BAB DUA PULUH
BAGIAN TIGAWAR ZONE
***
Selepas memeluk Bintang hingga lengan baju cowok itu basah, Bulan hanya menyengir tak bersalah. Dengan tingkat kepedean tinggi justru mengusap ingusnya sekalian di lengan baju Bintang, meninggalkan jejak ingus yang super lebar dan Bintang langsung beringsut jijik.
"Sumpah lo, ya ilahi!! Jorok, amit-amit!"
Bintang menatap lengan bajunya ngeri, dengan cepat ia meloloskan kaosnya melewati kepala, menyisakan tubuh shirtless nya yang lumayan terbentuk hasil olahraga bareng sang Ayah.
"Ya ampun, ngapain pake lepas baju," gerutu Bulan namun diam-diam mencuri pandang.
Bintang berdecak, melipat kaosnya lantas melemparkannya tepat mengenai wajah Bulan.
"Gak mau tau, cuci sampai bersih, kalo perlu pake kembang tujuh rupa,"katanya dengan mata mencari-cari sesuatu.
"Cariin gue baju ganti! Gak mau tau, sekarang!"
"Lah, lo kira gue pembokat lo apa?"
"Cari atau gue bekep lo sampe mampus?"
Bulan memutar matanya malas, alih-alih matanya yang mulai membengkak karena terlalu lama menangis. Dengan langkah yang setengah malas, ia beringsut menuju ruang wardrobe.
Tak lama kemudian gadis itu kembali dengan membawa setelan kaos merah polos lengan pendek, tampak tersetrika rapi dan terlihat licin. "Nih, baju sponsor, tolong balikin kalo udah dicuci."
Selesai mengganti kaosnya, Bintang melirik sekitar. Ruangan berukuran empat kali tiga meter itu tampak penuh oleh kaca dan peralatan make up.
"Gue balik dulu,"pamit Bintang lalu berlalu pergi, baru beberapa langkah, Bulan sudah kembali menghadangnya.
"Bentar kelurnya barengan." Dan tanpa menunggu persetujuan Bintang, Bulan langsung menarik tas selempangnya di kursi. Memakai kacamata hitamnya untuk menutupi matanya yang membengkak.
"Yuk jalan!"
****
Lobi gedung tempat pemotretan cukup sepi ketika dua manusi itu berjalan saling bersisihan. Yang satu terlalu fokus pada ponsel dan yang satunya sibuk membenarkan tatanan rambutnya dengan sela-sela jari. Langkah Bintang yang berhenti mendadak hampir saja membuat Bulan tersandung kakinya sendiri andai Bintang tak reflek segera menarik lengannya.
"Halo, gue Bela."
Bintang menatap sekilas kemudian mengangguk. Tarikan pelan jari Bulan di ujung kaosnya sudah cukup menjawab mengenai Bela--si gadis berambut ombre ungu yang kini berdiri berhadapan dengannya.
"Sori, ada perlu apa sama gue?"
Bela berujar santai, menyelipkan sejumput rambutnya ke belakang telinga dengan gerakan pelan.
"Gak, gue hanya penasaran sama yang namanya Bintang, salam kenal. See you next time."
"Gak ada next time-next time..." Bulan meraih lengan Bintang dengan cepat, menyeret langkahnya diperlebar tanpa peduli pada Bintang yang tampak kerepotan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan & Bintang
Jugendliteratur[COMPLETED] Bintang selalu merasa bahwa cinta tak pernah berpihak padanya. Sebagai mahasiswa desain komunikasi visual dan Presbem FSRD, kegiatan hariannya padat. Kisah cinta pandangan pertamanya pada Biru Cendana berakhir tragis--penuh keegoisan. L...