16 (2) | Tawaran Kontrak

1.6K 136 9
                                    

BINTANG mengamati ruangan dengan harum mawar yang terlalu menyerbak. Tangannya terlipat di depan dada sembari mengamati potret-potret yang tergantung di dinding.

"Ini rumah gue,”kata Dera lalu duduk di sofa tunggal berkain beludru.

"Oh." Bintang menjawabnya acuh tak acuh, matanya melirik sekilas pada amplop coklat yang masih tertutup lalu kembali menatap Dera.

"Bisa gak to the point? Urusan gue masih banyak dan bukan ngurusin elo doang,"kata Bintang ketus. Jelas dia bete setengah mati karena waktunya terbuang sia-sia.

"Oke." Dera segera membuka amplop, mengeluarkan secarik kertas dari dalamnya, "Gue mau lo menyetujui ini, lo bakalan dibayar dan dapat keuntungan juga dari kesepakatan ini."

"Apa?"

"Jadi pacar pura-puranya Bulan,"kata Dera langsung.

"Keuntungan apa yang lo tawarin?" Bintang membaca surat kesepakatan itu dengan saksama. Dahinya sedikit berkerut kemudian tertawa meremehkan tulisan-tulisan rapi dalam kertas tersebut.

Udah terima aja bisik sang dewi batinnya sekilas. Meletakkan kembali kertas itu di meja, Bntang kembali melipat tangan.

"Lo bisa jadi terkenal, dapet banyak endorse, tawaran acara talkshow dan pemotretan."

"Maksud lo gue numpang tenar, gitu?"

Dera mengangguk cepat, "Yap."

"Dan lo pikir gue mau?"

"Yap."

"Pede. Gue gak mau, cara instan tanpa usaha kaya gitu, gue gak butuh. Hidup gue terlalu berharga buat drama beginian. Gak guna!" Bintang beranjak dari duduknya memaksa Dera ikut beranjak dan menghalangi jalannya.

"Dan lo gak bisa nolak karena ini salah lo juga, siapa yang mulai duluan buat gosip?"

"Ngapain lo pikirin gosip? Paling juga lama-lama ilang, orang kalo dikasi gosip sekali pasti nyari gosip lain." Bintang berkata tegas, menyingkirkan Dera yang menghalangi jalannya ia berjalan cepat keluar dari rumah minimalis milik Dera. Pikirannya mendadak kacau karena masalah akhir-akhir minggu ini.

"Apapun yang terjadi, lo bakalan terlibat dalam drama ini!"

****

Bulan memandangi pantulan dirinya di cermin, berat badannya menyusut karena terlalu banyak pikiran. Selepas mandi pagi ini, ia memutuskan untuk menyegarkan pikiran. Kumpulan wartawan yang biasa menungguinya di depan rumah sudah bubar sejak sehari yang lalu. Dan Bulan cukup lega, tangannya meraih jam tangan dan melingkarkannya di pergelangan tangan sebelum meraih kunci mobil yang tergantung di samping nakas.

Niatnya mau menyegarkan pikiran setelah hampir seminggu hanya terkurung di dalam kamar dan mondar-mandir di dalam rumah. Setelah memastikan penampilannya benar-benar oke, ia langsung menuju garasi tanpa berpamitan terlebih dahulu.
Dua jam yang lalu Dera mengabarinya untuk segera pergi menuju kafe Dandelion, kafe kesukaan Bulan karena menyediakan cheesecake paling enak dan tempatnya nyaman.

Setibanya di kafe dandelion, ia langsung menuju lantai dua. Kafe itu terdiri dari tiga lantai dimana lantai teratas adalah area outdoor namun Bulan lebih suka di lantai dua. Tidak terkena hujan saat hujan dan tak terlalu bising. Segelas latte menjadi menu andalannya selain cheesecake yang hukumnya wajib ia beli. Ponselnya bergetar di atas meja, panggilan dari Rega yang membuat dahinya sedikit mengernyit. Cukup lama Rega tak mengganggunya dengan jokes recehnya.

"Ya?"

"Lo di mana?"

"Dandelion, kenapa?"

"Stay di sana! Lima menit lagi gue nyampe sana, oke sayang? Bye!"

Tanpa menunggu sahutan Bulan, Rega memutuskan sambungab teleponnya sepihak. Mengangkat bahunya tak acuh, Bulan mulai menyesap lattenya. Alasan Rega meneleponnya terjawab tatkala bangku di depannya ditarik kasar, Bintang berdiri disana. Dengan napas terengah dan mata menyorot marah, tak lama Dera menyusul di belakangnya, memberikan satu senyuman kemenangan.

"Oke. Gue setuju, puas lo?" Bintang meremas lembaran kertas digenggaman tangannya. Kedatangannya yang tiba-tiba jujur membuat Bulan bingung. Pandangannya tertuju pada Dera namun Dera justru mengalihkan pandangan dan pura-pura sibuk dengan ponsel.

"Ini kan yang lo mau? Gue jadi partner drama picisan lo? Fine, cara lo emang licik." Bintang menarik napasnya dalam, mengambil pulpen di atas meja dan membubuhkan tanda tangannya.

"Bilangin ke manajer sialan lo ini, gak usah urusin masalah hidup gue, ngerti?" selesai dengan apa yang dikatakannya, Bintang segera beranjak pergi tak lupa melayangkan tatapan permusuhan pada Dera.

"What?"

"Lo boleh aja menang sekarang." Bintang sedikit merunduk untuk berbisik di telinga Bulan, "kita lihat aja nanti,"lanjutnya setengah berbisik. Menegakkan kembali tubunya, Bintang tersenyum miring.

"See you, pacar." Bintang segera berlalu setelah mengucapkan kata sarat intimidasi, meninggalkan rasa terkejut pada Bulan yang hanya mampu diam, mencoba mencerna memahami apa yang terjadi.

"Dia pacar lo sekarang! Titik gak usah protes,"putus Dera sepihak. Perempuan rambut ungu itu tersenyum semanis mungkin, menutupi kedok aslinya kemudian sama-sama meninggalkan Bulan yang masih diam. Hingga tak lama Rega datang, terburu-buru mencari keberadaan Bintang.

"Bintang di mana?"

"Di langit tapi belum keliatan, kurang malem,"jawab Bulan ngawur.

"Gue serius, Bulan."

"Gue juga Rega."

****-

A/N: sorry, updatenya lama banget, sumpah gue lagi sibuk banget ngurus dunia kuliah gue yang makin hectic. Semoga masih ada yg baca dan setia nunggu. Semangat buat kalian gaes.

Jangan lupa klik tanda bintang buat nyemangatin gue,

Love you

Af

Bulan & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang