34 | Noni Belanda

1.3K 110 3
                                    

N o n i B e l a n d a

¦¦

Bintang mengusap jidatnya yang lukanya telah mengering, sekelilingnya penuh dengan kumpulan mahasiswa yang ditangkap polisi. Ada Rega dipojokan tengah duduk menyandar pada dinding, sisanya seperti dirinya--menjalani intergasi.

"Jadi nama?"

"Bintang Pramuja."

"Umur?"

"19 tahun."

"Universitas, jurusan, alamat?"

Bintang mendengus, interogasi apa mau gebet saya, pak?

"Universitas XXX, Desain komunikasi visual, semester 5, alamat jalan Keduri no 57A, Rt 4 rw 25 Perum Durian runtuh. Kalo mau kirim paket lewat JNE Yes aja pak biar cepet."

Polisi bertag nama Suprapto itu hanya mendengus, mengabaikan leluconan Bintang yang sama sekali tak lucu.
Hampir tiga puluh menit lamanya Bintang menjawab pertanyaan seadanya. Tenggorokannya menjadi kering, dia haus. Mana wajahnya sudah lusuh belum cuci muka dan bau amis.

"Kapan selesai pak? Saya haus." akhirnya Bintang memilih jujur. Lagi-lagi Suprapto memicingkan matanya tajam, tapi menyodorkan segelas air mineral kemasan pada Bintang, Bintang nyengir mengucapkan terima kasih, akhirnya tenggorokannya selesai dilanda kekeringan.

Sedang asik-asiknya menikmati segelas air mineral gratisan, Bintang dibuat terlonjak. Duduknya nyaring terjengkang ke belakang karena terkejut bukan main. Dari sekian banyak hantu yang sering ia lihat,  hanya satu yang Bintang takutin setengah mati. Hantu noni belanda.

"Aahh!!"wajah Bintang memucat,  noni belanda itu berdiri di belakang suprapto, menatapnya penuh membuat Bintang menutupi matanya dengan kedua tangan.

"Pak, interogasinya udah aja, pak, saya gak kuat."

"Apaan, masih lama ini."

Menutupi telinganya dengan tangan, Bintang enggan mendengar bisik-bisik noni itu ditelinganya. Bintang benci setengah mati.

"Bapak, saya mohon bapak." suara Bintang bergetar. Cowok itu tak mau kelemahannya diketahui banyak orang. Sialan!

"Kamu kenapa? Gak usah ngibulin saya!"

"Saya gak ngibul, pak tolong saya, saya udahan dulu pak." melihat keringat besar besar sebiji jagung membanjiri pelipis Bintang, polisi itu akhirnya mengangguk. Kasihan juga. Bintang menghela napas lega, masih memejamkan mata dan menutupi telinganya ia menunduk hingga satu bisikan pelan ditelinganya membuat ia langsung terlonjak jatuh terduduk di lantai.

"Ayah, ayah, ayah tolongin Bintang!"racaunya teramat lirih.
Suara gebrakan pintu yang cukup kencang membuat seisi ruangan menoleh ke arah pintu. Bulan yang datang ke kantor polisi mengedarkan pandangannya, wajahnya berantakan karena matanya membengkak kebanyakan nangis. Kemudian ia terarah pada bapak-bapak yang seingatnya mendorongnya hingga ia terjatuh. Bulan mendesis,  menghampiri bapak itu yang tampak berwajah garang.

"Pak, pacar saya dikemanain?"

"Pacar kamu siapa?"

Bulan mendengus, mengabaikan bapak-bapak berkumis itu. Ia menyelonong masuk mencari di setiap sudut. Hingga langkah Bulan terhenti mengamati lelaki yang terduduk di lantai, memeluk kedua lututnya dan tampak ketakutan. Dahi Bulan berkerut, ia berjalan mendekat namun dahinya kembali mengernyit karena melihat noni-noni belanda yang tengah usil.

"Itu cewek ngapain deh?" Bulan berdecak, berjalan mendekat dan memelototi noni itu dengan tajam. Mengusirnya dengan kibasan tangan.

"Jablay amat sih!"cibirnya, dari potongan rambutnya, Bulan seperti mengenali. Terlihat familiar. Ujung jarinya menyentuh lengan pelan membuat sang empu mendongak dan langsung menarik Bulan erat nyaris terjengkang.

"Bintang?"

Tubuh Bintang sedikit bergetar membuat Bulan urung bertanya, hanya menepuk-nepuk punggungnya pelan karena pelukan Bintang semakin mengerat.

"Lo kenapa?"Bulan bertanya panik, Bintang hanya menggeleng di bahu Bulan, masih membenamkan wajahnya di bahu Bulan.

"Udah gak papa, semuanya baik-baik aja." Bulan mencoba menenangkan. Padahal sesungguhnya ia ingin ngamuk-ngamuk pada Bintang dan menyeretnya keluar lalu menguncinya di dalam rumah.

Bulan menghela napas, mengusap helai rambut Bintang dengan jarinya. Ia bernapas lega, setidaknya ia bisa bertemu Bintang.

"Jangan pergi," lirih Bintang nyaris tak terdengar, Bulan mengangguk tersenyum tipis.

"Udah baik-baik aja, Tang?"

Bintang menggeleng, "belum."

"Tapi kaki gue pegel ini," Bulan mengeluh. Membuat Bintang langsung melepas pelukannya dan Bulan dapat melihat wajah Bintang. Untuk pertama kalinya, Bulan tergelak. Merasakan matanya tiba-tiba perih dan ingin menangis karena tenggorokannya mulai tercekat. Pelan, dengan punggung tangannya, Bulan mengusap pipi Bintang, menarik lagi pacarnya itu ke dalam pelukan dan menenangkannya.

"Udah gak papa. Semuanya baik-baik aja. Jangan nangis lagi. "

Untuk pertama kalinya sepanjang hidup Bintang, Bintang ingin terjun ke antartika. Karena hantu noni belanda--Bintang lemah. 

TBC

A. N Hello, jangan lupa, vote share and komen. Mau berapa part lagi sebelum tamat?

Btw, setelah membaca sekian banyak hingga disini, bagian apa yang paling kalian suka?

Eh, jangan lupa. Coba baca cerita gue yang lain, my adventure couple.

Ef

Bulan & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang