17 (2) | Tantangan

1.5K 123 0
                                    

TANTANGAN

BAB TUJUH BELAS
BAGIAN KEDUA

****

BULAN suka tantangan, harga diri dan egonya menjadi tertantang ketika ia menerima tantangan dari Biru. Dari sudut pandang Bulan, Biru merupakan orang setipikal dengan Bela. Munafik dan bermuka dua. Jadi, Bulan anggap Biru adalah hama baru baginya. Mengelap wajahnya yang terasa lengket, Bulan diam saja, enggan menjadi tontonan jika harus adu mulut dengan Biru, pilihannya ia langsung berdiri dan menuju toilet untuk mencuci wajah.

Beberapa pasang mata menatapnya penasaran, namun Bulan abaikan hingga ia berdiri tepat dihadapan cermin. Memandang pantulan wajahnya di cermin dengan seringai kecil.

"Siapa takut, bukan Bulan kalo gue takut." Bulan membilas wajahnya dengan air, mengusapnya dengan tisu lalu terlintas beberapa rencana mengalahkan Biru Cendana.

****

Pertama kalinya menginjakkan kaki di gedung fsrd bukan untuk menemui Galaksi, Bulan tak pernah menyadari eksistensi Bintang sebelumnya. Penampilannya tak terlalu mencolok untuk sekadar berkunjung ke gedung fakultas seni, hanya sebuah rok span selutut bewarna hitam yang memperlihatkan kaki jenjangnya dipadukan dengan atasan warna kuning pucat tanpa lengan. Pandangan mata Bulan mengedar setiap sudut gedung fakultas, menemukan gerombolan mahasiswa yang tengah duduk-duduk membentuk lingkaran di kanopi gedung II. Bulan menemukan Saka di sana, Saka melambaikan tangannya, matanya berbinar memandang Bulan.

"Bulan! Sini!" panggilnya terlalu antusias, jelas karena dia penggemar Bulan bahkan sejak jaman baheula. Bulan terkekeh pelan, tanpa ragu-ragu menghampiri Saka. Naasnya langkahnya terhadang dengan keberadaan Rega yang muncul tiba-tiba, memeluknya terlalu erat hingga Bulan susah bernapas.

"Gue kangen banget sama lo,"kata Rega. Bulan memutar bola mata, itu hanya gombalan--terlihat jelas.

"Gak usah modus lo,"jawab Bulan mendorong Rega menjauh. Menurutnya Rega terlalu hiperaktif untuk ukuran baru saling kenal. Bukannya merasa apa, Rega justru menyengir lebar memperlihatkan deretan giginya.

"Gue abis bimbingan skripsi, lo mau ngapain kesini?"

"Gue gak nanya lo abis ngapain." Bulan melirik-lirikkan matanya lagi, "gue cari Bintang."

Rega mendengus, menghendikkan dagunya ke arah koridor gedung III. Di sana Bintang tengah mengobrol dengan Biru, bahkan terlihat saling melemparkan tawa.

"Gak usah cemburu, ada gue."

Bulan hanya berdecak, mengabaikan Rega. Langkah kakinya menuntun dirinya menghampiri Bintang, tak peduli jika keberadaan dirinya di fsrd saja sudah cukup menjadi perhatian.

Bintang berhenti tertawa ketika Bulan berdiri disampingnya, tatapan matanya berubah datar. Semenjak kehadiran Bulan merecoki hidupnya, Bintang tidak suka.

"Kita perlu bicara!"kata Bulan sarat akan perintah. Melirik sekilas Biru, ia tersenyum miring.

"Oke." Bintang langsung menyetujuinya. Lagipula ada banyak hal yang memang perlu ia katakan pada Bulan. Keduanya kemudian menyusuri koridor meninggalkan Biru yang dijemput oleh Angga. Hanya keheningan hingga langkah Bintang terhenti tepat di area parkir motor.

"Gue pake rok." Bulan protes.

"Salah sendiri,"jawab Bintang tak santai, ia mengenakan helmnya dengan cepat sementara Bulan merasa dongkol. Menarik napasnya dalam-dalam, Bulan mencoba menahan emosinya. Ia membonceng miring dengan laju motor Bintang yang meninggalkan area parkir dengan cukup cepat.

"Mau kemana?"

Bintang tak menjawab. Bulan diam, mungkin Bintang masih terlalu marah padanya semenjak insiden di Surabaya.
Memasuki gang-gang area kost mahasiswa, laju motor itu memelan, berbelok pada tikungan kedua samping warung burjo kemudian berhenti tepat di sebuah lapangan basket umum di tepi jalan.

"Turun!"

Bulan merasa Bintang banyak berubah, cowok itu tak sebaik ketika di Jogja pun tatapannya terlalu berbeda.

"Gue denger lo jago taekwondo katanya,"kata Bintang sembari melepaskan helm dari kepalanya, tatapannya tertuju pada Bulan sepenuhnya.

"Terus?"

"Kalo lo menang lawan gue, gue terima tawaran kontrak lo itu tanpa banyak ngeluh."

Bulan berkedip lambat, maksudnya Bintang mengajaknya berduel, begitu?

"Kalo gue kalah?"

"Kalo lo kalah, jauh-jauh dari hidup gue, berhenti recokin urusan pribadi gue, terutama manajer lo itu."

Bulan menggertakkan giginya, memandang Bintang tak suka. "Lo harus bayar kompensasi karena membatalkan kontrak."

"Gue gak peduli. Itu konsekuensi."

"600 juta, lo harus bayar 600 juta."

Bintang terdiam. Matanya berkilat marah, dengan itu Bulan tersenyum penuh kemenangan.

"Ayo kita duel!"

***

To be continue

****

Tinggalkan jejak vote dan komen! Kali ini maksa wkwk.

Sela-sela ngetik ditengah kejenuhan belajar buat kuis.

Af
8/10/17

Bulan & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang