PERTEMUAN DI KOTA
YOGYAKARTA (2)BAGIAN SEMBILAN
•••
Suara dentingan sendok yang memutar di dalam cangkir adalah hal pertama yang Bulan dengar ketika ia keluar dari ruangan entah apa namanya, kamar atau galery. Bintang mengangkat kepalanya menoleh pada Bulan sekilas sebelum meletakkan sendoknya di meja. Asap mengepul samar dari dalam cangkir, aroma teh hijau terasa menenangkan.
"You look beautiful,"puji Bintang apa adanya. Bulan tersenyum samar, melangkah mendekat mengambil duduk berseberangan dengan Bintang di meja bulat yang tampak antik.
"Jadi, lo fotografer?"Bintang meneguk teh hijaunya, melirik Bulan dari balik cangkirnya lantas meletakkan cangkirnya kembali di meja. "Bukan,"jawab Bintang. Mengedarkan pandangannya pada area ruang makan Bintang tersenyum samar. "Itu kakek gue,"tunjuk Bintang pada lukisan pria paruh baya yang tampak gagah dengan balutan beskap.
"Dia seniman dan bakatnya ngalir di tubuh gue, ngerti kan maksud gue?"
Bintang beranjak dari duduk, kakinya melangkah menuju teras belakang rumah. Ada beberapa tanaman bunga yang masih terawat dan ilalang yang kebetulan telah memanjang hanya di beberapa sisi. Matahari kian bergerak ke ufuk barat dengan sorot jingganya yang sama sekali belum memudar. Terdapat sebuah ayunan di teras belakang, berada di tengah-tengah persis rangkaian tanaman bunga.
"Oke, gue mesti pose kaya gimana?"
"Sealami mungkin." Bintang mengatur lensa kameranya, kepalanya menunduk penuh sementara Bulan mencari spot ternyaman. Didudukkannya tubuhnya di ayunan, bergerak samar sembari menatap langit senja.
"Siap-siap!" Bintang mengangkat kameranya, mulai mengambil gambar dari berbagai sudut. Bulan mengangguk samar, angin sore menerpa rambutnya yang tergerai, kepalanya menunduk menatap ujung kaki yang tak mengenakan alas dan berikutnya hanya suara bidikan kamera yang terdengar.
"Bentar-bentar!" Bintang berjalan mendekat, matanya harus sedikit menyipit karena silau, tangannya merogoh saku celana mengeluarkan sebuah karet gelang bewarna ungu.
"Gue nemu ini di laci tadi." Ia harus sedikit menunduk, mengulurkan tangannya ke belakang kepala Bulan meraih rambut gadis itu. Tindakan Bintang itu membuat Bulan mengerjap pelan, jarak mereka terlalu dekat jika mereka menyadarinya. Aroma parfum entah apa yang dipakai Bintang terasa kuat dan menenangkan. Gerakan tangan Bintang terhenti ketika Bulan mendongak hingga mata mereka bersipandang.
"Ah... Gue ikatin dari belakang aja," kata Bintang mengurangi kecanggungan. Cowok itu berdehem pelan lantas berputar berdiri di belakang Bulan. Menghembuskan napasnya lega karena terbebas dari posisi canggung yang tiba-tiba.
"Ehm..."Bulan membersihkan cekatan di tenggorokan, "berapa lama lo bergelut di dunia fotografi? Gue ada temen fotografer juga."
"Lo nanya gue?"kata Bintang menyebalkan dengan tangannya yang masih sibuk mengotak-atik rambut Bulan atau lebih tepatnya mengepangnya menjadi satu bagian ke samping kanan.
"Bukan! Gue nanya Luna!" sebal Bulan mendengus. "Tapi ngomong-omong kenapa orang jepang namanya Luna?"bingung Bulan sendirian.
"Ya mana gue tahu." Bintang mengakhiri kepangannya dengan ikatan karet gelang di bagian akhir. Tangannya kembali terulur mengatur poni Bulan namun segera ditepis oleh Bulan dengan kasar, "Lo modus ke gue ya?"
"Ngarep!" kata Bintang tak acuh. Kembali ke tempatnya semula, Bintang kembali mengangkat kameranya bersiap mengambil foto lagi. "Lo cerita apa pun. Cerita yang menurut lo berkesan."
