Gila, mukanya kocak banget."
****
Dont forget to give your vote and comment.
Ples, yg baik hati bisa bantu share ttg cerita ini. Mueheee
Selamat membaca pokoknya.
Lafyu
Af22/10/2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan & Bintang
Teen Fiction[COMPLETED] Bintang selalu merasa bahwa cinta tak pernah berpihak padanya. Sebagai mahasiswa desain komunikasi visual dan Presbem FSRD, kegiatan hariannya padat. Kisah cinta pandangan pertamanya pada Biru Cendana berakhir tragis--penuh keegoisan. L...