"Hah?"
"Biar fotonya artistik dan ekspresi lo dapet."
Bulan menggigit bibir bawahnya tampak berpikir, kemudian menatap Bintang penuh perhatian, "Gue kabur ke Yogya." Bulan mulai bercerita. "Alasan gue ke Yogya karena gue pengen kabur dari media. Wartawan itu terkadang terlalu mengerikan namun di sisi lain mereka sangat dibutuhkan. Gue perlu ketenangan, gue putus sama Devin." Bulan menengadahkan kepalanya menatap langit. Dadanya kini terasa sesak dan matanya perih. Tertawa hambar, ia kembali menatap Bintang. "Gue gak pernah diakui. Akting gue gak pernah diakui masyarakat, papa nolak mentah-mentah cita-cita gue sebagai aktris. Devin memutuskan gue tanpa sebab dan sekarang entah gosip apalagi tentang gue di publik."
"Gue takut." Tanpa sadar Bulan meneteskan air matanya, tatapannya terlihat penuh kekecewaan, ketakutan, dan sedih yang mendalam. Ada amarah namun tak sebesar rasa takutnya. Matahari sepenuhnya tenggelam ketika Bintang pun menurunkan kameranya.
"Menurut lo gue menyedihkan, kan? Jadi apa utang gue udah lunas?" tanya Bulan parau. Hidungnya memerah pun dengan pipinya. Kakinya terayun menggerakkan ayunan untuk bergerak, genggaman erat tangan Bintang pada tali ayunan menghentikan gerakan mengayun.
"Ya, lo semenyedihkan itu." tangannya menepuk puncak kepala Bulan pelan, "By the way, kita belum kenalan sedari tadi." Bintang tertawa garing. "Gue Bintang,"katanya mengulurkan tangan.
Bulan perlu menengadahkan kepala untuk menatap mata Bintang lantas tersenyum simpul.
"Dan gue Bulan."
Entah sebab apa keduanya tertawa kemudian. Suara tawa yang terdengar nyaring bersamaan dengan pergantian langit menjadi kian gelap dan dipenuhi oleh gemintang di antara sinar bulan purnama.
-------
"Lo gak ada agenda apa gitu malam ini?" tanya Bulan yang duduk di jok belakang motor vespa ungu yang berjalan pelan. Bintang melirik ke belakang sekilas, memutar bola matanya. "Menurut lo?"
Bulan menghendikkan bahu, tangannya terentang merasakan angin malam. Berbaur dengan kumpulan kendaraan bermotor yang memenuhi jalan, Bulan tersenyum lebar. Jaket jeans yang dipakainya tampak kebesaran namun juga terlihat pas, motor vespa itu berhenti tepat di saat lampu merah menyala, beberapa pejalan kaki menyeberang sebelum lampu kembali hijau.
"Lo mau ajakin gue kemana sih? Gak nyampe-nyampe deh!"
"Berisik mulu lo dari tadi!" Bintang menoleh ke belakang, menutup kaca helm Bulan lalu kembali menghadap ke depan. Bulan memejamkan matanya menahan geraman, lalu tersenyum miring mengulurkan tangannya memeluk pinggang Bintang terlalu erat, perbuatannya sukses membuat Bintang terbatuk dan mendengus jengkel.
"Rasakan!"
"What the...!"
"Language, Mas!"ujar Bulan puas. Bintang mendengus jengkel, kembali melajukan motornya yang lumayan bising.
"Ini motor vespa punya siapa?"
"Punya buyut gue, lo tanya lagi gue turunin di tengah jalan!"
Seketika Bulan terdiam. Duduk tenang di jok belakang dengan sesekali kepalanya tertoleh menatap kiri kanan pada jajaran toko di sepanjang pinggir jalan.
Sayup-sayup matanya mulai terasa berat, sebelum akhirnya jatuh terlelap dengan kepala menyandar sepenuhnya di balik punggung Bintang.----

KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan & Bintang
أدب المراهقين[COMPLETED] Bintang selalu merasa bahwa cinta tak pernah berpihak padanya. Sebagai mahasiswa desain komunikasi visual dan Presbem FSRD, kegiatan hariannya padat. Kisah cinta pandangan pertamanya pada Biru Cendana berakhir tragis--penuh keegoisan. L...